멀어 17

525 78 8
                                    

Beberapa saat lalu Jay pamit keluar menghadiri tiga rapat penting yang jadwalnya berhimpitan, kalau menurut pengakuan lelaki itu seharusnya masih sekitar dua jam lagi sebelum Jay kembali. Waktu yang lumayan untuk pergi berkeliling kantor untuk memperhatikan kerja para karyawan dari tiap divisi, meski Ningning sendiri tidak tahu apa tugas pokok mereka.

Ningning merasa bosan karena terus berdiam diri di dalam ruangan Jay. Sekarang belum saatnya makan siang, tapi Ningning merasa lapar. Tadi pagi sebelum berangkat ke sini mereka hanya sarapan roti isi daging dan susu. Wajar jika sekarang ia merasa ingin makan sesuatu, bukan?

Ningning memperhatikan penunjuk arah yang tersebar di tiap lantai gedung ini. Ia harus ke lantai dasar dan keluar sedikit untuk mendapatkan makanan berat, bukan sekedar camilan. Di satu area dengan kantor Jay kira-kira ada beberapa restoran Jepang. Mungkin Ningning akan mencoba salah satunya sekarang, ia sedikit penasaran dan ingin sesekali keluar tanpa penjagaan.

Sebelum turun Ningning sudah melepas blazer birunya dan menggulung lengan kemeja dalamannya sampai sikut. Ia juga memakai masker saat memasuki kawasan restoran dan langsung menempati meja yang masih tersedia di sudut ruangan. Ia mengambil daftar menu, kemudian mulai membaca dalam hati satu-persatu isinya.

Saat sudah menentukan apa yang akan ia beli, Ningning menekan sebuah tombol yang ada di atas meja dan secara langsung akan ada seorang pelayan yang datang untuk mencatat pesanannya. Dari aksen khas pelayan, Ningning menduga kalau dia berasal dari Hokkaido.

“Biar saya ulangi pesanannya. Satu nihonshu, mini okonomiyaki, negiyaki, dan segelas chamisul. Ada lagi yang ingin ditambah, Nona?”

“Tambah peach sawa.” Ningning berkata, lalu menutup buku menu tersebut. Dengan begitu pelayan tadi meninggalkan mejanya dan memberikan catatan pesanannya pada yang bertanggungjawab di bagian dapur. Ningning hanya perlu menunggu sampai makanannya tiba.

Mungkin ia tak sadar, tapi ada beberapa orang yang sejak awal sudah menaruh atensi lebih pada sosok Ningning yang duduk sendirian. Mereka hanya tahu kalau Ningning adalah istri biliuner terkenal, bukan seorang pembunuh bayaran apalagi pecandu obat-obatan. Semuanya akan berjalan lancar sampai enam bulan ke depan, dan setelahnya Ningning akan kembali pada rutinitas sehari-harinya.

Panggung drama ini akan mendapat banyak tepukan tangan karena keindahannya. Bukankah menurut kalian juga seperti itu?

•••

Jarum jam menunjukkan pukul delapan malam, dan hampir tak ada tempat bagi kedua pasutri ini menghabiskan waktu makan malam berdua di pusat keramaian kota. Sebuah pasar malam diselenggarakan sampai tengah malam nanti. Ningning memaksa Jay supaya mau ikut dengannya mengunjungi pasar malam tersebut.

Jay menolaknya mentah-mentah, memilih untuk merekomendasikan banyak pamflet restoran bintang lima sebagai tempat mereka dinner berdua, tapi bukan Ningning namanya jika tunduk begitu saja. Terbukti dengan sekarang malah Jay yang mengikuti kemauannya berjalan-jalan di sepanjang pasar malam. Apa yang dia mau, pasti akan dia dapatkan. Mudah bagi Ningning dalam merayu Jay.

Suara orang-orang yang meramaikan pasar malam terdengar saling bersahutan, canda tawa anak-anak yang ikut orang tua mereka juga tak kalah menarik untuk didengar sepanjang perjalanan. Sebagai pembuka malam, Ningning berbelok pada toko yang menjual gyoza dan hanya memesan satu porsi untuk dirinya sendiri.

“Apa bisa pembayaran bisa lewat kartu atau semacamnya?” tanya Ningning memastikan.

Penjual itu menyodorkan sebuah kode QR supaya mereka bisa melakukan pembayaran digital. Ningning menoleh ke arah suaminya, Jay menghela napas pendek dan berusaha tersenyum saat menghadap sang penjual untuk membayar. Meski itu sia-sia karena wajahnya ditutupi masker putih.

Malam ini Ningning yang memilihkan baju untuknya. Perempuan itu hanya memberikan sebuah kaus lusuh berwarna merah, sebuah topi yang senada, lalu celana bahan panjang abu-abu yang longgar. Sedangkan Ningning sendiri hanya memakai celana hitam di atas lutut, serta kaus putih dengan sebuah sketsa anime di sisi belakang.

Setelah Jay telisik lebih jauh, ternyata Ningning benar-benar fasih berbahasa Jepang. Sedari tadi saat mereka berhenti pada tiap kedai penjual makanan atau minuman, pasti Ningning selalu mengucapkan pesanannya dengan aksen lokal, juga berbasa-basi perihal rasa makanan pada sang penjual.

Jay bisa mengartikan beberapa kata dari ucapan Ningning, paling banyaknya adalah ketika penjual mulai bertanya siapa sosok di belakang Ningning dan perempuan itu selalu menjawab. “Dia suamiku.” Tak bisa dipungkiri bahwa Jay merasa sedikit ... senang? Ya, karena setidaknya Ningning mau mengakui statusnya.

“Aku hanya bisa melihat makanan sepanjang jalan, dan juga peramal garis tangan. Mereka berjejer membuatku sakit kepala.” Jay mengadu sambil mendecak di akhir kalimat. Ningning mencubit pinggangnya.

“Berisik, bangsat. Jangan merusak mood makanku dengan gerutuanmu.”

Ningning melayangkan tatapan setajam silet. Jay terdiam di sampingnya karena Ningning mencengkram lengannya menuju satu kedai crepe yang cukup terkenal di daerah itu, lalu Ningning membawa mereka ikut mengantri.

“Permisi, menu apa yang paling populer akhir-akhir ini?” Ningning bertanya dengan pelafalan yang sangat bagus, seolah perempuan itu telah terbiasa dan tinggal cukup lama di dalamnya.

Penjual itu menunjuk tiga menu yang akhir-akhir ini sangat populer dikalangan anak muda. “Kalau begitu, aku mau masing-masing satu dari mereka berdua.” Ningning memilih dua di antara tiga menu yang ditunjukkan.

“Terima kasih. Wah, kelihatannya enak sekali.” Ia memuji sebelum berbalik pada Jay dan memberikan salah satu crepe di tangannya.

“Lihat, ada es krim vanila dan potongan stroberi segar.” Ningning mengangkat sesendok bagian yang telah ia sebutkan.

Jay membuka maskernya, mengode agar Ningning mau menyuapinya, tapi perempuan itu malah mengalihkan pandangan ke arah lain. Jay yang kelewat gemas akhirnya memeluk Ningning dari sisi belakang sambil sesekali mencuri kecupan di pipi perempuan itu. Lagipula orang-orang di sini cenderung tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan.

“Jay, sial. Berhenti menciumi pipiku!” Ningning berusaha menjauhkan kepala Jay dari pundaknya. Rasanya geli.

“Kau ingin aku mencium bibirmu? Ke sini, aku akan melakukannya sebanyak yang kau mau.” Saat Jay memajukan wajahnya kembali, Ningning secara paksa melepas pelukan suaminya. Ia melirik cemas sekitar, lalu tergesa mengalihkan topik pembicaraan.

“Kau dengar? Orang di belakang kita sekarang juga menanyakan hal yang sama sepertiku, ‘apa menu favorit di sini?’ sepertinya banyak pengunjung baru.” Kemampuan Ningning dalam melakukannya perlu mendapat penghargaan simbolis.

Jay manyahut malas. “Sekarang mau ke mana lagi?” Akhirnya pertanyaan itu muncul setelah sekian lama perjalanan.

“Sekarang kita akan makan malam~”

•••

catatan:

Bisa dibilang ini pertama kalinya mereka keluar berdua, quality time tanpa penjaga. Udah mulai nongol manis-manisnya, tapi biasanya sih abis itu langsung dibikin nangis.. 🤔

Blind (멀어) ; angrybao [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang