6. Virgita: Hujan-hujanan bukan Mesra-mesraan

17 3 0
                                    

Cuaca mendadak mendung. Di Jakarta yang panas ini, aku lebih suka suasana seperti ini. Mendung untuk meredakan panas yang selalu bikin kegerahan. Berharap saja tak turun hujan selagi aku masih ada di luar. Repot. Kalau masih jam kerja tapi harus main hujan.

"Saya bingung mau panggil siapa lagi untuk menghabiskan makanan ini. Jess mendadak ada panggilan dari rumah."

Setelah mengusap mulutnya dengan tisu, Pak Jean membuka pembicaraan. "Kamu suka makanannya?"

Suka, tapi setelah mendengar alasan dia memanggilku ke sini bikin rasa makanan ini anyep. Memangya aku babi yang mau-mau saja dilemparin makanan. Tapi karena makanan bintang lima, aku terima saja.

"Kenapa enggak Pak Temi?"

"Dia sibuk seperti yang kamu tahu."

Aku mengangguk tak tahu harus merespon apa. Ah! Aku jadi teringat skandal Pak Temi dengan dirinya.

"Menurut bapak, Pak Temi orangnya gimana?" Aku mulai menjebaknya. Introgasi ringan untuk memastikan apakah dia benar-benar seperti dugaanku dan pembuktian ucapan Mbak Desi.

"Dia pintar, cekatan, dan gigih."

"Gagah?" tanyaku.

"Gigih bukan gagah."

"I know. Gagah?" tanyaku sekali lagi memastikan jika tadi aku bertanya bukan karena salah dengar.

"Gagah dan ganteng. Dia juga romantis."

Uhuk! Jangan bilang apa yang bersumber dari Mbak Desi itu fakta adanya.

"Dia sudah beristri dan istrinya sedang hamil tua," tuturnya sedikit melegakkan.

"Tapi dia sedikit menyimpang."

What!

"Kenapa? Kamu naksir sama Pak Temi?" sidiknya malah membombardirku.

Apa dia cemburu kalau aku pura-pura bilang iya? Tapi, ah! Aku coba saja. "Awalnya iya, tapi dengar Pak Temi udah punya istri aku mundur," bohongku. Aku cuma mau tahu bagaimana ekspresi dia kalau 'pacar'nya disukai oleh wanita lain selain istrinya.

"Fuck!" umpatnya.

Aku kebanjiran fakta kali ini.

"Kamu tahu jika Temi sering ngomong yang menjurus ke hal ..."

Ucapannya menggantung karena dering ponsel miliknya.

Namun, aku tahu kok maksud ucapannya. Pak Temi suka Pak Jean dan sebaliknya, mereka sama-sama suka.

Mbak Desi, aku dapat validasi dari sumbernya langsung.

Fakta ini bakal menjadi perbincangan panas diantara aku dan Mbak Desi nanti di kantin. Dengan catatan bersifat rahasia. Bukan cuma Mbak Desi saja nanti yang terancam di tendang Pak Jean, aku juga dipertaruhkan kalau per-gay-an ini terbongkar untuk umum.

"Git, kamu mau disitu terus. Ayo balik ke kantor."

"Git."

"Iya, Pak." Aku gelagapan.

"Ayo." Pak Jean sudah berdiri dan melangkah keluar. Aku mengikutinya dari belakang dengan langkah paling besar.

Dia enggak tahu kalau pakai heels itu susah buat jalan cepat. Sayangnya, aku sadar jika Pak Jean itu enggak pernah peduli orang lain; selain Mbak Jess. Tungkakku mulai sakit karena harus mengejar langkahnya yang panjang.

Setengah mengejar aku mendapati tubuh Pak Jean yang mendadak berhenti dan berbalik ke arahku. Gusti! Untung kaki aku cekatan bisa berhenti mendadak.

Prediksi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang