8

122 18 6
                                    

"Hanya bisa merasakan tanpa memiliki hak mengungkapkan."

_Saka A_




HAPPY READING

🩹🩹🩹




Ibu yang dikenal memiliki dua anak itu duduk menyilangkan kaki di salah satu single sofa yang berbeda di ruang keluarga, dengan gaun sebatas betis ia tampak anggun. Ditemani secangkir teh hangat di tengah dingin udara sebab riuh hujan diluar sana, telunjuknya mengetuk-ngetuk cangkir dengan isi kepala menerawang jauh.

Ia tersenyum tipis merasa bangga pada diri sendiri sebab mampu berdiri di sini, saat ini dalam versi yang lebih baik dari ia di masa lalu.

Apa yang dijalani sekarang terasa lebih nyaman dan membahagiakan, tak ada ruang di mana ia tidak bersyukur atas apa yang dimiliki saat ini. Suami yang begitu pengertian dan penyayang serta seorang anak yang membuat ia merasa berharga, segi materi juga tak kekurangan bahkan lebih dari kata cukup.

Bisa didefinisikan seberapa bahagianya ia saat ini, bersama keluarga juga segala hal di sekitarnya.

Namun, ditengah rumah megah yang ia tinggali, di antara aset-aset berharga yang dimiliki, bahkan di antara kesempurnaan yang ia punyai kini tidak bisa membohongi bahwa ada ruang kosong dalam hati yang merasa kurang dan terkadang terasa mencekik dan menyakitkan.

Selalu ada bayang-bayang wajah 'dia' yang masih polos berderai air mata serta jeritan bahkan raungan khas anak kecil masih terngiang-ngiang ketika ia memilih keputusan yang menjadikan ia hari ini.

Satu kesalahan yang sampai kapanpun akan menjadi satu penyesalan, kebahagiaan saat ini tidak sebanding rasa sesal selama ini.

"Ternyata kamu begitu marah sampai tidak mau memanggil Bunda sebagai ibu kamu" lirihnya menundukkan kepala.

Dahulu ia begitu egois hingga tanpa berpikir panjang meninggalkan anak yang masih begitu kecil bahkan berbicara pun belum lancar apalagi untuk hidup tanpa adanya sosok Ibu, ia yang mementingkan diri sendiri tetap memutuskan pergi walaupun mantan suaminya mencegah dan bersedia menerima ia kembali asalkan ia berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.

Akan tetapi besar cinta yang Farhan miliki tak mampu meruntuhkan egoisme dalam diri Hera, sehingga serendah apapun pria itu bersujud Hera tidak akan luluh. Bahkan semakin menjulang angkuh. 

"Bunda senang sekali melihat kamu tumbuh dengan baik meskipun tanpa adanya orang tua, maaf karena sampai sekarang Bunda tidak memiliki keberanian mengakui keberadaan kamu kepada banyak orang. Maaf karena Bunda terlanjur berjanji untuk melupakan segalanya di masa lalu termasuk kamu, Nak."

Hera tidak pernah menemui Anak yang ia 'sembunyikan' dari keluarga suaminya, bahkan mengetahui perkembangannya pun tidak. Berita yang terakhir ia dengar adalah berpulangnya sang mantan suami bertahun-tahun lalu.

Pada akhirnya ia  melihat sosok anaknya tanpa sengaja kemarin malam, itu menjadi momentum membahagiakan sekaligus pilu diwaktu bersamaan.

"Bunda yakin bersama mereka kamu tak kekurangan karena kamu anak dari putra kesayangan keluarga itu. Jadi Bunda tidak perlu khawatir kan? Kamu pasti bahagia." 

Bukan karena malu tapi ia justru takut Saka tidak akan diterima baik oleh anaknya bersama suami yang sekarang juga keluarga dari pihak suaminya, selain itu dia juga belum siap seandainya harus kehilangan apa yang kini dimiliki cukup di masa lalu dia gegabah sekarang jangan lagi.

Tapi tahukah dia bahwa Saka semakin terluka dan keluarganya yang sekarang juga biasa porak-poranda?

"Tunggu Bunda sampai Bunda siap dengan segala kemungkinan yang ada, Bunda harap kamu bisa mengerti. Meski dengan kemarahan kamu, Bunda akan menerimanya" ucapnya entah kepada siapa.

Tak Tentu Arah [Saka]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang