Malam sudah sangat larut ketika Julian terbangun. Kepalanya pusing dan tubuh agak menggigil. Julian bertanya-tanya kenapa pipinya sangat panas begitu menyentuh kulit tangannya. Bahkan ketika membuka mata kamarnya sangat gelap dan tubuhnya rapat terbebat selimut.
Oh.
Julian teringat sesuatu. Kemarin sore dugaannya benar, ia dan Hazel berakhir lari-larian di tengah hujan. Tubuh mereka berdua basah kuyup ketika menemukan tempat berteduh. Dan saat itu sepertinya ia menggigil parah, napas putus-putus lalu dengan baik hatinya Hazel menggendongnya sampai—sampai mana?
Tak ada yang bisa diingat Julian setelah itu, mungkin saja ia tertidur atau malah pingsan? Kalau iya, astaga, itu memalukan sekali.
Ketika Julian membawa tubuhnya bangkit, ia menyadari sesuatu, pakaiannya sudah diganti dan anehnya itu bukan miliknya. Lantas ia mengambil ponsel yang tergeletak di samping bantal dan menyalakan cahaya seadanya. Layar ponselnya berembun, tapi bukan itu yang membuatnya bingung, tapi karena pemandangan kamar Hazel yang langsung ia tangkap.
Oke, mungkin saja atau anggap saja ia kemarin tertidur dan Hazel membawanya ke rumah. Pemuda itu langsung menggantikan baju, celananya dan celana dalamnya.
Julian berjengit, apa benar itu yang terjadi?
Akhirnya Julian memutuskan untuk keluar dari kamar itu. Ia berniat mencari sesuatu yang bisa mengompres kepalanya yang panas. Bahkan suhu tubuhnya bisa tinggi sekali seperti ini. Kapan terakhir kali Julian sakit? Ia sendiri tidak mengingatnya.
Hazel tertidur di karpet lantai begitu Julian membuka pintu. Tubuhnya menghadap ke televisi yang tidak menyala dan selimut tebal menelan tubuhnya. Kepala pemuda itu menyembul sedikit dan terdengar dengkuran halus. Julian meringis, melanjutkan langkahnya menuju dapur dan mengambil handuk bersih dan sebaskom air. Lalu kembali ke kamar.
Pikirannya masih melayang ketika ia kembali ke kamar. Handuk basah sudah menempel di lehernya dan ia mengerang nikmat begitu merasakan sensasi dingin. Tapi tak lama kemudian ia mulai mengantuk. Dalam hati berharap semoga tubuhnya akan kembali dingin atau kalau tidak, Hazel harus bertanggung jawab.
Hasil akhirnya; Tidak.
Pagi harinya Julian masih merasa demam dan kepalanya semakin pusing. Ia bergerak gelisah dalam tidurnya. Sebuah sentuhan terasa di kening turun ke pipi. Dingin. Ia merasa nyaman sebentar. Sampai detik berikutnya sepasang tangan mengguncang tubuhnya dan memanggil-manggil namanya.
"Nay! Nay! Bangun, Nay!"
"Ngh."
"Ya, ampun. Bentar, badan lo panas banget."
Setelahnya yang Julian dengar hanya derap kaki yang meninggalkannya. Juga teriakan memanggil 'bunda' yang berulang-ulang. Dan akhirnya Julian membuka mata.
"Duh, pusing banget."
Julian memiringkan tubuhnya ke kiri dan langsung mengerang begitu kepalanya seperti kejatuhan bola cakram. Tetiba sebuah sentuhan lagi-lagi menyentuh pipinya. Julian ingin melihat, tapi pandangannya berbayang dan kabur.
"Loh, ini demam dari semalem?" tanya ibunya Hazel begitu melihat baskom air di nakas dan handuk basah di tangan Julian.
Hazel menggaruk kepalanya. "Nggak tau, pas aku baru masuk dia udah panas gini."
Ibunya langsung membawa handuk dan baskom itu keluar dari kamar. Tak lama kemudian datang lagi dengan baskom yang sama dan handuk kering yang baru. Lantas mencelupkannya ke baskom dan menaruhnya di kening Julian.
"Ambil handuk satu lagi tuh di lemari kamu, paling bawah."
Hazel menurut dan mengambil handuk warna biru yang agak lebih panjang dari yang dipegang sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUN TO HIM [COMPLETE]
RomanceKarena sebuah kecelakaan nahas, Julian Marvel mengalami kesialan karena ruhnya harus bertukar tubuh dengan seorang pemuda tak dikenalnya. Beberapa hari saling mengenal, Julian baru tahu kalau ruh penempat raganya adalah pemuda yang bersekolah di sek...