10. Jean : Si Tensian

18 3 0
                                    

Kupikir Gita akan menolak ajakanku setelah dia sedang kesal denganku dari pagi. Aku mencari kado untuk Mama dan dia juga katanya akan membelikannya juga karena dia akan datang ke acara ulang tahun mama.

Sejujurnya, aku ingin tahu kenapa dia memilih pergi ke acara ulang tahun Mama ketimbang malam mingguan dengan Ghava; pacarnya.

Aku lagi mencari-cari kado yang Mama suka. Baju dengan merek mahal. Aku harus mencari Gita untuk konsultasi dengan pilihan aku untuk Mama. Dia tadi katanya mau ke toilet sebentar. Aku menunggunya di beberapa deretan baju mahal-mahal ini. Namun, ada hal yang bikin aku terkejut. Aku menemukan Gita di ujung depan toko ini. Aku mencuri obrolannya.

"Iya, Ghav, aku masih tahan emosi kok. Cuma aku sudah enggak betah sama kelakuannya yang seenak udel. Pagi-pagi dia udah ngamuk-ngamuk sama aku."

"Kamu tahukan, padahal malam itu aku ada di rumahnya. Aku enggak buka hp atau e-mail yang masuk. Aku baru cek pas di kantor."

"Aku fiks mau resign buat nenangin mental aku."

"Iya, aku ini lagi nemenin dia cari kado buat Mamanya. Maaf ya, enggak jadi malam mingguan."

Aku melihat Gita menyeka air matanya. Apa dia sekesal itu karena aku keterlaluan memarahinya. Tapi wajar kan? Klien seperti Pak Hartono masa harus hilang.

Aku enggak bakal mengira kalau Gita sekesal itu sama aku sampai mau resign. Aku enggak bisa membiarkan dia keluar dari perusahaan. Aku sudah lelah dengan orang-orang baru yang keluar masuk menjadi sekretarisku.

Pilihanku mempertahakan Gita meski aku tahu dia salah. Aku mau minta maaf soal perlakuanku tadi pagi. Mungkin ini yang buat mood dia hancur hari ini.

"Menurut kamu bagusan yang mana?" Aku melihat matanya yang sama sekali tidak seperti orang menangis.

"Mama Pak Je seleranya gimana? Kalau sesuai selera ya, pasti bagus." Dia sangat profesional tidak menunjukkan bahwa ia baru saja menangis.

Dosa terbesarku adalah tidak pernah peduli dengan kesukaan kedua orangtuaku. Mereka juga enggak pernah mau tahu tentang keinginanku. Aku malu sendiri dengan Gita kali ini. Aku hanya sedikit tahu tentang mereka.

"Kayanya ini cocok. Simple dan elegan."

Pilihannya pada Eyelet tab dress. Aku kurang setuju dengan pilihannya, tetapi aku sedang tidak ingin cari gara-gara dengannya. Aku sedang ingin meredamkan emosinya.

"Boleh. Kayanya Mama bakal terlihat cantik dengan pilihan kamu."

Aku meminta pelayan membungkus pilihan Gita. Aku juga menawarkan Gita apakah dia juga akan berkeliking dulu di sini. Aku sengaja mengajak dia mencari kado sepulang dari kantor supaya biar sejalan. Motornya aku suruh salah satu scurity untuk mengamankannya di kantor terlebih dahulu.

"Saya bingung mau cari kado apa buat Tante Ratna," ucapnya. "Keluarga bapak pasti sudah punya semua."

"Mama suka perhiasan. Mungkin kalau kamu mau membelikannya." Aku tahu Mama suka cincin karena di lemari perhiasannya dulu cincin mama begitu banyak.

Aku terlihat dia menelan ludah. Apa aku terlalu berlebihan?

"Mau coba cari-cari?"

Dia mengikuti saranku. Masih di mall yang sama, kami masuk ke dalam penjual perhiasan. "Mama sukanya cincin." Aku mengimbuhinya ketika dia terlihat kebingungan di area sini.

Jujur aku merasa tidak enak dengan Gita karena membuat dia menangis. Aku cuma ingin dia tahu dia salah, bukan ingin membuat dia menangis seperti tadi di belakangku.

Prediksi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang