“Jay!”
Entah sudah berapa kali Ningning memanggil nama Jay, tapi lelaki itu masih enggan beralih dari ponsel. Jay benar-benar mengabaikannya.
“Astaga, jika kau marah karena aku membunuh orang di hari pertama kita pergi berkencan, aku minta maaf. Sekarang jawab kita ingin pergi ke mana lagi, sialan!” Ningning terus mengoceh sepanjang perjalanan.
Nihil. Jay tetap tak menggubrisnya sama sekali, padahal Ningning yakin Jay mendengar rengekannya. Akhirnya Ningning menyerah, ini semua mulai terasa membosankan. Oh, memang sedari hari pertama mereka menikah pun sudah membosankan.
“Apa menyenangkan?”
Suara Jay menghentikan gerutuan Ningning. Ning diam dan menaikkan alis bingung, apa maksudnya?
“Apa kau suka bersenang-senang dengan cara murahan seperti itu?” tanyanya lagi untuk kedua kali. Pertanyaan itu membuat Ningning menggigit bibir bagian dalamnya gugup.
Jay memberhentikan mobilnya di sebuah perempatan jalan yang sepi dan hanya diterangi cahaya lampu temaram. “Apa kau memang selalu mempergunakan tubuhmu hanya demi uang?”
Saat mendengar itu, Ningning langsung mengepalkan tangannya.
“Jangan mengelak. Aku sudah tahu semuanya sekarang.”
Ningning yang tadinya sedang menoleh ke luar jendela mobil sontak berbalik menghadap Jay. “Pertama, biar kuberi tahu kau, bahwa aku sama sekali tak pernah menjual tubuhku pada orang-orang itu. Hanya kau, hanya seorang Jay Wen yang begitu berani melakukannya lalu tiba-tiba mengajakku menikah.”
Ya Tuhan, sekarang Ningning benar-benar hilang kontrol. Kilatan emosi terlihat dari matanya yang menatap tajam ke arah Jay.
“Kedua,” ucap Ningning langsung ketika melihat Jay ingin menginterupsi. “Aku memang rendah. Aku hanya anak yang lahir tanpa keberuntungan sampai-sampai harus menyembah seseorang untuk bertahan hidup. Meski aku tak punya siapa-siapa, tapi setidaknya aku punya tubuh ini.”
“Terakhir.” Ningning menginterupsi sebelum sempat Jay menyela lagi. “Apa kau malu punya istri seorang pecandu, Jay? Seharusnya begitu, karena dari awal pun kau sudah menganggapku rendah.”
Ningning mengakhirinya dengan senyuman dingin, lalu sesegera mungkin membuang muka.
Tanpa bicara apapun lagi, Jay memilih untuk lanjut mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang tergolong tinggi. Membelah jalanan gelap dengan raut wajah yang tak bisa diartikan. Hanya ada keheningan sepanjang perjalanan. Baik Ningning ataupun Jay sama-sama memiliki ego tinggi untuk sekedar meminta maaf.
•••
Dengan susah payah, Ningning tetap memasang senyuman. Jay membawanya ke tempat membosankan lain yang hanya diisi orang-orang sok keren dan berkuasa, menurutnya.
Band mulai bermain lagi, memainkan nada yang pelan dan romantis. Beberapa orang terlihat mengobrol santai sembari menikmati lantunan lagu. Ningning terdiam sewaktu ada tangan yang menyentuh bahunya.
“Aku ingin dansa yang ini.” Itu sebuah perintah yang kasar, dan jelas bukan undangan sopan yang biasa ditawarkan para pria kepadanya.
Ya, Jay memang bukanlah pria kebanyakan.
Ningning sadar, Jay tak memberinya banyak pilihan. Ia bisa menolak, tapi kemudian Jay yang merupakan seorang manipulatif pasti ingin mengetahui alasan penolakannya.
“Satu dansa.” Ningning menyetujui dengan suara pelan, mengangguk dalam gerakan yang diharapkannya terlihat sedikit berkelas.
Ningning berbalik menghadap pria itu, mencoba menguatkan diri menghadapi dampak dari menatap lurus bilah mata hitam legam tersebut, tapi sekuat apapun usahanya tidaklah cukup. Setiap kali mata mereka bertemu, Ningning tahu kalau sebenarnya Jay memiliki ketertarikan dengan dirinya. Ningning menaruh dua telapak tangannya pada dada bidang Jay, merasakan debaran jantung yang meningkat hanya karena beberapa sentuhan kecil.
Jay itu tampan, sudah pasti. Tulang pipi kuat, batang hidung panjang, dan rahang yang seperti dipahat. Suaminya pasti akan menarik perhatian banyak wanita. Terlebih mata elangnya mengukuhkan sisi kasar dan berbahaya dari wajahnya, dan tentu menjadikannya lebih menarik.
Sambil melingkarkan lengan ke pinggang Ningning, Jay membimbing mereka ke lantai dansa. Hangat. Ningning menelan ludah dan mempertahankan senyum samarnya sewaktu mereka mulai berdansa. Ia berusaha menjaga jarak yang berharga di antara mereka. Namun, Jay selalu menariknya lebih dekat.
“Aku sudah memberikan tamparan telak padamu. Istrimu ini pecandu, kau masih mau berdansa dengannya?” Ningning mengalungkan tangan ke leher Jay, terkesan menggoda.
“Lalu?” Jay meniadakan jarak mereka dan menghirup aroma wajah Ningning. “Pecandu atau bukan, kau tetap istriku.”
Pria itu bergerak dengan mudah dan luwes, yang agak mengejutkan untuk pria seukurannya. Ya, seorang yang dimaki arogan dan angkuh ternyata bisa menjadi partner dansa yang memukau. Bibir Ningning membuka sewaktu ia menarik napas cepat. Kemudian pria itu menggerakkannya lagi, memimpinnya mengelilingi lantai dansa.
Tatapan Jay mengarah pada bibirnya, lalu sorot matanya tampak memanas. “Menurutku, kau berhutang beberapa penjelasan.” Suaranya pelan dan lembut.
Alis Ningning naik. “Apa?” Ia merasa tak berhutang apapun pada pria ini. Mereka belum sedekat itu untuk saling menjelaskan kehidupan masing-masing.
“Ceritakan padaku soal Ethan,” katanya.
Ningning sadar Jay baru saja menggunakan triknya. Sewaktu mengatakan kalimat tersebut, tiba-tiba Jay memposisikan bibir mereka menyatu. Hanya saja, benarkah Jay baru saja menciumnya di depan banyak orang? Rasanya begitu. Dan, lidah pria itu– apakah Jay baru saja ... menggerakkan lidahnya agar bermain lebih panas?
Bulu lengannya meremang karena kaget sekaligus malu. Jay masih sibuk menyesap bibirnya dan membelitkan lidah mereka ... astaga, tolong sadarkan Jay jika perhatian orang-orang sekarang mengarah pada mereka berdua!
Musik berhenti. Sungguh mujur. Syukurlah.
Ningning berusaha menjauh dari jangkauan Jay, tapi pria itu menolak untuk melepaskannya. “Aku mohon Jay, lepaskan tubuhku. Tempat ini aman, aku tak akan menghilang ditelan keramaian.”
“Apa kau yakin soal itu?” tanya Jay.
“Ya,” desis Ningning.
Terdengar erangan di ruang pesta. Darah Ningning langsung berubah sedingin es.
Jay, yang tadi itu suara Jay!
Tatapan Ningning langsung tertuju ke berbagai arah. Di sana, di dekat tangga. Sekali lirik saja Ningning langsung tahu alasan Jay bersimpuh. Sejumlah pria mengenakan pakaian hitam dan topeng setengah wajah serta membawa pistol mengepungnya. Salah satunya menodongkan pistol ke arah Ningning. Sisa yang lain menyebar, maju ke arah para tamu yang tidak membawa senjata.
“Kalau ada yang bergerak,” seru orang yang menyandera Ningning, “kubunuh dia.” Dia tak memiliki aksen orang Amerika ataupun Australia.
Ningning bergerak maju selangkah mendekati Jay, pistol semakin dimajukan pada kepalanya. Namun, bukan Ningning namanya kalau merasa takut dengan ancaman senjata api.
“Aku tidak akan membiarkan mereka membawamu,” ujar Jay bangkit berdiri. Kepalanya terasa berkunang karena efek tembakan bius.
Ningning mengambil napas panjang. “Aku di sini, kenapa kalian malah mengurus para tamu lain?”
Jay mengumpat. Sial sekali dia malah tak membawa satu pun pengawal saat pergi ke tempat ini. Ia kira justru di tempat pertamalah yang lebih berkemungkinan Ningning kabur, atau terjadi hal buruk. Ternyata mereka mengincar saat ia lengah.
Hanya saja pada detik berikutnya pistol itu malah diarahkan ke dada Ningning, tepat di titik jantungnya ... membidik tanpa ada keraguan.
•••catatan:
Pelan-pelan mulai meluas kabar pernikahan Jayning karena tingkah Jay yang gak tau malu di depan umum :)
![](https://img.wattpad.com/cover/356990331-288-k6455.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind (멀어) ; angrybao [✓]
Ação"Pecandu yang kau hina barusan adalah istriku." *** Selain bertugas sebagai agen sindikat penjualan obat-obatan terlarang, Ningning juga lihai dalam hal mengiris daging setipis mungkin. Tak peduli apakah itu daging ikan, sapi, atau manusia sekalipun...