11

118 9 0
                                    

"Kenangan adalah bentuk ingatan yang tak ingin dilupa meski paling menyakitkan sekalipun."

_Saka A_

Happy Reading

🩹🩹🩹

Bunga yang dulunya mekar bersemi, dipuja-puja karena indahnya,  menyejukkan mata. Bunga yang sama pernah menjadi simbol cinta yang mengagumkan, harum yang semerbak tak pernah mengusir senyum terlukis di bibir.

Kini telah layu, mati setelah teracuni menyisakan padang pasir yang meski dituang air kan tetap mengering.
Selayaknya bunga yang mati itu pun membawa hati yang remuk dibuatnya, senyum dan jati dirinya turut berlarian menjauh.

Dalam kehampaan pemuda bersurai coklat hitam itu merenung memandang lurus lukisan besar yang terpajang di atas kepala ranjang, tergambar sepasang insan berpose mesra saling melempar senyum terbaik berlatar altar yang dihias indah. Mengalihkan pandang pun objek serupa tertangkap mata, bisa dibilang ruangan ini dipenuhi bingkai-bingkai penuh kenangan.

Saka bergerak menyentuh salah satu potret wanita yang sedang tersenyum memamerkan deretan giginya ditambah salah satu tangannya memegang balon. Ia jadi teringat saat ia menanyai perihal foto-foto sang Bunda yang terpajang begitu banyaknya di kamar ini.

"Kenapa foto-foto ini tidak Ayah singkirkan? Toh Bunda gak akan kembali juga, jadi untuk apa? Bukankah ini tidak pantas masih disimpan?"

"Sampai kapanpun kamar Ayah tidak akan berubah, foto-foto ini akan tetap seperti ini. Ayah tak akan membiarkan semua yang Ayah alami terlupakan, setiap kesedihan dan harapan Ayah akan tersipan di sini dan kamu harus berjanji tidak akan merubah apapun di ruangan ini." ucap Farhan membenahi bingkai foto berukuran 4R yang sedikit miring.

"Ayah mengharapkan wanita itu? Ayah masi mencintainya setelah meninggalkan kita?" Saka berdecak sebal pada sang ayah yang masih saja membuka hati pada mantan istrinya itu.

"Wanita brengsek itu tidak pantas dicintai oleh siapapun, bagiku semua hal tentangnya seharusnya dibuang ke tempat sampah." 

Bugh

Cowok itu mengaduh sakit tat kala satu bingkai foto menghantam lengannya sangat keras, lalu di sambung raut memerah padam sang ayah yang tentu membuat dia bungkam tak berkutik.

Ini adalah cara pria 34 tahun itu menunjukkan letak salah anaknya, alih-alih hanya menegur dengan kata Farhan bahkan menyerang fisik. Cara yang sebenarnya tidak bisa dibenarkan.

"Jaga kata-katamu, hormati dia karena mau sampai matipun dia akan tetap menjadi ibumu. Sekali lagi kamu berkata tidak sopan Ayah tidak akn segan menghajar kamu. Masalah Ayah dengan bundamu biar menjadi urusan Ayah, yang perlu kamu tahu dia adalah wanita yang melahirkan kamu."

Sebenarnya Farhan tak ingin membiarkan Saka menyimpan benci pada ibunya sendiri, meski tidak pernah dikunjungi dia hanya ingin Saka tetap menghormati Hera selayaknya anak pada umumnya, masalah luka yang di tinggalkan biar menjadi urusannya asal Saka tak membenci wanita yang melahirkannya. 

Namun hati manusia siapa yang tahu? Kemana dan bagaimana perasaan itu muncul hanya pribadi yang tahu. Saka sudah berusaha seperti yang ayahnya mau tapi diwaktu bersamaan ketidaksukaan itu muncul, puncaknya setelah pemakaman sang Ayah. Ketika ia dengan orang-orang mengatakan ia sebatang kara dan tak ada yang mengurus, itu benar tetapi menyakitkan.

Perbincangan anggota keluarga yang terkesan mengasingkan di tengah keterpurukan, tatapan mereka seolah menghakimi. Sejak saat itu ia melepas keterikatannya, membiarkan diri terlalu bebas jauh dari apa yang diharapkan. Semakin ia melihat ke keluarga orang lain semakin ia memupuk amarah pada bundanya sebab peranan wanita itu tak Saka rasakan.

Tak Tentu Arah [Saka]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang