28 : Raden Suryo Kencono

201 14 0
                                    

"Breeetttt ...!!!" dengan kasar laki laki yang telah dirasuki nafsu setan itu segera merenggut kain yang membungkus tubuh bagian bawah Nyai Retno Selasih hingga robek, lalu kembali menindih tubuh perempuan malang itu.

"KYAAAAAA ...!!! EMMPPPHHHH ...!!!" jeritan perempuan itu segera tertahan saat tangan kekar si laki laki bejat membekap mulutnya.

"BIADAB!!!" tanpa pikir panjang aku segera melompat dan menerjang ke arah laki laki itu. Tanganku yang terkepal kuarahkan tepat ke kepalanya.

"HIIAAATTT ...!!!"

WHUUSSSS...!!!"

"SEEETTTT ....!!!"

"GEDHUBRAAAKKK ...!!!"

Serangan yang kulancarkan dengan sekuat tenaga itu ternyata sia sia. Seolah terbuat dari sebuah hologram yang transparan, pukulanku hanya menembus sosok laki laki itu. Dan sialnya, karena aku mengerahkan seluruh tenagaku, maka saat pukulanku meleset membuat keseimbanganku sedikit goyah. Tak ayal, tubuhkupun terjerembab ke atas lantai.

"Bodoh! Kan sudah kubilang, disini kau hanya bisa melihat. Tak ada hal lain yang bisa kau lakukan disini selain itu! Masih juga kau bertindak ceroboh!" sentak perempuan yang tadi membawaku ke tempat ini.

"Wedhus!"sambil mengumpat aku berusaha untuk bangkit. Kulihat perempuan yang berdiri di sudut ruangan itu menengadah sambil memejamkan matanya rapat rapat. Sekilas kulihat dua bulir air bening mengalir dari kedua sudut matanya. Sepertinya ia tak sanggup menyaksikan malaikat maut yang merenggut nyawanya beberapa ratus tahun yang lalu itu.

Dan di atas ranjang ..., ah, tak cukup hanya dengan menutup mata, aku bahkan memalingkan wajahku, sambil menyadarkan punggungku ke dinding kamar. Tak sanggup rasanya aku menyaksikan pemandangan brutal di depan mataku itu. Namun, meski mata telah kupejamkan rapat rapat, toh suara suara rintihan dan isak tertahan yang kudengar masih sanggup mengiris dan mengoyak hati sanubariku yang paling dalam. Bisa kubayangkan seberapa besar penderitaan Nyai Retno Selasih malam itu. Di hari dimana ia seharusnya mendapatkan kebahagiaan, malapetaka justru datang merenggut segalanya.

"Buka matamu, Bayu! Semua sudah selesai." kudengar bisikan Nyai Retno Selasih. Akupun membuka mataku, lalu melirik ke atas ranjang, dimana nampak si laki laki bejat itu telah mengenakan kembali pakaiannya. Tak ada gurat penyesalan di wajahnya. Yang ada justru rona kepuasan yang membuatku muak bukan kepalang.

"Cih!" laki laki itu menendang dan meludah ke sosok yang kini telah terbujur diam di atas ranjang itu. "Andai kau menuruti kata kataku yayi, peristiwa ini tak perlu sampai terjadi."

"Biadab!" lagi lagi aku mengumpat, menumpahkan segala rasa amarahku, saat melihat laki laki itu melangkah santai meninggalkan kamar, tanpa sedikitpun merasa berdosa.

Ekor mataku lalu beralih ke sosok di atas ranjang. Hilang sudah rona kecantikan putri Demang Kajang itu. Wajah perempuan itu kini terdongak dengan mata membeliak, menampakkan bagian putihnya saja. Mulutnya terbuka lebar dengan lidah yang menjulur keluar. Urat urat lehernya menegang, dan tubuh bagian bawah perempuan itu ..., ah, aku tak akan sanggup untuk menceritakannya.

"Tragis bukan? Laki laki yang seharusnya mengayomi dan melindungiku itu, justru tega merenggut kesucianku, dan juga nyawaku. Dia mencekikku sampai mati, setelah mengambil sesuatu yang paling berharga yang kumiliki," gumam Nyai Retno Selasih pelan.

Ipat Ipat Demang KajangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang