Hujan deras yang mengguyur tiba tiba memaksaku untuk membatalkan niat pergi ke desa seberang. Iseng iseng aku lalu menyalakan kameraku. Kubuka folder foto yang tadi kuambil saat acara lamaran Seruni, lalu kuscroll kekiri. Satu demi satu foto kuamati, dan ...
"Lho, kok ...?! Ini ..., apa apaan ini?!" Sekali lagi kuamati satu persatu foto yang ku simpan di memory kameraku itu, berharap apa yang aku lihat barusan adalah salah. Namun kali ini harapanku tak terkabul. Sosok perempuan berbaju pengantin itu masih nampak di setiap foto yang kuamati. Selalu tepat berdiri dibelakang sosok Mas Bejo, dan menatap tepat ke arah kamera, yang berarti itu menatap ke arahku yang tengah memegang kamera. Tatapan perempuan itu masih terasa sama. Tajam, namun tak terasa mengancam. Justru aku merasa ada kesan memohon dari tatapan itu.
Lagi dan lagi, aku terus mengamati dan mengamati. Beberapa foto bahkan sampai aku zoom, untuk mendapatkan gambar yang lebih jelas. Wajah perempuan itu, benar benar sangat mirip dengan wajah Retno si gadis galak. Hanya sorot matanya yang sedikit berbeda. Mata Retno yang asli terkesan galak dan menantang. Sementara sorot mata sosok ini, meski tajam namun terkesan sendu. Seolah si pemilik mata tengah menahan beban batin yang teramat dalam.
"Sial! Bisa ngamuk Seruni kalau sampai melihat hasil fotoku seperti ini," buru buru aku menyambungkan kameraku ke laptop, bermaksud untuk segera mengeditnya. Bukan perkara mudah mengedit foto sebanyak ini. Dan hasilnya belum tentu bagus, karena aku harus mengerjakannya dengan terburu buru. Tapi aku tak punya pilihan lain.
"Bay, gimana hasil fotonya?" Mampus! Baru saja aku mencolokkan kabel data ke laptopku, Seruni telah muncul di ambang pintu paviliun.
"Eh, anu ..., aku ..., aku belum sempat mengeditnya. Mending besok saja deh kamu lihatnya. Ini baru mau aku ..."
"Udah, nggak papa. Aku kan cuma pengen lihat. Siapa tahu aku bisa ikut memilih, foto mana yang pantas untuk dicetak dan mana yang enggak. Sini kameranya," gadis itu menjulurkam tangannya, meminta kamera yang masih aku pegang.
"Eh, tapi ..."
"Sudah sini! Kenapa sih kamu jadi aneh gitu? Orang cuma mau lihat doang juga," akhirnya aku hanya bisa pasrah saat Seruni merebut kamera dari tanganku. Habis sudah! Hancur reputasiku gara gara foto foto aneh itu.
Dengan harap harap cemas kuperhatikan Seruni yang nampak serius mengamati layar kameraku. Tangannya sibuk menscroll kesana kemari, mengamati satu persatu foto foto yang telah berhasil kuambil. Nampak sesekali wajah gadis itu mengernyit dengan dahi berkerut sambil melirik ke arahku.
"Keren," akhirnya gadis itu berkata pelan sambil mengembalikan kamera ke tanganku.
"Tak salah aku memilihmu untuk menjadi fotograferku Bay. Semua hasil fotomu bagus. Layak untuk dicetak. Tinggal sedikit mengedit saja pada beberapa foto yang kurang fokus."
Aku hanya terbengong mendengar ucapan Seruni tersebut. Apakah Seruni tak melihat apa yang tadi aku lihat? Atau ...?
"Woy! Kenapa malah bengong sih?" Seru Seruni lagi mengagetkanku.
"Eh, enggak kok. Tadi, barusan kamu bilang apa?"
"Nah kan, sampai ucapanku-pun tak kau perhatikan. Mikirin apa sih Bay? Kok sikapmu jadi agak aneh begini? Ingat dengan gadismu yang kemarin itu ya, gara gara lihat acara lamaranku tadi?"
"Heish! Kenapa nyambungnya jadi ke Rena sih?!" Ocehan Seruni itu sukses merubah rasa bingungku menjadi rasa kesal.
"Hahaha, canda Bay," Seruni tergelak. "Eh, tapi ada baiknya kau telepon gadismu itu Bay. Kasihan dia, pasti masih kepikiran banget sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ipat Ipat Demang Kajang
Mystery / ThrillerHitam tak selamanya kelam. Putih tak selamanya bersih. Masa dan waktu yang berlalu, bisa mengubah semua menjadi kelabu. Rewrite dari cerita 'TUMBAL MANTEN KALI GANDHU' yang sudah saya publish dan tamatkan di platform Kaskus/KaskusSFTH *)Jadwal updat...