Kembali Ke Kota

44 6 0
                                    

Tubuh lelahnya dia baringkan di atas kasur, berharap rasa letih itu hilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh lelahnya dia baringkan di atas kasur, berharap rasa letih itu hilang. Namun, dia tahu bahwa rasa kecewa di dalam dadanya tidak akan mudah hilang begitu saja.

Sejak usia enam belas tahun dia telah berusaha menjadi tulang punggung, menjadikannya seorang anak yang dewasa sebelum waktunya. Mengambil peran ayahnya yang telah lari dari tanggung jawab.

Mengurus ibunya yang lumpuh hingga sembuh, dan kedua adiknya yang masih kecil. Dia telah mengupayakan segala cara agar keluarganya tetap bisa makan, adiknya tetap bersekolah, dan dirinya sendiri tetap bisa menuntut ilmu.

Ingin menyerah, ingin mengeluh, bahkan rasanya ingin pergi juga. Akan tetapi, jika dia melakukan itu, sama saja dia dengan seorang pengecut.

Bahkan rasa kecewa dan sakit hati setelah mengetahui siapa dirinya dalam keluarga itu pun, telah berusaha dia singkirkan. Menghalau segala ego yang sebenarnya ingin meledak.

Kini, rasa kecewa, sakit hati, dan merasa tidak dianggap kini merasuk ke dalam relung jiwanya yang paling dalam. Dia sedang mengalami fase kekecewaan yang teramat dalam.

Ilham benar-benar tidak percaya, Hana akan mengambil keputusan sebesar itu tanpa melibatkan dirinya. Pemuda itu tahu, dia tidak akan setuju jika sang ibu menikah lagi. Bukan karena ego, tetapi dia hanya takut akan ditinggal oleh suaminya seperti yang Hamid lakukan.

Pemuda itu bangkit dari kasur, menatap plastik merah yang tergeletak begitu saja di lantai. Lalu, dia berdiri dan membawanya ke luar.

“Kia, sini!” panggil Ilham sambil melambaikan tangan ke arah adiknya yang tengah asyik bermain ponsel.

Bocah perempuan itu meletakkan ponselnya di kursi, lalu melangkah mendekat menampilkan wajah ceria setelah melihat sebuah bungkusan di tangan Ilham.

“Bagi-bagi, ya. Abang mau tidur dulu, jangan diganggu,” pesan Ilham yang dijawab iya oleh Adzkiya. Nada suara ceria dari adiknya membuat Ilham melengkungkan senyum senang.

Saat pintu akan tertutup rapat, tiba-tiba benda itu tertahan. Ilham menoleh dan mendapati wajah Zahran yang terlihat segar setelah mandi.

Alis Ilham bertaut, bingung. Entah apa maksud Zahran menahan pintu kamarnya.

“Boleh masuk?” tanya Zahran akhirnya, Ilham hanya menjawab dengan anggukan.

“Abang mau mandi dulu atau—“

“Ada perlu apa?” potong Ilham cepat, mood-nya sedang buruk.

“Aku pengen cerita soal pernikahan Ibu,” jawab remaja kelas dua SMP tersebut.

Ilham segera mengambil posisi di tepi kasur, bersandar pada dipan, lalu menghela napas dengan kasar.

Zahran mulai bercerita, bagaimana awal ibunya bertemu dengan Wandi enam bulan yang lalu. Dia juga bercerita bagaimana sikap lelaki yang telah menikahi ibunya. Menurut Zahran, lelaki itu baik dan penyayang.

Sulung Si Tulang Punggung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang