Sepeninggal Seruni, aku termenung seorang diri, memikirkan kejadian yang baru saja kualami, juga kejadian kejadian selama aku berada di desa ini. Adakah yang salah hingga aku harus mengalami kejadian kejadian yang tak mengenakkan selama berada di desa ini? Apakah kehadiranku di desa ini sebenarnya tak diharapkan? Atau justru sebaliknya, takdir yang membawaku ke desa ini untuk menyelesaikan pertikaian antara dua desa yang telah terjadi selama ratusan tahun ini?
Takdir, itu yang dikatakan oleh Mbah Karyo tempo hari. Takdir juga yang sempat disinggung oleh Retno Palupi saat pertemuan kami beberapa hari yang lalu. Andai semua itu benar, kenapa harus aku, orang yang sama sekali tak memiliki hubungan dengan kedua desa ini? Bahkan menginjakkan kaki di tanah desa inipun baru sekali ini kulakukan.
Jika ditarik benang merah, semua memang berpangkal pada diriku. Rasa penasaranku yang terlampau tinggi, dan ketertarikanku pada misteri yang menyelimuti kedua desa ini, dua hal itulah yang menjadi awal dari semua ini. Meski awalnya, sasaran dari rasa penasaranku bukanlah misteri kedua desa ini, melainkan tentang misteri Mbah Glondor yang konon katanya menghuni Gunung Pegat sana.
"Diam dulu Run, jangan bergerak! Nah, sekarang sudah kudapatkan penampakan sosok dari penghuni tempat ini!" Itu candaanku waktu pertama kali datang ke desa ini di gunung Pegat sana. Mungkin aku terlalu sompral dalam bercanda, hingga membuat penghuni asli dari gunung itu marah. Tapi alih alih Mbah Glondor, kenapa justru penampakan Nyai Retno Selasih yang secara tak sengaja ikut tertangkap oleh lensa kameraku?
Takdir! Ya, ini mungkin sudah menjadi takdirku, yang mau tak mau harus aku jalani. Sampai kapan, dan akan berakhir seperti apa, aku sendiri juga tak tahu. Biarlah takdir itu sendiri yang menentukannya.
Kurebahkan tubuhku diatas ranjang, saat suara kokok ayam jantan mulai terdengar saling bersahutan. Kucoba untuk memejamkan mata, dan berharap esok hari yang cerah akan menyambutku. Sambil menunggu sang kantuk datang, pelan kugumamkan pupuh Kinanthi terakhir yang sudah kuhafal diluar kepala, sampai akhirnya aku benar benar terlelap dalam buaian mimpi yang tak jelas ujung pangkalnya.
==============
Seperti janjiku kepada Seruni, semenjak kejadian di malam yang penuh kesialan itu, aku tak pernah lagi berkunjung ke desa Kajang. Juga punden dengan juru kuncinya yang misterius itu. Hari hariku kuhabiskan untuk membantu persiapan upacara pernikahan Seruni yang semakin dekat. Dan di sela sela kesibukanku itu, aku juga mulai menulis lagi. Laptop baru, juga kamera dan ponsel yang juga baru, telah kudapatkan dari Seruni. Naskah novel yang telah sekian lama mangkrak akibat masalah yang ditimbulkan oleh Rena pun sedikit demi sedikit mulai kulanjutkan kembali.
Semakin mendekati hari H, Mas Bejo juga semakin sering datang berkunjung. Bahkan tak jarang ia menginap dan tidur bersamaku di paviliun. Kehadiran laki laki itu sedikit membawa angin segar untukku. Aku jadi ada teman main catur dikala ide menulisku sedang buntu.
Tak ada kejadian yang berarti selama beberapa hari itu. Hingga sehari sebelum hari H, saat semua orang semakin sibuk dengan persiapan pesta, malapetaka yang selama ini aku khawatirkan benar benar terjadi. Seruni yang sedang menjalani prosesi pingitan di dalam kamarnya, tiba tiba menghilang tanpa jejak! Benar benar hilang, raib bagai ditelan bumi, tanpa ada seorangpun yang mengetahui!
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Ipat Ipat Demang Kajang
Mystery / ThrillerHitam tak selamanya kelam. Putih tak selamanya bersih. Masa dan waktu yang berlalu, bisa mengubah semua menjadi kelabu. Rewrite dari cerita 'TUMBAL MANTEN KALI GANDHU' yang sudah saya publish dan tamatkan di platform Kaskus/KaskusSFTH *)Jadwal updat...