Panas terik matahari jam sepuluh pagi benar-benar membuat emosi Kiki makin meningkat. Mengantuk pada jam-jam ini di hari Minggu adalah hal yang wajar baginya, apalagi semalam ia begadang menemani sang ayah nobar pertandingan bola di rumahnya. Ia hanya minta untuk memeluk guling minimal sampai jam dua belas saja, kalau bisa. Tapi, karena pagi-pagi sekali ada makhluk aneh yang menculiknya dan memaksanya untuk pergi, tidurnya benar-benar terganggu.
Kiki mendengus, dengan manisnya tadi pagi sang ibu membangunkannya dengan menjewer kupingnya sampai panas. Ibunya bilang ada orang kaya yang menjemputnya di luar. Begitu melihat mobil putih mentereng terparkir di depan rumahnya, Kiki langsung berpikir bahwa ibunya pasti hendak menjualnya untuk dijadikan budak.
Namun, pikiran gila itu hilang saat melihat sosok jangkung keluar dari mobil mewah itu dan menghampirinya sambil berkata, "Buruan mandi, ikut gue."
Kalau ia tak sayang dengan kepalanya saat itu, ia pasti langsung membenturkannya ke tembok terdekat.
"Trus intinya lo ngajak ke sini apaan?" tanya Kiki, jemarinya masih mengumpulkan kupon permainan yang sudah dikumpulkan Rendy.
Sekarang Kiki berada di game center. Setelah mandi, Rendy tidak mengizinkannya bertanya bahkan sarapan, ia langsung dibawa kabur ke Mall besar dan terdampar di gudang permainan ini. Rendy memang maniak game, tapi dari sekian banyak orang yang ada di dunia ini kenapa ia harus mengajak Kiki?
"Nggak ada," jawab Rendy, tidak mengindahkan bagaimana asap di kepala Kiki sudah mengepul hingga membentuk petir-petir. Itu terlalu hiperbolis, tapi dari beberapa anime yang Kiki tonton di rumah, gambaran orang yang sedang marah selalu seperti itu.
"Ya, udah, gue pulang."
Akan tetapi Rendy tidak mengizinkannya, ia segera menarik tangan Kiki dan menahannya lagi di sebelahnya. Kemudian ia kembali berfokus pada mesin boneka yang sejak tadi mengolok-oloknya. Sudah hampir setengah jam di sana, tapi Rendy tidak berhasil mengambil satu boneka yang diinginkannya.
"Tunggu sampe gue dapet boneka itu."
Rendy sama sekali tidak menunjuk boneka mana yang ingin ia ambil. Tangannya bergerak memutar konsol di badan mesin, lalu gagal lagi dan lagi. Tidak tahu sudah berapa uang yang disedot mesin itu dari powercard yang dibawanya. Kiki hanya mendengus melihatnya, powercard yang dibawa Rendy itu jenis Card Sapphire—yang diisinya pun membutuhkan duit yang lumayan banyak baginya. Memangnya Rendy itu benar-benar orang kaya, ya? Kenapa selama ini terlihat sangat lusuh?
"Sini, sini, gue bisa ambilin buat lo!" Kiki mencoba mengambil alih konsol itu, tapi Rendy terburu menepisnya.
"Gue bisa sendiri!"
"Bisa apaan? Gagal mulu gitu."
"Berisik!"
Kiki mengangkat bahu, ia melirik ratusan tiket yang ada di tangannya. Kalau dipikir-pikir, ini terlalu banyak. Jika bisa diberikan ke kasir dan ditukar dengan hadiah, mungkin saja Rendy akan bersukarela memberikan barang itu untuknya. Lagipula ia diseret ke sini sekarang tidak semata-mata gratis, ia harus meminta setidaknya pajak jalan-jalan dihitung perjam. Dan ia sudah menemani Rendy sejak jam delapan pagi.
Kiki menggelengkan kepalanya dramatis. Ia tidak menyangka bisa semudah itu diseret ke sana kemari mencoba setiap permainan; dimulai dari main basket, mesin boneka, mesin balapan sampai yang bertipe lebih canggih seperti DJMAX Technika Q, Deadstorm Pirates, dan lain-lain. Kiki tidak bisa mengingat semua permainan itu. Semuanya sudah dicicipi oleh Rendy.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUN TO HIM [COMPLETE]
RomanceKarena sebuah kecelakaan nahas, Julian Marvel mengalami kesialan karena ruhnya harus bertukar tubuh dengan seorang pemuda tak dikenalnya. Beberapa hari saling mengenal, Julian baru tahu kalau ruh penempat raganya adalah pemuda yang bersekolah di sek...