9

111 13 6
                                    

"Kenyataan pahit selalu ada dalam kebahagiaan manis."

_Saka A_



Happy reading

🩹🩹🩹




Riuh gemuruh tepuk tangan kala di atas panggung seorang pria paruh baya didampingi sang kepala sekolah memotong kue sebagai bentuk perayaan anniversary sekolah yang ke  27 tahun, hingga acara terus berlanjut sampai ke penutup acara yang disambut antusiasme para siswa juga tamu undangan.

Namun ditengah keriuhan itu Saka tak terusik sama sekali, dia hanya terfokus pada satu objek yang membuat ia begitu penasaran tentang tujuannya datang ke acara sekolah ini. Pasalnya hampir tiga tahun ia menimba ilmu ditempat itu tak sekalipun ia menjumpai orang itu, baru kali ini saja apalagi duduknya di depan dekat dengan pemilik yayasan.

"Apa dia orang penting juga? Ah, atau jangan-jangan dia tahu gue sekolah di sini terus mewakili sebagai orang tua?" Saka bergelut dengan isi kepala mencari kemungkinan yang paling tepat atas sosok yang kembali ia lihat.

Jika benar Hera tahu dirinya sekolah di sini dan datang sebagai orangtuanya maka Saka tak bisa berbohong bahwa sebagian hatinya merasa senang walaupun sebagian lagi merasa terbakar karena tak suka.

"Benarkah dia mau mengakui gue sebagai anaknya di dapan umum? Apa dia tulus?" gumam Saka terdengar percaya diri.

Namun segera ia menepis pemikiran itu, mana mungkin orang yang meninggalkan kita selama bertahun-tahun tiba-tiba bertemu tanpa disengaja bisa se-efort ini.

Merasa bersalah? Kenapa baru sekarang? Hari-hari sebelumnya kemana saja?

Saka tetap diam sampai acara selesai, benaknya berkelana menerka-nerka sementara matanya tetap mengawasi gerak-gerik wanita yang duduk di depan sana bersama orang tua lainnya. Dia yang biasanya membuat ulah mengusik acara semacam ini mendadak kalem, hal itu juga memancing bisik-bisik pengurus OSIS yang telah menyerahkan jabatan mereka pada pengurus yang baru.

"Tumbenan tu anak gak bikin ulah" ucap Rendi si mantan seksi keamanan.

"Iya jadi kalem gintu, lo apain Shil sampai kayak orang bener tuh laki lo?" timpal perempuan di samping Rendi menyenggol bahu Ashilla yang asik menikmati pertunjukan penutup acara.

"Gue ancam putus" sahutnya asal.

"Sudahlah gak usah bahas cowok gue, sekarang aja dia diam ntar paling ngerusuh lagi. Kalian awasi aja dia, gue mau nyamperin Arthur bentar" sambung Ashilla tak ingin memusingkan perubahan pacarnya yang entah tertiup angin apa sampai menjelma menjadi cowok anteng.

Saat rangkaian acara selesai para hadirin mulai beranjak dari tempatnya, begitupun dengan Saka tetapi lelaki itu tak mengikuti teman-temannya yang berbondong-bondong pergi ke stand-stand makanan maupun aksesoris. Entah mendapat dorongan dari mana ia membawa tiap pijak kaki mengikuti wanita yang mencuri atensinya sejak acara dimulai.

"Aish, ngapain gue ngikutin dia sih! Bodoh!" kesal Saka berhenti tak jauh di belakang wanita berpakaian modis itu.

Ia mengetuk ngetuk keningnya merasa bodoh dengan kelakuannya sendiri, tak seharusnya ia peduli dengan wanita itu. Mau apapun tujuannya hadir ke sekolah bukan urusanya, lagipula dia tidak sepenting itu juga.

"Mama!"

Teriakan itu berdengung nyaring, membuat pacu jantung Saka tak beraturan. Saka menelan benang salivanya susah payah.

"Akhirnya Mama bisa datang juga ke acara sekolahku, aku bahagia banget terimakasih ya Ma."

"Mama kan udah janji bakal datang sama Papa kamu juga, lagian mana mungkin Mama mengecewakan anak mama yang paling tampan ini" ucap Hera memeluk singkat remaja yang ia panggil sebagai Anak.

Tak Tentu Arah [Saka]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang