멀어 8

690 91 5
                                    

Ningning termenung. Dia benar-benar menikah dengan Jay secara sah di hadapan Tuhan.

Ningning kira perjanjian kontrak menikah berarti mereka hanya berpura-pura menikah, dan tentu tidak mengucapkan janji suci serta tak perlu membuat dokumen-dokumen pemindahan yang merepotkan. Ini semua tidak benar.

Saat pernikahan baru saja selesai, mereka beranjak menuju suatu tempat. Ningning diperkenalkan secara resmi dengan saudara tiri laki-laki Jay. Kalau tidak salah namanya Jun, Junhui Wen. Umurnya selisih 11 tahun dari Ningning, dan tiga tahun dari Jay. Dalam artian lain, Jay terpaut 8 tahun dari Ningning. Perbedaan yang cukup jauh, tapi apa boleh buat. Ningning sudah terperangkap dalam panggung teater keluarga ini.

Pernikahan mereka berlangsung cepat sejak insiden Ningning yang menginjak kertas perjanjian. Saat itu mereka tak punya banyak waktu. Setelah selesai mengucapkan janji suci dan mendapat sambutan dari pendeta sebagai pasangan suami-istri, Jay langsung pergi bersama beberapa pengawal kepercayaannya. Ningning jelas mengingat perkataan Jay sebelum 'pamit' pergi sebentar.

"Tunggu aku di rumah. Terima kasih sudah mau diajak bekerja sama, sisanya biar aku yang urus." Jay menyamakan tingginya kemudian mencium kening Ningning sekilas. "Saat aku kembali nanti, kita melakukannya sampai pingsan, deal?"

Sekepergian Jay, yang mengawasinya sekarang adalah Niki. Pemuda Jepang kurang ajar itu selalu saja mengusiknya. Rasanya jika saja tangannya tidak terborgol, Ningning tak akan segan menghajar dengan niat membunuh. Dasar curang! Mereka tak memberi kesempatan bagi Ningning melarikan diri.

Kira-kira begitulah cerita singkat asal-usul perubahan marga Ningning. Dari Jeo Ningning, menjadi Wen Ningning dalam catatan kependudukan.

"Hei, Niki. Sudah lepaskan saja. Aku yang akan bertanggungjawab jika dia kabur."

Kakak iparnya, Jun, bicara pada Niki seraya melepas perban di pergelangan tangannya. Padahal lukanya masih basah, dan mengeluarkan darah kental. Kelihatannya itu luka baru yang disebabkan oleh gesekan aspal.

"Kau ini pembalap?" tanya Ningning duduk di samping Jun.

"Bukan begitu." Jun sadar kalau Ningning menebak dirinya pembalap karena luka ini. "Sebelum kedatangan kalian tadi, aku sebenarnya sedang ada di suatu tempat."

"Ternyata kau yang menjadi kandidat korban Jay selanjutnya ... menarik."

DUAGG!

"Aku tidak tertarik, terima kasih." Ningning menarik rambut Jun dan membenturkannya ke atas meja di depan sofa yang mereka duduki. Masih dengan tangannya yang terborgol besi.

Jun tertawa sinis. "Vivian, kelemahanmu adalah ...."

PRANGG!

"Serangan jarak dekat," ujar Jun seraya melempar vas bunga di atas meja. Vas itu berhasil mengenai kepala Ningning dan pecah berhamburan ke lantai marmer di bawah kakinya.

"Tidak adil. Tanganku masih diborgol, sedangkan kau tidak." Ningning mengelap darah pada keningnya dengan susah payah. Dia tidak meringis sakit begitu darah kental mengaliri wajahnya. "Kau tidak tahu apapun."

Jun berdiri. Menatap Ningning dari atas sampai bawah dengan tatapan menilai. Stamina yang kuat, pertahanan diri yang lumayan, tapi sayangnya dia memiliki reflek yang rendah terhadap serangan.

"Anggap saja kita seri." Dia menunjuk luka di kepalanya. "Kita sama-sama terluka di kepala."

"Mana sudi aku seri dengan orang sepertimu." Ningning mendecih sinis.

Jun menoleh lagi ke arah Niki, pemuda itu duduk tenang menghadap mereka berdua sambil memakan kue yang ada di atas meja. Sebelumnya tadi Jun sendiri yang mengode pada Niki agar tetap diam dan tidak melerai. "Buka borgolnya. Aku akan mengajak Ningning ke taman belakang."

Begitu borgolnya telah dibuka, Ningning langsung meninju wajah Niki karena terlanjur kesal. "Sialan sekali kau berani menatapku seperti itu. Kalian semua orang sinting!"

Kalau saja tangan Jun tidak menahannya, maka Niki pastikan akan membuat Ningning menarik kembali perkataannya barusan. "Sudahlah Niki ... wajar kalau dia begitu, pasti Ningning kaget karena tiba-tiba menjadi istri Jay."

"Pergi sana. Kami tak perlu dikawal." Jun mengusirnya.

Mereka berjalan beriringan menuju taman yang terletak di bagian belakang mansion Jun. Perjalanannya cukup lama, aura di sekitar mereka juga terasa canggung. Atau, memang hanya itu yang Jun rasakan. Ningning terlihat biasa saja dengan tampang acuh menghadap ke depan. Tidak terlihat gelagat mencurigakan pertanda perempuan itu ingin mencari celah kabur.

"Kenapa diam? Jika kau sedang menyiapkan rencana untuk kabur, sebaiknya kubur mimpi itu dalam-dalam. Kau tak akan pernah bisa lari dari jeratan kami." Jun berhenti. Mereka sudah sampai.

"Selamat datang di rumahku, adik ipar." Jun menekan dua kata terakhir. "Sebentar lagi Jay akan pulang setelah membereskan hal kecil yang membuatmu harus terjebak dalam sandiwara ini. Jadi, aku mohon kerjasamanya."

Ningning tak ada niat untuk menjawab perkataan Jun. Dia bersedekap dada sambil menatap lelaki itu malas. "Maksudmu, aku benar-benar tak bisa kabur dan harus menjadi istrinya selama enam bulan ke depan? Sialan, padahal aku sangat sibuk."

"Sibuk membunuh orang-orang yang tak memiliki dosa denganmu?" sahut Jun.

"Jangan berpura-pura suci. Kelakuanmu jauh lebih buruk dari pekerjaanku," balas Ningning. Tangannya mencabut sebuah bunga yang ditanam di dekatnya. Ningning berjongkok sembari memegang tangkainya yang berduri.

"Kau terlalu meremehkan bunga yang cantik sehingga tak menyadari apa yang ada di bawah kelopak indahnya."

Ningning tersenyum tipis sebagai balasan perkataan Jun. Jari telunjuknya tertusuk duri tajam, aliran merah itu jatuh ke tanah. Dia membawa setangkai bunga pada Jun, dan memaksa agar lelaki itu mau menggenggamnya.

"Duri-duri kecil bukanlah masalah. Mereka akan membuat luka, tapi akibatnya tidak pernah fatal. Seperti halnya duri, kalian pun hanya akan terus melindungi dan ada di bawah pesona keindahan sang bunga, sampai bunga itu mati."

Ningning tertawa manis dan menoleh ke belakang Jun. Lebih tepatnya ke arah seseorang yang baru saja tiba dengan setelan tuksedo putih yang penuh bercak merah. Jay pulang, tangannya masih setia menggenggam sebuket bunga mawar merah muda yang isinya juga telah ternodai darah basah.

"Bukankah begitu, suamiku?"

•••

catatan:

Mari ucapkan kata 'selamat datang' pada Ningning karena telah resmi jadi bagian keluarga Wen~

Blind (멀어) ; angrybao [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang