|.⊹ 。・✿ ⁰ ♡ Happy Reading ♡ ⁰ ✿・。⊹.|
"Eza pilih yang mana, Hamka atau Jiwa?
Hamka memang tampan, Jiwa lebih menawan~~""Diam kau, Monyet!" Si bungsu arahkan terong ungu yang masih untuh itu ke arah si kakak yang dengan tidak sopan ya merusak lagu orang dengan lirik tidak bermutu.
Sehabis curhat tentang kondisi hatinya pada Anetha sama Vanilla, si sulung kedua itu sering sekali ledekin dia, padahal gak membantu kasih saran atau support macam Vanilla.
"Apa salah ku, Babi? Sehingga engkau rela menghunus terong tajam itu ke arah ku?" Anetha nengok, wajahnya di buat seakan dia tersiksa; mata berkaca-kaca dan tangan di silang depan tubuhnya.
Shiloh menarik kembali si terong, dikupas lalu dipotong. "Jika tidak bisa membantu, cukup tutup mulut bau jahanam mu itu, Monyet! Tidak usah kau meledek aku, modal kabur-kaburan saja berani meledek."
Mata Anetha membola, apa-apaan! Heh kejadia itu sudah beberapa tahun yang lalu, si Shiloh masih aja suka ungkit ungkit dan sindir sindir.
Sekarang Anetha yang beraksi, todongkan jagung yang akan dia potong-potong ke si Shiloh. "Cukup kau bawa-bawa masalah itu. Jika aku mendengar sekali lagi, jagung ini akan melayang ke kepalamu, Babi!"
Disisi kanan Anetha, Vanilla hela nafas lelah. Dia sudah tidak punya tenaga untuk hentikan percakapan tidak bermanfaat dua saudarinya. Berdoa saja supaya tidak terjadi pertengkaran fisik—
Terlambat.
Sekarang Anetha sudah menggetok pucuk kepala Shiloh pakai jagung sesuai ancamannya tadi. Iya si Shiloh malah sengaja bilang Anetha kabur-kaburan lagi. Padahal kaburnya cuman sekali.
"Monyet! Tega sekali kau memukul kepala cantik dan berharga ku ini! Bagaimana jika kepintaran ku berkurang setelah kau pukul seperti itu?! Awas saja kau, Monyet, akan ku balas!" Giliran Shiloh yang balas dendam pakai terong yang tinggal sisa tiga perempat lagi.
"Babi! Durhaka sekali kau kepadaku!"
"Kau tidak merasakan sakit karena terongku, Monyet!"
"Tapi tetap saja itu membuat kepalaku berdenyut, Babi!"
"Kamera mana kamera? Prank kan ini?? Demi tuhan gue capekk!!!! ABANGGG TOLONGIN GUE!!!!!" Vanilla menjerit sambil melambaikan tangan ke atas, tekanan batin dia ada diantara Anetha dan Shiloh.
Lupakan Anetha juga Shiloh yang sekarang sudah berhenti dan saling menuduh akan kondisi Vanilla yang bisa dikatakan jauh dari baik. Vanilla tinggalkan dua saudarinya dan pilih duduk dengan bang Januar di ruang tengah.
Mentalnya sangat terguncang. Lebih baik Anetha sama Shiloh yang saling mengumpati dengan kata kasar juga adu fisik saling kejar, daripada pertengkaran dramatis seperti tadi. Bukan cuma matanya yang iritasi tapi telinganya ikut menderita.
Si Abang kondisinya lebih baik, sebab sedari tadi dia fokus ke laptop kerjakan revisian skripsi sambil dengerin lagu dengan volume kencang lewat headphone. Jelas keributan di dapur gak dia dengar.
"Apa?" Si Abang noleh waktu kabel headphone nya ada yang narik, dan langsung disuguhi wajah datar Vanilla.
"Curang! Gue hampir gila sedangkan Abang aman sentosa?!"
"Kenapa? Oh iya, makanannya udah jadi?"
Vanilla gak jawab, dia malah lempar tubuhnya ke sofa panjang, terus tutup kepalanya pakai bantal sofa.
Hari ini bunda sama ayah pergi ke kota sebelah buat hadiri pesta pernikahan koleganya ayah, dua harian lah. Dan karena bunda gak ada, mau gak mau mereka harus masak buat makan malam, sebab gak ada yang mau pergi keluar buat beli makanan. Bakan masakan juga banyak jadi ya dimanfaatkan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Khaiel: Little Trouble
General Fiction| Next of The Khaiel: Unsent Letters| "Ya namanya juga hidup. Gak hidup kalo gak ada masalah ya kan, biarin aja jangan terlalu di masalahin. Cukup okey itu masalah, beresin saat itu juga kalo bisa, dan kalo gak bisa cukup tunda buat sebentar jangan...