멀어 25

473 61 8
                                    

Ningning masih sulit percaya bahwa dia memilih bertahan kembali, bahkan setelah mereka berdua menghabiskan satu ciuman panas, ia masih memikirkan apa sebenarnya alasan yang membuatnya pulang.

“Terakhir kali ciumanmu sangat payah, sekarang cukup membuatku kewalahan. Darimana kau mempelajarinya?” Ningning tertawa mengejek. Sebenarnya ciuman Jay dulu tidak begitu payah. Ia hanya berusaha mencari bahan perbincangan dengan suaminya sendiri.

“Katakan sekali lagi.” Jay tambah mendekatkan wajah mereka, nafas panas menerpa pipi Ningning ketika Jay bernafas. “Aku akan menciummu sampai pingsan. Memangnya siapa yang selalu menepuk pundakku ketika kehabisan nafas?”

Ningning melayangkan kecupan manis pada sudut bibir Jay, memegang rahang lelaki itu dengan jari lentiknya sebelum tersenyum tipis. “Katakan jika kau mencintaiku, maka aku akan tetap hidup untukmu.”

Bruk!

“Kau berhutang banyak penjelasan pada suamimu, Ningning.” Jay memperingati, lalu menciumi wajah sampai leher perempuan di bawah pelukan tubuhnya. Sang empu hanya tertawa kecil sambil memegangi pundak sang suami.

Jay menekan tubuh Ningning hpada sofa, tapi perempuan itu meringis dan mencengkeram erat bisep suaminya. Wajahnya berkerut menahan sakit ketika Jay sengaja menambah tekanan pada tubuhnya ke sofa. Detik berikutnya Jay membuat Ningning terduduk dan membuka kaus kebesaran yang dipakai perempuan itu dalam sekali tarikan. Ia berdiri dan berhenti tepat di belakang punggung istrinya. Helaan nafas panjang terdengar sebelum Jay kembali ke tempat sebelumnya serta memeluk tubuh ringkih Ningning dalam dekapan hangat.

“Apa sakit? Kenapa kau diam saja? Apa artinya aku bagimu, Ningning?”

Ningning memilih diam. Jay mengambil ponsel di atas meja lalu menelfon Nicholas agar memanggil seorang dokter untuk mengobati luka basah istrinya. Raut wajahnya terlihat datar, tapi siapapun yang mendengar cara Jay bicara lewat sambungan telepon pasti bisa menyimpulkan jika lelaki itu sedang khawatir.

“Siapa yang melakukannya?” tanya Jay membelai rambut Ningning. “Jika kau meminta, aku akan membawa kepalanya untukmu. Katakan saja.” Ia menggenggam jemari tangan Ningning dan menumpukan kedua tangan mereka yang saling bergenggaman di atas paha perempuan itu.

“Ini hanya luka kecil, kau tak perlu mencari siapapun. Cukup diam di sini dan yakinkan aku kalau kita berdua pantas hidup lebih lama.” Ia menyandarkan kepala dan mencari posisi nyaman bertumpu pada tubuh Jay. Suaminya itu bisa mencium rambutnya dari jarak sedekat ini.

Jay sungguh teringin bertanya lebih jauh soal kepergian Ningning dua minggu belakangan. Ke mana saja istrinya pergi? Apa yang dilakukan Ningning saat menghilang? Siapa yang membawa perempuan itu dari restoran? Bagaimana bisa Ningning kembali dengan berbagai luka di punggungnya?

“Kau tahu? Aku mabuk setiap hari karena memikirkanmu.” Jay merangkul pinggang ramping Ningning dari samping, namun tetap berhati-hati karena tidak ingin tambah melukai punggung perempuan itu. Dia berbisik sensual.

“Dasar alkoholik.”

“Dasar pecandu.”

Mereka saling menghina perangai buruk masing-masing lalu tertawa bersama seperti hal yang dikatakan adalah hal biasa dan bukan sesuatu yang patut diambil perasaan. Ada banyak sekali alasan mengapa takdir seolah mempertahankan garis mereka berlabuh di satu kesempatan. Kenapa Tuhan harus repot-repot menyatukan sisi gelap manusia jika tidak memiliki maksud tertentu, bukan?

Perbincangan singkat antara pasangan itu terhenti tatkala pintu diketuk tiga kali dari luar disusul suara laki-laki yang mengaku sebagai dokter baru suruhan Nicholas. Jay meneriakinya agar masuk saja ke dalam, lalu dokter itu mulai menjejakkan kaki menuju Jay dan Ningning di sofa. Sebelumnya Jay sudah mengatur agar sofa itu menjadi seukuran tempat tidur yang nyaman.

Blind (멀어) ; angrybao [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang