Blurb :
Menjadi anak pertama bukanlah hal yang mudah, hampir semua tanggungjawab dibebankan di atas pundaknya.
Anak pertama harus menjadi panutan untuk adik-adiknya, bahkan harus menjadi pengganti kepala keluarga saat sang ayah telah tiada.
Ilham, l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anak remaja berusia 16 tahun itu sedang berjalan dengan gontai setelah memarkirkan motor. Pikirannya sedang berkelana. Ayahnya pergi entah ke mana, sedangkan sang ibu mengalami kelumpuhan setelah melahirkan adik ketiganya.
Ilham, pria yang memiliki nama lengkap Ilham Hafizhan itu tidak pernah membayangkan akan serumit ini kehidupannya. Kalau seandainya sang ayah pergi setelah dia bekerja, tentu akan lebih mudah karena dia bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Akan tetapi, Ilham saja masih kelas 2 SMA, satu tahun lagi baru lulus sekolah. Rasanya sangat tidak mungkin jika harus merelakan pendidikannya untuk bekerja. Lagi pula, dengan modal ijazah SMP, pekerjaan apa yang akan dia dapatkan?
“Hei, melamun terus! Dari tadi aku panggil kagak denger,” seru Dilan sambil menepuk pundak Ilham.
“Bikin kaget aja!” Ilham memukul pelan lengan atas Dilan membuat sahabatnya itu pura-pura meringis.
“Masih mikirin bapakmu?” Dilan bertanya setelah menelisik guratan tidak bersemangat dari wajah Ilham.
Lelaki itu hanya menjawab dengan anggukan, lalu berkata, “Aku gak tau ke mana perginya, aku sempat berpikir untuk mencarinya di sosial media.”
“Tapi aku rasa percuma, bapakmu pergi begitu saja. Sudah pasti dia gak menginginkan kalian lagi. Kalau menurut aku, biarin aja. Kamu buktikan kalau kamu bisa sukses tanpanya.” Dilan bukan bermaksud menghasut Ilham, tetapi dia benar-benar benci kelakuan Om Hamid.
Ilham hanya menghela napas dengan kasar. Sudah dua bulan sejak kepergian Hamid—ayahnya—membuat wanita yang melahirkan Ilham itu seperti tidak punya semangat hidup. Terlebih lagi saat dia mengetahui bahwa bayi yang dilahirkan mengalami kelainan jantung.
Ilham tidak menanggapi ucapan pria yang berjalan bersisian dengannya. Hal itu membuat Dilan menoleh ke kiri untuk melihat Ilham yang terlihat kelelahan. Kantung mata menghitam begitu nampak di kelopak matanya.
Dilan menghela napas kasar, lalu berkata, “Kamu anak pertama. Aku yakin kamu bisa menjadi anak yang bisa diandalkan oleh ibumu. Kamu yang bertanggung jawab atas keluargamu setelah Om Hamid pergi. Aku yakin, kamu pasti bisa.”
Pria yang merupakan saingan Ilham dalam meraih peringkat pertama di kelas itu hanya bisa memberikan semangat dan juga dukungan baginya.
Dilan sendiri pun tidak bisa membayangkan bagaimana frustrasinya jika dia yang mengalami kejadian yang menimpa Ilham. Terlihat lelaki berhidung mancung itu hanya mengangguk tanpa mengeluarkan satu kata pun.
Sepanjang jalan menuju ruang kelas tak ada lagi obrolan di antara mereka. Ilham memang sosok yang pendiam dan tidak terlalu suka memulai obrolan. Terkesan cuek tapi tetap stay cool. Itulah penilaian dari beberapa teman di sekolahnya.
Garis ketampanan yang diwariskan oleh kedua orang tuanya memang tidak bisa dipungkiri. Dia menjadi salah satu idaman siswi di sekolah. Apalagi jika dia sedang melompat dan melakukan smash ke arah lawan. Tubuhnya yang tinggi dan atletis membuat mata terpana. Ya, Ilham merupakan salah satu atlet bola voli di sekolahnya.