12. Jean: Kebahagiaan Mama

24 4 0
                                    

"Jess mana, Ma?" tanyaku yang tak melihat lagi keberadaan Jess selama acara Mama berlangsung.

"Langsung pulang. Jordan udah ngantuk, kasihan dia. Memangnya enggak pamitan sama kamu?"

Orang-orang yang datang ke sini cuma keluarga besar dari Mama dan beberapa sehabat dekatnya. Ada juga dari orang kantor Mama, tapi cuma lima orangan saja yang ada masuk daftar undangan.

"Enggak, Ma."

"Kamu sih berduaan terus sama Gita."

Mendengar nama Gita, aku sedikit tersipu. Mengapa jadi begini, sudah lama aku enggak pernah merasakan hal seperti ini.

"Kenapa Gita yang disuruh pura-pura jadi tunangan aku. Gita ngamuk-ngamuk ke aku."

Mama ketawa mendengar penuturanku. "Habisnya, kamu pasti bakal marah kalau Mama ngenalin anaknya Pak Yusril sebagai tunangan kamu."

"Kamu tadi lihat kan, Karin di sini sama Pak Yusril? Pak Yusril loh, udah setuju, tapi Mama lebih takut kamu marah kaya dulu. Mama enggak mau kamu cuekin Mama kaya dulu."

"Gita." Panggilan Mama membuatku menoleh kebelakang. Di sana ada Gita yang habis dari kamar mandi.

"Maafin Mama ya, numbalin kamu tadi. Mama cuma takut Jean cut off Mama lagi kaya dulu gara-gara masalah kaya gini."

"Iya, Tante, enggak masalah kok kalau itu alasannya." Beruntung kini Gita sudah mulai menerima permainan Mama. Aku mendengarnya ikut lega.

"Mama yakin Jean masih jomblo sampai sekarang. Gini nih, kalau Mama enggak cerewet suruh cari pacar. Jangan-jangan kamu menyimpang yah?"

"Ma," cicitku untuk menghentikan pikiran liarnya. Aku masih normal, aku masih bisa naksir lawan jenis, tapi bukan sekarang.

"Git," panggil Mama.

"Iya, Ma."

"Emangnya kamu enggak naksir sama Jean?" Sejurus pertanyaan Mama membuat kami melongo. Apalagi Gita yang dilanda kebingungan seratus persen. Namun, aku juga penasaran dengan jawaban Gita. Ah, tapi Gita lebih menyukai lelaki tengil yang tadi mengantarnya ke tempat ini.

"Ma, Gita sudah punya pacar." Aku membantu menyelamatkan Gita. Dia juga sudah membantuku dari perjodohan.

"Wah, benarkah?" Sorot mata Mama kecewa. "Pantes sih, soalnya Gita cantik," pujinya. Aku juga mengakuinya sekarang kalau Gita cantik.

"Oh iya, Tante. Ini kado dari Gita." Gita memberi benda kotak kecil yang sudah kuketahui isinya.

"Makasih ya sayang. Boleh Tante buka?"

"Boleh."

Mama enggak pernah seceria ini. Aku mau Mama terus bahagia dengan setiap langkah dan pilihannya. Di usianya yang tak muda lagi, aku cuma ingin Mama sehat.

"Cantik banget," pujinya lagi.

"Mau Jean pakein?" Aku mengambil alih cincin yang ada di tangan Mama.

"Kalung kamu juga cantik, Git. Kamu pinter milihnya." Kali ini Mama memegang kalung Gita. Ada kesombongan di dalam diriku; ternyata aku bisa memilih benda-benda cantik.

Aku membiarkan Mama dan Gita mengobrol. Perutku lumayan lapar, aku mencari sisa makanan di depan dan hanya menemukan cake kecil di sana. Sebelum ke acara Mama aku sengaja tidak mengisi perut karena berharap ada banyak makanan di sini, tetapi ternyata aku malah kehabisan.

Melihat kondisi yang semakin sepi tamu, aku bebas berkeliaran ke mana saja. Termasuk memilih duduk di tepi kolam lagi seperti tadi, bedanya aku kali ini ditemani sepotong cake kecil yang tidak akan bisa memberi efek kenyang.

Prediksi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang