08 : Jadi Namanya Retno?

526 28 4
                                    

"Mas! Mas! Tangi Mas! Sampeyan ki ngopo? Turu kok neng tengah sawah? (Mas! Mas! Bangun Mas! Sampeyan tuh ngapain? Tidur kok ditengah sawah?)" Sayup sayup kudengar sebuah suara. Akupun perlahan membuka mata. Samar, kulihat sebuah bayangan berdiri di hadapanku. Aku mengerjap, berusaha memperjelas pandanganku. Dan ...

"Huuaahhh ...!!!" Refleks aku terlonjak mundur, saat berhasil melihat dengan jelas sosok yang telah berdiri di hadapanku itu. Bagaimana tidak, seorang bocah laki laki nampak berusaha membangunkanku (atau menyadarkanku?) sambil mengacung acungkan sebilah arit yang dibawanya.

Sialnya, karena saat itu posisiku tengah duduk diatas pematang sawah bersandar pada batang pohon tanaman semak yang tumbuh disitu, maka saat aku refleks melonjak mundur, otomatis tubuhku terperosok kedalam petak sawah, menimpa tanaman padi yang tumbuh disitu, dengan pantat terbenam kedalam lumpur.

"Cah edan! Ngopo nggugah uwong kok ndadak nggowo arit barang? Ngaget ngaget'i wae! (Cah edan! Ngapain bangunin orang kok pake bawa sabit segala?! Bikin kaget saja!)" sentakku kesal sambil berusaha bangkit dari genangan lumpur di sawah. Si bocah tergelak, lalu mengulurkan sebelah tangannya, berusaha membantuku untuk berdiri.

"Hahaha! Lha sampeyan ki yo aneh! Turu kok neng tengah sawah! Koyo wong 'ra duwe omah wae! (Lha sampeyan itu ya aneh! Tidur kok ditengah sawah! Kayak orang nggak punya rumah aja!)" Anak itu masih tergelak begitu berhasil membantuku untuk berdiri.

"Sik to (sebentar), jadi aku tadi tertidur disini to?" Aku nyaris seperti orang linglung. Bagaimana ceritanya sampai aku bisa tertidur di tempat ini? Padahal seingatku tadi, aku sedang mengejar ngejar gadis misterius itu sampai ke sebuah tempat semacam punden, dan ...

"Ho-oh Mas! Tadi kan aku ngarit (mencari rumput) di pinggir kali sana. Terus lihat Mas-nya ini tidur pulas banget di tempat ini. Takut kalau Mas-nya ini kenapa kenapa, makanya aku bangunin," jelas anak itu, sambil masih mencoba untuk menahan tawanya.

"Sejak kapan aku tertidur disini?" Tanyaku lagi.

"Ya ndak tau! Wong saat aku datang sampeyan sudah tidur disini kok. Sampai aku mulai ngarit dan keranjangku hampir penuh, sampeyan ndak bangun bangun juga. Aku kira sampeyan pingsan atau gimana. Makanya buru buru tak bangunin."

Aku hanya bisa garuk garuk kepala mendengar penjelasan dari anak itu. Kalau aku sudah sejak tadi tertidur disini, itu berarti ...

"Eh, kamu tadi lihat cewek yang nyuci di kali situ nggak?" Tanyaku kemudian kepada anak itu, sambil kembali duduk diatas pematang, tanpa peduli pada celana bagian belakangku yang berlepotan lumpur. Anak itupun ikut duduk disebelahku.

"Wah, sampeyan ini tadi ngimpi kayaknya. Mana ada sekarang orang nyuci di kali. Apalagi seorang cewek. Kalau zaman simbahku dulu iya, orang masih nyuci dan mandi di kali. Kalau sekarang sudah ndak ada Mas. Lha wong semua orang sudah pada punya sumur kok."

Kembali aku hanya bisa garuk garuk kepala mendengarnya. Benarkah semua kejadian yang kualami tadi hanyalah mimpi? Kuamati sekujur tubuhku. Baju yang kukenakan memang sedikit lecek. Tapi itu efek dari aku yang terperosok kedalam sawah tadi. Lalu kuayun ayunkan lengan kananku yang tadi sempat dipelintir oleh si gadis galak. Tak ada rasa sakit ataupun ngilu sama sekali.

"Bagaimana dengan warga desa seberang itu? Apa mereka juga nggak ada yang biasa mandi atau mencuci di kali ini?" Tanyaku lagi pada si bocah.

Ipat Ipat Demang KajangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang