Blurb :
Menjadi anak pertama bukanlah hal yang mudah, hampir semua tanggungjawab dibebankan di atas pundaknya.
Anak pertama harus menjadi panutan untuk adik-adiknya, bahkan harus menjadi pengganti kepala keluarga saat sang ayah telah tiada.
Ilham, l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Motor berwarna merah yang baru dibeli Reno setahun yang lalu itu terlihat membelah jalan perkotaan. Sebuah tas ransel tersampir di kedua pundak si pengendara, lalu sebuah plastik berukuran cukup besar memenuhi bagasi motor tersebut.
Hati pengendara itu merasa bahagia, bahkan sesekali senyum manisnya terbit. Dengan begitu semangat, dia melaju di antara para pengguna jalan.
Setelah tiga jam menempuh perjalanan, akhirnya Ilham memilih mampir di sebuah warung. Tenapti yang selalu dia singgahi saat melewati jalan tersebut.
Pemuda itu memesan sebuah minuman dan seporsi makanan berat untuk mengganjal perutnya yang lapar. Dia menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya. Menu makanan di warung itu memang nikmat.
Itulah alasan Ilham memilih tempat itu untuk beristirahat. Setelah membaringkan tubuhnya beberapa menit, dia segera bangkit dan menuju ke kamar mandi.
Pemuda berkaus putih itu mencuci muka agar tampak segar sebelum melanjutkan kembali perjalanannya.
Dipakainya kembali jaket kulit berwarna hitam yang disampaikan di kaca spion, menggendong tas ransel, lalu memakai helm full face miliknya.
Kembali motor matic berbodi lebar itu melaju di jalan poros. Mengikuti beberapa kendaraan di depannya untuk kemudian disalip saat ada celah.
Tepat pukul empat sore Ilham memasuki wilayah perkampungan, tempat ibu dan kedua adiknya tinggal. Jantungnya semakin berpacu, merasa tidak sabar ingin melihat keterkejutan dan kebahagian dari orang tercinta yang telah lama ditinggalkan.
Lima bulan menahan rindu untuk tidak pulang dan menengok sang ibu, hal itu membuat Ilham merasa sangat merindukan wanita yang telah membesarkannya tersebut.
Tinggal tiga ratus meter lagi jaraknya dengan rumah, Ilham mulai mengurangi kecepatan menjadi 35km/jam. Dia ingin melihat situasi rumahnya dari jarak jauh.
Cat rumah yang beberapa bulan tidak dia lihat kini telah berubah warna, bunga-bunga yang tubuh di dalam pot berjejer rapi menambah kesan asri, dan sebuah kendaraan roda empat terparkir di halaman rumah.
Kening Ilham berkerut, hatinya mulai bertanya-tanya. Begitu banyak perubahan setelah lima bulan dia tidak kembali. Mobil berwarna hitam yang terparkir di samping rumah itu bukanlah mobil milik Hamid. Lalu siapa pemilik mobil itu?
Cukup lama Ilham berdiam di depan pagar rumahnya yang terbuka. Lalu tatapannya tertuju pada sepasang sandal asing di teras rumahnya. Sandal milik seorang pria dewasa. Dia sangat yakin jika Zahran tidak mungkin memiliki sandal seperti itu. Bukan seleranya. Apalagi adik laki-lakinya tersebut masih kelas satu SMP.
Tidak ingin membuang waktu semakin lama, Ilham segera mendorong motornya memasuki halaman. Dia segera membuka helm dan melepaskan tas, lalu meletakkan di kursi yang terdapat di teras rumah.
Samar-samar terdengar suara bariton seorang pria dewasa, lalu diikuti suara anak kecil yang diyakini bahwa itu suara Adzkiya. Tidak lama kemudian, suara Hana ikut menimpali candaan keduanya. Terdengar seperti suara keluarga yang sedang berkumpul.