Dari pagi, aku sudah tak bisa menghitung berapa kali sekretarisku bersin-bersin. Aku takut virus itu menyebar jadi aku putuskan untuk menyelesaikan rapat siang ini. Hal paling malas itu berurusan dengan obat, aku bukan manusia biasa yang memiliki banyak waktu senggang. Aku sering lupa jika harus meminum obat.
Dulu saat tinggal satu rumah dengan Jess, aku juga sering dimarahin karena obat selalu utuh setiap pergi ke dokter, katanya; percuma ke dokter kalau obatnya utuh. Yang bikin sembuh itu obat bukan stetoskop atau tampang dokternya.
Sekarang, aku hidup sendirian di rumah. Keluargaku sudah hidup masing-masing karena insiden Jess dan jauh sebelum itu.
Kembali ke sekretaris andalanku, dia tersuspek flu gara-gara kemarin menerobos hujan bersama temannya. Bodoh banget kalau aku percaya mereka cuma berteman.
Memang ada berteman pakai aku-kamu-an.
Memang ada seorang teman menjemput dirinya sampai rela kehujanan.
Si lakinya modus! Paling dia cuma pengin mandi hujan di atas motor dan berakhir minta dipeluk sebagai penghangat jalanan. Tontonan seperti itu sudah familiar di kepalaku.
"Setelah fiks mendapat artisnya, segera rapatkan. Karena saya ingin segera louncing produk. Saya tidak suka ditunda-tunda."
"Rapat hari ini, selesai."
"Selamat bekerja kembali. Dan kamu, Gita." Baru saja namanya aku panggil, dia sudah bersin lagi.
Mau bagi-bagi virus? Enakan juga bagi-bagi uang. "Pergi ke dokter sekarang, saya tidak mau dibilang bos tidak berperi kemanusian karena memperkerjakan orang sakit."
"Tapi, Pak. Saya cuma flu biasa doang."
Semua orang terpaku saat aku mendapat sanggahan kurang ajar dari Gita. Jelas-jelas dia ini sedang membawa flu serius di kantor. Dia tidak tahu kalau virus flu itu mudah sekali menular. Lihat saja nanti kalau satu kantor terserang flu gara-gara keras kepalanya dia. Dia menyepelekan apa itu flu, memang efeknya cuma bersin-bersin dan pilek, tetapi keduanya sangat menganggu pekerjaan. Bayangkan, jika aku mengajak Gita ke luar untuk ketemu investor atau orang lain, terus dia bersin atau tiba-tiba keluar cairan bening dari hidungnya. Bayangin aja dulu, aku enggak mau menjelaskan hal buruk terjadi. Belum lagi, kalau karyawan aku absen cuma gara-gara virus yang dia tularkan.
"Gue anter ke klinik dekat sini. Gue free kok habis ini." Ryan memegang jemari Gita menenangkan.
Kalau aku lihat-lihat sih, Ryan ada rasa sama Gita. Tapi keburu sekretaris andalanku sudah ada cowok kemarin. Mana sudah aku-kamu-an lagi.
"Untuk semuanya, jika dirasa kurang sehat, segera cek kesehatan. Manfaatkan fasilitas asuransi kesehatan kalian dari kantor."
Aku keluar dari ruang rapat terlebih dahulu takut tertular virus influenza yang disebarkan oleh Gita.
Sambil menunggu intruksi aktivitas dari sekretarisku, aku menunggu di ruangan. Aku biarkan Gita ke dokter bersama Ryan, toh ini sebenarnya masih jam rapat.
Me
Protek sama diri sendiri enggak dosa kan, An?Aku mengirim pesan ke Ana untuk meminta pendapat protektif terhadap diri sendiri baik atau tidak. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Dan aku sedang rindu dengan ketikannya. Kapan-kapan aku ajak bertemu jika kita sudah siap masing-masing. Barangkali jodoh gara-gara usaha kami masing-masing.
Enaknya chatting-an sama Ana itu selalu fast respon tidak ada drama ponsel tertinggal karena masuk toilet. Ana selalu menghibur.
Ana
Yang dosa gue, pergi ke dukun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prediksi Cinta
ChickLitMenemui peramal untuk mempertanyakan jodoh, menjadi pilihan Virgita Anatasya. Ditemani Ghava sahabat seperjuangannya, Virgita mendapat jawaban yang entah harus dipercaya atau tidak setelahnya. Setelah pulang dari sana, kebetelun-kebetulan selalu ter...