멀어 28

409 44 1
                                    

Benang-benang merah menyulap langit kelam yang tak disinari cahaya mentari. Jay membuka mata dengan harapan baik yang bisa ia panjatkan pada sang pemilik alam semesta. Sayangnya, tak ada harapan baik yang ia inginkan, semuanya berjalan memuakkan ketika ia menyambut pagi.

Sudah seminggu berselang sejak insiden penembakan sang Ayah. Sekarang tibalah hari dimana Jay menanggung semuanya. Hari ini Jay akan diperkenalkan secara resmi sebagai penerus utama seluruh aset dan bisnis keluarga Wen. Jun hanyalah peran sampingan bagi sebagian besar orang, tapi bagi Jay, kakaknya itu justru adalah lead male dalam drama ini.

Jun selalu mengusahakan yang terbaik, itu fakta. Jun membantu kinerja Jay dari balik layar tanpa ada media yang meliput kesehariannya, dan Jun juga yang rela terbang ke banyak negara untuk menggantikan posisi Jay yang sedang sibuk dengan urusan sekolah.

“Kau gugup, Nak?”

“Tidak.”

“Bagaimana dengan Ibu? Apa tidak lelah atau mengantuk?” Jay balas bertanya khawatir. Meski Ibunya sangat keras dalam mendidik, tapi hanya Ibunya yang tetap berada di sampingnya saat kondisi terburuk sekalipun.

“Jangan khawatirkan Ibu,” jawab Nyonya Wen tersenyum kecil. Wajahnya terlihat muda dan bercahaya. Sama sekali tak ditemukan hilangnya kecantikan dan daya pikat dari tutur bahasanya.

Hari ini Ibu Jay memilih pakaian berwarna gelap sebagai ungkapan kesedihan atas kepergian suaminya. Meski begitu, kesan anggun tetap melekat kuat dari tiap gerakan dan lekukan kecil tubuhnya yang terekspos. Satu langkah kakinya mendebarkan jiwa siapa saja yang mendengar, aksen bicaranya terdengar jelas dan lugas.

“Semuanya akan berjalan dengan baik. Meski Ayah tidak bersama kita lagi, ada Ibu dan Jun yang selalu berada di tiap prosesmu. Kami bersedia menjadi apa pun saat kau kesulitan.”

“Jay, ingat kata-kata Ibu, ya.” Ia mengangkat satu tangannya dan memegang pucuk kepala anak yang berasal dari rahimnya. “Suatu saat, ketika Jay sudah siap, kau akan melangkah untuk mengurus semua yang ada di perusahaan. Tanpa Ibu, tanpa Jun. Kau akan melakukan semuanya di keluarga kita, seperti yang dilakukan Ayah.” Jemari terbalut nail art marune itu bergerak turun mengusap pundak Jay.

Jay mengulum bibirnya ke dalam dan menatap mata Ibunya ragu. Berbagai pertanyaan menyeruak dalam kepala namun urung untuk disampaikan secara lisan sebagai upaya pembelaan diri. Ia hanya bisa menunduk dan mengangguk tipis untuk formalitas.

“Jay adalah satu-satunya harapan Ibu dan Ayah.”

“Baik, Ibu.”

Mereka saling melempar senyum satu sama lain, meski terlihat canggung dan terlalu formal untuk disebut sebagai keluarga. Ibunya menuntun Jay agar melangkah bersama menapaki jalur karpet merah yang telah tersedia, pengawal membukakan pintu berlapis kaca tersebut dan menunduk hormat ketika Jay serta Nyonya Wen berjalan bersebelahan sepanjang derap kaki menuju tempat konferensi.

Cara berjalan Jay terlihat percaya diri dan terlatih. Ia sudah terbiasa melakukan kamuflase ketika berada di depan kamera, sehingga sosoknya selalu terlihat baik dan berbudi pekerti. Tak ditemukan kegugupan atau kesan kaku ketika ia memasang wajah ramah pada tiap-tiap karyawan yang menyebutkan namanya.

Di sebelah Jay, Nyonya Wen juga terlihat sama berwibawanya. Namun, sang Ibu lebih terlihat tegas dan ketus. Wajahnya datar dan tak memberikan senyuman pada tiap orang yang dilewatinya. Sosoknya memang seperti itu, bukan karena sombong, tapi memang Ibu Jay lebih berpikir realistis dibanding suami atau anaknya.

Begitu mulai memasuki kawasan yang dipenuhi media lokal dan tamu-tamu kehormatan lainnya, mereka langsung disambut jepretan kamera dan orang-orang yang berdiri sebagai penghormatan kedatangan tuan rumah. Karpet merah masih membentang sebagai jalur menuju podium. Ibu Jay mengambil tempat di hadapan mikrofon dan Jay berdiri di sisinya dengan kedua tangan yang dijadikan satu ke depan, memandang ke sekeliling dengan raut bersahabat.

Nyonya Wen, apa ada kabar terbaru soal kasus pembunuhan Tuan Ilsung?” Satu wartawan televisi begitu gatal dan haus akan informasi terbaru yang pastinya akurat berasal dari sumber.

“Saat ini, saya tak bisa memberikan informasi apapun. Pihak berwenang khawatir itu dapat mempengaruhi penyelidikan.”

Apa benar penyerangan pada Tuan Ilsung dimotivasi oleh konflik bisnis dari dunia bawah tanahnya?”

“Benarkah begitu?” Sudah menjadi rahasia umum jika keluarga Jay terlibat dalam persaingan ketat ekonomi bayangan. Pengusaha-pengusaha tersohor biasanya memang memiliki orang-orang tersendiri di dunia bawah yang gelap.

“Konflik bisnis macam apa itu? Saya penasaran mendengarnya. Jika kalian punya informasinya, tolong serahkan pada pihak terkait.”

Seorang pemimpin tentu punya seribu macam cara memutar balikan fakta sebenarnya. Lewat rentetan kalimat persuasif yang menggiring opini publik, mereka bisa dengan mudah bersikap manipulatif dan mempermainkan kebenaran.

Bagaimana dengan masa depan bisnis?”

“Siapa yang akan menjadi CEO selanjutnya setelah Tuan Ilsung? Tolong beritahu kami.”

Setelah pertanyaan itu mengudara, sorak para tamu undangan pun mulai pecah. Mereka saling berbisik guna mempertanyakan kesanggupan dari seseorang mengemban tugas penting sebagai pemimpin utama seluruh cabang perusahaan. Apakah itu Junhui yang kabarnya sempat mereka dengar beberapa kali? Ataukah justru anak bungsu keluarga Wen yang baru berusia tujuh belas tahun di depan sana?

Nyonya Wen akhirnya mengulas senyuman, itu pun saat wajahnya tertoleh menatap mata anak kesayangannya untuk memastikan sesuatu. Jay balas mengangguk singkat sebagai kepatuhan, menyanggupi dan mempersilahkan sang Ibu untuk mengumumkan apapun yang membawa serta-merta namanya sendiri.

“Saya Catharina Wen, mengumumkan bahwa anak semata wayang kami, Jay Wen, akan mengambil alih posisi Chief Executive Officer pada setiap perusahaan setelah Tuan Ilsung.” Ia mengulurkan tangan pada sosok Jay.

Jay yang mengerti pun langsung menjabat tangan Ibunya dan berdiri menggantikan Catharina di depan podium. “Saya Jay Wen, penerus bisnis Tuan Ilsung. Usia saya baru tujuh belas, tapi saya yakin dan mampu menggantikan seluruh tanggung jawab Ayah saya dengan segenap keberanian dan rasa percaya diri. Mohon bantuannya.”

Gelora tepuk tangan mengharu-biru ketika Jay memperkenalkan diri secara resmi sebagai kepala pemimpin baru perusahaan. Wartawan dan reporter langsung mengambil langkah maju mendekat pada Jay dan mengarahkan lensa kamera pada lelaki yang tersenyum menawan dan melambaikan tangannya secara terhormat itu.

Tombol shutter terus ditekan sementara cahaya flash berebut masuk dalam retina. Grasak-grusuk manusia yang melayangkan beragam pertanyaan tak bisa lagi ia dengar. Jay terlampau muak, tapi yang bisa ia lakukan hanya membeberkan senyuman dan raut wajah penuh keterbukaan.

Sedari kecil Jay terdidik salah. Ia sudah terbiasa dikekang dan mengurus semuanya sendiri, sehingga saat mendapati dirinya di masa depan jatuh cinta dengan seseorang yang tak punya belas kasih malah akan semakin membuatnya menjadi sosok yang tak dikenal siapapun lagi. Hanya akan ada kegilaan—

—dan juga pertumpahan darah sejauh mata memandang.

Flashback off

•••

catatan:

Kilas balik masa lalu Jay saat usia belasan udah selesai dan gak akan ada lagi, karena fokus utama kita bakal ke klan Koga (keluarga Ning) dan pernikahan JayNing. Chapter depan Mama Catharina bakal ketemu menantunya 🔥

Blind (멀어) ; angrybao [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang