14. Jean: Sisi Lain Gita

12 3 0
                                    

Selama hampir dua tahun, aku baru tahu sedikit siapa Gita. Aku enggak bakal expect kalau dia hidup di panti asuhan semenjak kecil.

Aku pikir dia adalah si manja bin kemenye. Ternyata dia sangat luar biasa perjalanan hidupnya.

"Bunda, sakit lagi. Udah beberapa hari enggak mau makan," jelas seorang perempuan berkerudung cream ke Gita. "katanya pengin ketemu Kakak."

"Yaudah, nanti aku bujuk bunda."

Kami memasuki sebuah kamar. Tadinya, kupikir aku bakal disuruh menunggu di luar, ternyata dia mengajakku dan Ghava ke dalam.

Sepulang makan bubur ayam. Aku diajak Gita ke panti asuhan. Ditengah perjalanan menuju tempat ini, dia memberi sedikit info jika dulu Bunda panti yang membesarkannya sedang jatuh sakit. Gita adalah salah satu anak yang menolak diadopsi oleh siapapun.

"Bun," panggil Gita saat seorang perempuan bertubuh kurus terbaring lemah di atas ranjang. "Kenapa? Bunda banyak pikiran?" tanyanya.

Seperti ibu kandung sendiri. Raut wajah Gita sangat khawatir. "Maaf ya Bun. Semalam, Gita batalin semuanya."

Perempuan baya yang dipanggil Bunda itu pun memeluk Gita. Seperti ada beban besar dalam hidupnya sedikit runtuh. "Enggak papa, Git. Ghava udah mewakili kok. Semalam habis nganter kamu ke acara bos kamu, Ghava langsung ke sini."

Pandangan Gita jatuh ke Ghava. Aku sedikit iri dengan posisi Ghava yang selalu ada buat temannya. Aku juga merasa tidak enak karena sudah bersikap egois. Pantas saja Gita selalu kesal denganku.

Gita pantas mendapat teman seperti Ghava.

"Acaranya lancar, Ghav? Kenapa kamu enggak ngomong ke aku?" Cerca Gita.

"Tadinya mau cerita, tapi," ucap Ghava mengambang dan pandangannya jatuh kepadaku.

"Udah-udah. Yang penting acara ulang tahun Husna lancar dan anak-anak bahagia." Kini Bunda panti melihat ke arahku. "Ini siapa, Git?"

"Saya, Jean." Aku langsung mengulurkan tangan ke perempuan baya itu.

"Teman kantor, Gita?"

"Buk .."

"Iya, Tante." Aku sebelum Gita membongkar identitasku.

Wajahku mau dibawa ke mana setelah insiden semalam. Harusnya semalam Gita bisa bahagia bersama anak-anak panti bukan ke party Mama yang bisa saja dia tolak karena Gita enggak ada hubungannya sama sekali dengan mama. Kalau saja aku tahu makna nongkrong itu adalah bertemu dengan anak panti, aku pasti akan membantunya menolak ajakan mama.

Perempuan baya itu menghela napas panjang. Gita duduk bersisihan di atas ranjang dengan bunda panti, aku dan Ghava duduk di kursi plastik yang baru saja disediakan oleh perempuan yang tadi menyambut kedatangan kami.

"Bunda drop lagi?" tanya Gita khawatir.

"Bunda sehat kok. Cuma ya tadi tensi bunda naik lagi," jelas perempuan baya itu.

Di tengah duduknya yang mencoba tenang, ada kebisingan di kepalanya.

Aku tahu kalau bunda panti sedang tidak baik-baik saja.

Selama beberapa menit duduk dan mengobrol dengan mereka aku semakin yakin jika Gita orang yang lebih kuat ketimbang ekspektasiku. Aku mendengar penuturan bunda jika Gita dulu sangat ambisius sampai sekolah tak pernah mengeluarkan biaya sepeserpun. Gita selalu menjadi juara di sekolah dan selalu menjadi rool model buat anak-anak panti di sini

Sampai tahap di mana dia bekerja sebagai sekretarisku saja, anak-anak semua pada tahu dan mereka ingin seperti Gita juga yang bekerja diperusahaan besar. Dari sini aku merasa bersalah atas tindakanku yang kadang semena-mena dihadapannya, padahal di mata anak-anak dia seperti ibu peri.

Prediksi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang