Nando POV
Aku sama sekali nggak memiliki kesempatan untuk sekadar mengobrol dengan Rendy sepanjang perjalanan dari penginapan menuju kantor. Gemesss... rasanya, pingin nggigit orang!
Ada saja yang menelfon pangeranku itu. Apa mereka nggak nyadar kalau jarak dari guest house ke kantor cuma 15 menit? Habis sudah waktu dia cuma buat terima telfon masuk. Memang laris benar dia itu. Resiko kali yah punya muka ganteng bingits seperti dia.
Pertama, si monyet yang nelfon nyuruh dia ntar pulangnya bareng aku sambil ngajakin liat kos-kosan. Ok, that's fine. Itu anak maksudnya baik untuk lebih mendekatkanku sama Rendy. Dia memang sepupu terbaik deh!!
Eh... si Sarden juga ikutan nelfon-nelfon habis si monyet selesai. Huh, bikin panas saja! Sudah gitu ngobrolnya lama lagi, pakai nawarin segala kalau nanti sore pulangnya bareng dia saja sekalian ke RS menjenguk Leo. Dih, nggak sabaran kok memang itu ikan dalam kemasan. Nggak bisa nunggu bentar apa ngobrolnya, kan nanti mereka juga ketemu di kantor. Dasar Sarden, sukanya cari-cari kesempatan mulu, huh!
Tapi sorry yah, sore ini Rendy pulangnya sama aku -- titik nggak pake koma. Kamu ke laut aja deh, den... den... Sarden!
Err... tapi ada benarnya juga tuh si Sarden, aku belum jengukin Leo sama sekali. Aduh, gawat! Bisa-bisa aku diomelin si monyet habis-habisan nih karena sama sekali nggak ada peduli-pedulinya sama calon kakak iparnya yang lagi amnesia itu. Emm... btw busway, itu monyet semalam sudah ngelakuin belum yah ide cemerlang dariku kemarin? Hihihi... penasaran kan jadinya aku.
Ya sudahlah, nanti malam aku sempatkan mampir deh ke RS sebentar sama Rendy sebelum nganter dia nyari kos. Masak iya sebagai saudara yang baik dan pengertian kayak aku gini nggak menampakkan batang hidungku sama sekali disana.
Masak aku kalah sama si Sarden yang di hari pertama Leo dirawat saja sudah nyempetin untuk menjenguk? Nggak boleh donk demi kepentingan dunia dan akhirat! Aku tentu nggak boleh kalah sama ikan kaleng itu.
Dimana rasa simpati dan kepedulianku disaat dia susah? Bisa mampus kalau Erick nanyanya gitu ke aku. Bisa-bisa dipecat jadi sepupu deh sama si monyet, huhuhu...
Kalau kupikir-pikir lagi, aku juga sungkan sama Lenny, calon sepupu iparku yang baik dan nggak sombong itu. Aduh, aku ini kenapa ya kok jadi kurang peka kayak gini? Untung tadi si Sarden mengingatkan walau secara nggak langsung lewat obrolannya dengan Rendy. Kalau nggak gitu, mungkin aku bakal nggak punya pikiran untuk menilik Leo hihihi... Lho kok jadi si Sarden disini yang kesannya baik? Hmm...
"Ya ampun aku lupa sesuatu..." celetukku dalam hati tiba-tiba.
Ya ilehh... aku lupa nanya nomer telfonnya Rendy. Wah pasti dia sudah ke atas deh. Apa aku susulin aja yah ke kantornya? Biar kesannya aku nggak pasrah dan dibilang kurang berusaha. Tapi masak boleh aku keliaran disana nyari ruang kerjanya, emang itu perusahaan milik nenekku apa?
Hmm... mikir... mikir...
Aha!! Aduh Nando, kenapa kamu oon bener? Aku kan bisa minta receptionistnya untuk disambungkan ke mejanya Rendy.Aku segera turun dari mobilku yang masih terparkir diseberang kantor Rendy sambil kemudian bergegas masuk ke dalam gedung itu.
"Permisi Mbak, bisa tolong disambungkan dengan Pak Rendy divisi RnD dari saudaranya penting," pintaku ramah pada salah satu receptionist cewek yang berada didepanku saat ini.
Total ada 3 receptionist cewek disana yang duduk berjajar dibalik sebuah meja yang panjang dan lumayan tinggi. Tentu saja aku pilih receptionist yang paling cantik di ujung sebelah kiri. Sebut saja dia receptionist C. Meski aku sudah positif gay, tapi aku tetap bisa membedakan mana yang sedap dipandang dan mana yang merusak mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Rumit (BoyxBoy)
RomantizmCinta yang tidak mengenal perbedaan gender. Kisah tentang seorang pria bernama Erick Bramasetyo dan lingkungan sekitarnya, yang berjuang menemukan cinta sejatinya. Ini adalah karya pertamaku di Wattpad. Jadi mohon maaf apabila banyak typo, ketidak b...