Mimpi Buruk

195 24 7
                                    

Nobara melangkah malas, kakinya bergerak menuju kamar mandi. Kala tiba di sana, ditatapnya cermin dengan wajah mengantuk.

Semalaman ia tidak bisa tidur.

"Sial." Umpatnya.

Setelah kejadian ia diculik, Nobara sering mengalami mimpi buruk. Dia belum pernah membahas hal ini dengan Maki, Nobara tidak mau merepotkan wanita itu lebih banyak lagi.

Hari silih berganti, namun ingatan lalu terus terputar bak kaset rusak. Dirinya menatap cermin kosong, wajah kusut dan tubuh yang semakin kurus ia tatap nanar di balik cermin.

"Hah ..." Sekali lagi ia menghela napas.

Bohong jika saat ini dia berkata keadaan dirinya baik-baik saja. Nobara stress, setiap ia tidak melakukan apapun, semua hal yang terjadi selama ini cukup membebani dirinya terus teringat lagi. Maki memang orang baik, tapi dunia mereka sangat berbeda. Nobara tetap belum terbiasa dengan semuanya, dia masih ingin bebas. Melihat dirinya saat ini saja sudah sebuah rasa syukur untuknya, terlebih lagi mengingat betapa luar biasa harinya beberapa bulan belakangan.

Deringan ponsel menyadarkan Nobara pada realita, nama seorang gadis cantik tertera disana. Inilah cara Nobara melarikan diri saat ini. Dengan melakukan hal positif yang bisa membuatnya lupa.

'Aku jemput ya.'

Begitulah isi pesan yang Riko kirimkan padanya. Nobara bergegas merapikan dirinya, sebentar lagi ia akan mengajak Riko belanja bersama.

.
.
.

Tiba mereka di supermarket. Riko dan Nobara mulai mencari bahan masakan untuk hari ini, lantaran ini adalah hari kerja mereka bisa dengan mudah mencari karena tak begitu ramai.

Nobara pergi ke rak snack, ia juga bersiap menyediakan makanan ringan saat bosan. Tatkala tengah sibuk melirik berbagai snack, dilihatnya seorang anak kecil tersesat, namun gadis kecil itu masih tetap memegang belanjaan di tangan mungilnya.

Kaki kecilnya berlari mengitari area sekitar, Nobara tersenyum tipis, kemudian menghampiri si gadis kecil. Ia jadi teringat masa lalu, hari di mana dirinya dan Maki belanja bersama untuk pertama kalinya.

Nobara menemaninya, mereka mulai menyusuri sekitar, Nobara tidak begitu paham dengan ucapan si gadis kecil, tapi paling tidak ini bisa membantu.

Tak berapa lama mereka menemukan orang tua si gadis kecil, Nobara berpisah setelah mengantarkan gadis itu. Belum sempat beranjak, ia menangkap siluet pria yang tak asing. Pria yang selalu Maki hindari selama ini.

"Naoya?" Gumam Nobara. Pria itu juga sedang belanja di supermarket yang sama. Matanya tengah fokus pada rak jam dinding yang sedang ia amati.

Dalam hatinya sebenarnya Nobara amat penasaran dengan hubungan keluarga mereka. Entah apa yang terjadi hingga keluarga mereka begitu kacau balau dan terus bersitegang.

Dengan langkah pasti Nobara menghampiri Naoya, ia pura-pura sibuk dengan belanjaannya, barangkali tindakannya bisa mengelabui Naoya. Pada saat Nobara mendekat, pria itu tersenyum simpul.

"Belanja bulanan, Nobara?" Nobara tersentak saat namanya disebut gamblang.

"Begitulah" Balas Nobara. Naoya tertawa kecil, ia menatap wajah manis itu dengan lembut.

"Apa gerangan yang membawa seorang rubah kecil datang padaku?" Ucapan yang penuh dengan aura pemikat, alpha satu ini memang orang yang menarik pikir Nobara.

"Aku cuma lewat, maaf mengganggumu." Nobara berjalan melewati Naoya.

"Yakin? Apa tak ada hal yang ingin kau ketahui?"

"Tidak ada, kita hanya kebetulan bertemu di sini." Ucap Nobara lagi. Naoya masih meliriknya lamat.

"Kau penasaran dengan perkataan Mahito waktu itu 'kan?" Langkahnya terhenti, Nobara meneguk salivanya berat. Tubuhnya berbalik tanpa arahan Naoya, si lawan bicara mulai memasang raut datar.

"Kau tidak takut suatu saat akan dibuang karena perebutan dua klan ini?" Napas Nobara tercekat, matanya fokus menatap Naoya.

"Jangan mengada-ngada." Ucap Nobara ketir.

"Pfft mengada-ngada kau bilang? Harusnya kau yang sadar, kau hanyalah omega yang dimanfaatkan orang tua dan alphamu sendiri."

Deg.

Tidak, Nobara tidak mau berpikir seperti itu lagi. Nobara menunduk, matanya terbelalak sembari memutar kenangan lalu.

"Nobara, kau itu omega spesial, seharusnya kau bisa melihat mana yang lebih menguntungkan untuk dirimu sendiri." Naoya mendekat, ia mengusap wajah tegang Nobara. 

Naoya mendekat, bibirnya bergerak tepat disebelah telinga kiri Nobara. "Aku bisa membantumu kalau kau mau."

"Masa kecilmu kacau karena mereka, ingat itu Nona kecil." Naoya menepuk pelan bahu Nobara, ia menyeringai kala melihat wajah keraguan Nobara.

Naoya menangkup pipi Nobara, tersenyum lembut sembari mengusak surainya pelan. "Waktu terus berjalan, jangan sampai bom waktu meledak untuk yang kedua kalinya, Nobara."

"Kalau kau siap, aku akan menemuimu di manapun." Naoya pergi meninggalkan Nobara yang mematung, ia mulai mencerna setiap kalimat Naoya.

Naoya benar, selama ini Maki dan Ayahnya yang sudah merenggut kehidupan Nobara. Jika dirinya tak terlibat mana mungkin semua hal yang sudah ia rencanakan jadi kacau balau. Nobara menoleh saat Naoya sudah mulai pergi menjauh.

"Aku benci yakuza." Gumam Nobara sembari menjambak poninya.

Nobara tidak mengenal Naoya dengan baik, tapi semua perkataan pria itu masuk akal. Mana mungkin dia tidak mengetahui semuanya. Mahito juga pernah bilang kalau Maki yang membunuh ayahnya sendiri. Maki juga tidak pernah benar-benar memberitahukan tentang kehidupan gelapnya.

Bagaimana kalau selama ini dia telah salah berpihak?

Nobara tidak mengenal siapapun di dunia gelap ini, termasuk ayah kandungnya sendiri. Hanya satu orang yang bisa membantunya sekarang.

.
.
.

Beberapa jam lagi bulan akan berganti tugas dengan Matahari. Pukul dua dini hari, Maki baru saja tiba di apartemen mereka.

Maki melangkah masuk ke dalam, jam menunjukkan pukul delapan, namun suasana di apartemennya begitu hening. Maki menghidupkan lampu ruang tengah yang sudah dimatikan. Melirik ke berbagai ruangan guna mencari sang istri.

"Nobara?" Maki membuka pintu kamar Nobara. Dan benar saja, si cerewet sudah tertidur pulas di ranjang.

Dengan langkah hati-hati Maki mendekat, duduk ditepian kasur lalu mengecup dahi Nobara lembut.

Padahal tadinya ia ingin memberi kejutan atas kepulangan hari ini, tapi Nobara malah sudah tertidur lelap. Mana berani ia membangunkan malaikatnya, melihat wajah yang biasa memarahinya adalah kegemaran yang tak akan berubah sampai kapanpun.

"Selamat malam." Bisik Maki pelan.

Ketika ingin beranjak lengannya malah dipeluk, Maki terperanjat, hampir saja ia terjatuh. Nobara menarik lengannya tanpa sadar.

"Tunggu, ini masih gosong." Gumam Nobara asal.

Dia pasti mengingau.

Senyuman Maki merekah seketika, ia tidak tahan ingin mengusili Nobara lagi.

"Di sini saja, temani aku." Gumam Nobara lagi.

Maki terdiam, mata indah itu memang menutup, namun bisa ia rasakan kalimat barusan adalah sebuah peringatan untuk dirinya.

Nobara kesepian. Kode yang bisa menjelaskan semuanya.

Maki memutuskan untuk tidur di kamar Nobara malam ini. Biarlah, untuk satu malam saja. Sebut saja ini adalah pengganti surprise yang gagal tadi. Maki memeluk tubuh omeganya erat. Belakangan ini ia sangat merindukan Nobara, namun ada banyak hal yang membuat Maki tidak bisa membalas perasaan Nobara secara terang-terangan.

"Goodnight, fox girl." Ucap Maki sebelum memejamkan matanya.

.
.
.

Bersambung...
13/02/24

Besok pemilu ges

My Yakuza Wife [MakiNoba]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang