"Janji yang terikat tak menjamin seorang tak berkhianat."
_Saka A_
Happy Reading
🩹🩹🩹
Kenapa mereka berbuat semaunya tanpa peduli yang dilakukan akan melukai yang lain, tidakkah cukup apa yang dimiliki sekarang sampai ingin mengambil milik yang lain juga? Dipikirnya Saka setunduk itu, haha tentu tidak!
Bangunan yang ingin diperjualbelikan itu adalah haknya, warisan dari mendiang ayahnya. Tidak akan ia biarkan rumah segudang kenangan itu raib oleh tangan serakah keluarganya sendiri. Tempat yang diamanatkan terhadap dirinya tidak akan ia lepas begitu saja, lagipula tidak ada hal yang benar-benar mengharuskan ia merelakan rumah itu berpindah kepemilikan.
Siapapun tidak bisa sesuka hati ingin menjual atau memiliki peninggalan ayahnya tak terkecuali neneknya sendiri, semua sudah atas nama Saka dan ia sudah menyimpan segala berkasnya di tempat aman sehingga tak seorangpun bisa mencurinya.
Ia tak sebodoh itu untuk dibodoh-bodohi oleh orang yang hanya mementingkan diri sendiri, Saka tahu isi kepala keluarganya dan itu menjadikan salah satu alasan ia memberi jarak. Tidak mau sampai dirinya menjadi boneka.
"Aku tidak akan melepaskan rumah itu, berapapun mereka membayar aku tidak akan mau" lugas Saka mempertahankan rumah yang ingin neneknya jual.
Mira memasang wajah masam, kesal dengan cucunya itu. "Bocah bodoh! Apa gunanya mempertahankan rumah yang tak kamu tempati lagi, buang-buang uang tiap bulan untuk merawatnya. Asal kamu tahu mereka berani membayar mahal, kamu bahkan bisa membeli 2 rumah seperti itu dengan uang hasil penjualan."
"Jika bagian yang kamu khawatir maka tenang saja kita akan bagi dua hasilnya" cecar berupaya menggoyahkan keras kepala cowok itu.
Mira membuka sebuah map lalu mendorongnya kearah Saka, terlihat jelas materai terpasang di bagian bawah tepat di atas nama seseorang yang mesti membubuhkan tanda tangan.
"Nenek sudah mempersiapkan semua kamu tinggal menandatangani dan menyerahkan sertifikatnya saja, masalah pembayaran dan bagian kamu akan menjadi urusan Nenek, Percayalah ini akan sangat menguntungkan."
Saka membaca surat pernyataan itu di mana namanya tertera sebagai ahli waris memang benar menjual rumah tersebut kepada si pembeli tanpa paksaan apapun, segala hal telah di bicarakan dan di sepakati bersama kedua belah pihak. Dia tak percaya ini, bagaimana bisa Nenek Mira berlaku seenaknya saja.
"Sudah aku katakan aku tidak setuju, nenek tidak bisa semena-mena begini dong. Rumah itu kan punyaku, kenapa tidak rumah ini saja nenek jual. Jangan Nenek kira aku tidak tahu kalau nenek ingin menguasai harta Ayah sama seperti anak-anak Nenek itu, kalian terus saja menguntit warisan ayah ku" sergah pemuda itu meninggikan suara.
"Beraninya kamu berbicara begitu! Nenek sudah baik dengan kamu tapi ini balasannya?" Wanita tua itu melayangkan ultimatum berupa pukulan tongkat diatas meja.
"Perlu kamu ketahui yang Nenek lakukan ini demi kebaikan kita bersama, kamu bisa membeli rumah baru tanpa terbayang kematian ayahmu dan juga bisnis keluarga kita akan semakin jaya bila kerjasama dengan keluarga Pak Hardanu terjalin. Pikirkan keluarga kita di masa depan yang akan hidup makmur, perkara rumah itu bisa kamu beli lagi."
Selalu seperti ini, mengatasnamakan keuntungan bersama nyatanya dalam kebersamaan itu dirinya tak diajak. Ia tahu betul tak akan mendapat apapun dan percuma rasanya mengharap yang sudah jelas tidak mungkin, bagian sama yang neneknya ucap hanya kalian guyonan. Lagipula ia sudah berjanji untuk menjaga rumah yang pernah menjadi tempat indah dalam memori ayahnya dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Tentu Arah [Saka]
AcakDia adalah remaja yang sering orang-orang juluki urakan, segala keburukan sudah melekat layaknya kulit pada tubuhnya. Berkelahi dengan teman, melawan orang tua, merokok, minus sopan santun, bahkan dia adalah peminum kelas berat. Tak sedikitpun nila...