멀어 16

610 86 2
                                    

Pergi ke mana?”

Jay yang hendak beranjak dari tempat duduknya sontak menoleh pada Ningning. “Aula, di sana ada semacam penyambutan dan perkenalan.” Ningning di atas sofa masih sibuk bersandar. “Ingin ikut?” tanya Jay memastikan.

“Memangnya aku punya pilihan lain selain terus mengikutimu seperti pelayan?”

“Ayo.” Jay mengulurkan tangan agar Ningning mau bergandengan dengannya. Ningning menerima uluran tangan itu dan menggenggam tangan Jay erat sembari berjalan ke luar ruangan bersama-sama.

Ningning yang sejak tadi mengikuti semua perintah Jay hanya bisa mendecak risih saat beberapa orang berjejer dan menunduk hormat ke arah mereka yang berjalan tanpa peduli semua tatapan yang ditujukan. Belum sempat mereka sampai di tempat tujuan, seorang wanita cantik mengadang langkahnya. Dia bisa masuk, berarti sempat mempunyai hubungan spesial dengan suaminya.

“Jay.”

Jay pernah bercerita jika sebelum menikah, dia sudah banyak mengencani wanita-wanita selebritis. Wanita tadi mendekat ke arah Jay lalu menggandeng sebelah lengan lelaki itu dan mengabaikan keberadaan Ningning di sisi lainnya.

Jay ingin melontarkan penolakan dan menepis tangan itu, tapi lebih dulu Ningning yang bertindak dengan melepas pegangan tangan perempuan tadi dengan kasar hingga semua orang terdiam melihatnya. Jay pun ikut terdiam karena terkejut dengan reflek tubuh Ningning.

“Jauhkan tanganmu.” Ningning memberikan perintah tegas. Perempuan itu menatap Ningning marah.

“Apa hakmu? Dia kekasihku!” bentaknya.

“Lantas?” tantang Ningning berani. “Apa urusannya jika Jay adalah kekasihmu? Aku istrinya, aku berhak menegur perbuatanmu,” sarkas Ning membuat perempuan itu semakin marah.

“Jaga perilakumu,” ujar Jay dingin. “Ini kawasan kantorku, aku tak ingin ada keributan dan berita negatif.” Jay menoleh ke beberapa wartawan yang ikut duduk di bangku yang disediakan sambil sesekali mencuri-curi liputan.

Jay mengode dengan gerakan mata, menyuruh beberapa anak buahnya mengurus para awak media supaya hanya menyebarkan berita positif dan menutupi soal kedatangan pengacau. Ia mencengkram lengan itu kuat-kuat, sampai yang melihat pun tahu jika Jay tak main-main soal membela sosok baru di sampingnya.

“Ramai sekali,” gumam Ningning yang hanya terdengar di telinga Jay.

“Tetaplah tersenyum manis pada kamera, Ning. Jangan pedulikan tatapan mereka.”

Semuanya terasa tegang ketika Jay mulai berbicara tegas dan lantang menggunakan mikrofon. Suaminya itu mulai memperkenalkan diri secara resmi pada para karyawannya, kemudian menjelaskan apa saja visi misi perusahaan serta peraturan yang tak boleh dilanggar ketika menjejakkan kaki untuk bekerja di bawah rangkulan tubuhnya. Semua orang mendengarkan dengan seksama. Tak ada yang berani bicara sebelum dipersilakan untuk mengangkat tangan bertanya.

“Aku memantau semua kinerja kalian. Aku juga telah membuat keputusan siapa-siapa saja yang pantas dipertahankan dan juga harus disingkirkan sebelum jadi pengacau.” Jay berujar yakin.

Jay menoleh pada Ningning lalu mengulurkan tangannya. Bermaksud agar Ningning mendekat ke arahnya dan berdiri tepat di sisinya. “Ah, satu lagi.” Ia membetulkan letak poni rambut Ningning dan memegang pipi perempuan itu agar mendongak menatapnya.

Para wartawan itu mulai memfokuskan lensa kamera pada kehadiran Ningning di sebelah Jay. Kedekatan dan romantisme keduanya sungguh terlihat hangat dan penuh kelembutan. Seorang pengawal mana mungkin mendapat perhatian setulus itu.

“Berani menghina istriku sama saja seperti kalian menghina keluargaku.” Jay tersenyum lembut. Mengangkat punggung tangan Ningning untuk ia beri kecupan singkat.

Jay mempersilakan Ningning memberikan sepatah kata untuk memperkenalkan diri. Ningning balas tersenyum tipis, lalu dengan yakin mulai bicara menghadap ke seluruh karyawan Jay. Dalam hati ia terus mengumpat soal keputusan Jay memperkenalkannya pada publik. Pasti setelah ini wajahnya akan dikenali sebagian orang dan sulit jika suatu saat ingin kembali pada dunia yang penuh kegelapan. Jay harus bisa menanggung biaya hidupnya.

“Namaku Jeo Ningning.” Ningning mulai menatap satu-persatu dari mereka. “Aku tahu ini sangat tiba-tiba dan diluar nalar kalian. Aku juga berpikir begitu, Jay memang penuh kejutan.” Ia terkekeh.

“Kami baru saja menikah, belum ada banyak kisah untuk disampaikan pada kalian, tapi kami pasti akan melewati banyak masa-masa indah bersama. Satu hal yang pasti adalah kami bahagia karena saling mencintai. Mohon bantuannya.” Sebagai penutup Ningning mengatupkan tangan di depan dada dan tersenyum lebar menawan.

Hadap ke sini sebentar, Tuan.”

Banyak wartawan yang berebut meliput sekaligus melayangkan pertanyaan pada Ningning serta Jay. Mereka terus menekan tombol shutter seolah tak ingin terlewat satu detik pun momen dari dua orang yang tiba-tiba mendeklarasikan diri sebagai pasangan suami-istri di hadapan kamera.

Apa sebelumnya kalian telah saling menjalin hubungan sebelum menikah? Kami tak pernah mendengar atau melihat sosok istri Tuan Jay sebelum hari ini.” Seorang wartawan melayangkan pertanyaan.

Jay tampak berpikir jawaban yang sesuai, kemudian menjawab, “aku rasa semuanya mengalir begitu saja. Kami tak pernah menjadi sepasang kekasih, aku langsung mengajaknya menikah saat pertemuan ketiga kami.”

Apa yang membuat anda yakin bahwa Nona Ning masih lajang dan ingin menyusuri jenjang pernikahan dengannya?

“Ada banyak sekali alasan kenapa aku bisa serius dengan Ningning sampai berani mengajaknya bersama-sama ke tahap ini. Tak ada yang bisa aku katakan selain kalau aku bersyukur karena yang menjadi pasangan hidupku bukanlah orang lain.”

Bagaimana dengan latar belakang anda? Kenapa bisa Nona Ning yakin kalau Tuan Jay adalah orang yang tepat?”

“Kalau soal latar belakang itu sudah kupikirkan baik-baik. Ini privasi kami, ini pernikahan kami. Kalian cukup tahu kalau sekarang kami sudah menikah dan memberikan banyak doa-doa serta pujian. Sisanya biar kami yang tangani.”

Kira-kira apa kalian berencana untuk menghadirkan penerus sah? Apa akan ada tangisan bayi di rumah kalian?”

“Tentu saja akan ada tawa bahagia anak-anak. Sejujurnya sekarang pun kami sudah merencanakan segalanya dengan serius. Kalian akan segera mendapatkan kabar bahagia itu.”

Ningning mulai merasa lelah dan bosan. Manusia-manusia ini seperti serangga terbang yang berkerumun, jika dibiarkan terus maka bisa-bisa mereka akan terjebak berjam-jam dalam kubangan pertanyaan serupa. Ningning akhirnya memilih mendekati Jay dan memegang lengan lelaki itu manja dengan raut dibuat sepucat mungkin.

“Jay,” panggilnya dengan nada lemas yang palsu.

Jay dengan sigap menahan pinggang Ningning dari sisi belakang sebelum menutup pertemuannya dengan para karyawan serta media televisi ternama.

“Baik, aku rasa sudah cukup acara hari ini. Terima kasih sudah mendengar dan mau memahami. Silakan kembali pada pekerjaan kalian.”

•••

catatan:

Vote dan komennya jangan lupa! ❣️

Blind (멀어) ; angrybao [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang