Duduk termenung di atas bukit seorang diri, memandangi hamparan hutan hijau yang membentang tak berujung. Menikmati desau angin yang menerpa yang membawa hawa dingin.
Langit terlihat mendung, tetapi belum ada tanda hujan akan turun. Pemuda itu masih bertahan duduk di atas motornya yang terparkir. Beberapa kendaraan terlihat berlalu lalang di jalan raya. Ada sebagian pula yang ikut untuk beristirahat sejenak sambil melihat pemandangan dari atas bukit.
Tidak terasa tiga puluh menit berlalu, Ilham kembali memakai helm dan melanjutkan perjalanannya. Masih butuh waktu enam jam lagi untuk sampai di tujuan. Dia merasa perjalanan pulang kali ini terasa lama.
Ponselnya yang berdering sejak tadi, dia abaikan. Panggilan dari Hana sama sekali tidak menarik perhatiannya. Dia masih kecewa, tetapi getaran di saku celananya terasa mengganggu. Dia merogoh ponselnya dan mematikan daya benda pipih tersebut sebelum memasukkan ke dalam tas ransel.
Motor merah itu kembali membelah jalan poros. Pepohonan yang berada di kiri-kanan jalan menambah kesejukan sepanjang perjalanan. Setelah dua jam berkendara, akhirnya sampai di daerah pemukiman. Sekitar satu jam lagi, dia akan sampai di kota. Namun, bukan kota yang dia tuju.
Merasa waktunya sudah banyak terbuang selama di perjalanan, kali ini Ilham tidak mampir sekedar beristirahat di warung. Dia tetap melajukan kendaraannya. Masih ada waktu dua jam lagi untuk sampai tujuan.
Tepat pukul enam sore, Ilham sampai di depan ruko milik Reno. Toko itu terlihat cukup sepi, mungkin karena sudah senja. Biasanya di jam segitu pembeli memang sepi, tetapi akan kembali ramai setelah maghrib hingga pukul sepuluh malam.
Ilham segera memarkirkan motornya, melepas helm lalu melangkah menaiki undakan tangga.
“Loh, kok, balik lagi, Ham? Ada yang ketinggalan?” Terdengar suara Ardan dari bawah. Ilham hanya mengacungkan jadi jempol untuk menggapai pertanyaan rekan kerja nya tersebut.
Dia sedang tidak ingin berbicara. Kebiasaannya jika sedang marah, dia memilih menyendiri. Nanti setelah merasa tenang, barulah dia berbicara. Karena itulah, untuk saat ini menjauh dari keluarganya adalah pilihan yang tepat.
Setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, Reno pun membukanya. Dia tidak terkejut melihat kepulangan Ilham karena sudah menerima pesan dari adik sepupunya tersebut.Seperti biasa, Reno akan menyuruh Ilham untuk istirahat karena pasti lelah menempuh perjalanan yang jauh dan memakan waktu hingga berjam-jam.
Melihat wajah Ilham yang kusut dan tidak bersahabat, sudah bisa Reno tebak jika pemuda itu sedang tidak baik-baik saja.
Padahal, pria itu sengaja memberikan cuti panjang agar bisa berkumpul lebih lama dengan keluarganya, dan juga bisa lebih dekat dan mengenal sosok ayah barunya.
Akan tetapi, siapa sangka jika ternyata Ilham hanya menginap semalam di sana, lalu sekarang sudah sampai lagi di rumahnya.
Reno jadi tidak membayangkan betapa lelah jiwa dan raga pemuda itu. Sayangnya, terkadang orang dewasa suka sekali mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan anak-anak mereka. Padahal perihal menikah lagi, anak-anak juga turut andil untuk menentukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sulung Si Tulang Punggung
Fiksi UmumBlurb : Menjadi anak pertama bukanlah hal yang mudah, hampir semua tanggungjawab dibebankan di atas pundaknya. Anak pertama harus menjadi panutan untuk adik-adiknya, bahkan harus menjadi pengganti kepala keluarga saat sang ayah telah tiada. Ilham, l...