Part 22

29K 1.7K 454
                                        

Saat ini masih jam setengah enam pagi, tapi Hazel sudah terbangun dari tidurnya. Terima kasih kepada alarm otomatis yang disetel pada ponselnya itu—membuat Hazel nyaris membuangnya ke tong sampah terdekat. Kalau saja tidak ingat hari ini libur sudah berlangsung, Hazel pasti akan melompat untuk bersiap ke sekolah.

Tentu saja bukan Hazel yang mengatur alarm sialan itu. Pemilik sebelumnya-lah yang mengaturnya. Dengan kata lain pelakunya adalah Julian; yang memang sengaja mengatur alarmnya agar ia bangun pagi meski ada di tubuh orang lain.

Mendesah, Hazel memilih untuk bergelung bagai ulat bulu di balik selimutnya. Sebenarnya matanya sudah tidak bisa tertutup lagi dan pikirannya malah semakin dipenuhi oleh satu orang; yaitu Julian.

Hazel bahkan begadang tanpa rencana semalam karena mengingat penyataan cinta pemuda itu.

Senyum miring menghiasi bibirnya begitu benda penghubung jarak jauh sudah berada kembali di tangannya. Jemarinya menari di jajaran kontak dan memutuskan untuk melakukan panggilan.

'Halo?'

Terdengar suara yang jernih masuk ke sensor pendengarannya saat bunyi monoton sambungan mati, senyum Hazel mengembang tanpa sadar. "Nay?"

'Iya, kenapa?' Suara di seberang terdengar sedikit tidak sabaran. Hazel menangkap bunyi lembaran buku yang membuka dan berbenturan dengan tangan.

Hazel bukannya tidak tahu kalau Julian itu pintar, tapi kalau anak itu membaca buku sepagi ini-rasanya sulit dipercaya.

"Lo udah bangun toh?"

'Huum, gue ujian susulan Geografi hari ini.'

Ah, Hazel tidak bisa menebak jika itu adalah alasan sebenarnya. Benar juga, sepintar-pintarnya Julian, ia bukan type orang yang bangun pagi hanya untuk membaca di hari sepagi ini.

'Lo sendiri udah bangun, tumben.'

Terdengar tawa mengejek dari seberang, Hazel ikut mengikik. Lalu memberi pertanyaan lain, "Lo ada nggak masuk atau gimana? Kok susulan?"

'Gue kemaren ke kantor guru 'kan untuk ketemu sama orang tuanya Gilang.'

Hazel mengangguk-angguk, tidak peduli kalau Julian tidak bisa melihatnya. Ia hampir menanyakan bagaimana isi pertemuan dengan orang tua Gilang kemarin, namun diurungkannya. Sesuatu yang penting membuat Hazel teringat.

"Jadi, Gilang ujian susulan juga?"

Terdengar jawaban berupa gumaman pelan dari lawan bicaranya. Entah kenapa Hazel bisa merasakan perasaan gelisah ketika pembicaraan mereka mengarah pada nama itu. Kejadian siang kemarin di tangga sekolah, bukan sesuatu yang bisa dianggap main-main lagi.

"Selain lo sama Gilang, ada yang ujian susulan juga nggak?"

'Nggak tau.'

"Satu pelajaran aja 'kan? Btw lo balik jam berapa?"

'Seselesainya sih. Mungkin gue satu jam kelar.'

"Diwaktuin juga kali, kayak ujian biasa."

Terjadi jeda yang lumayan lama. 'Masa sih? Nggak tau dah.'

RUN TO HIM [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang