Prolog

338 25 7
                                    

"Ternyata masanya sudah habis."

_gisart_


Memulai awal baru dalam bagian baru.

Happy Reading...

***




Mencekam, satu kata mendeskripsikan pembicaraan dua orang dewasa berusia tak lebih dari 25 tahun, saling mengencangkan urat leher berteriak dengan wajah menunjukkan emosi tak terpendam. Nyaring intonasi suara bersaut-sautan, barang-barang pun tidak lagi tertata pada tempatnya.

"Aku suamimu aku berhak melarang kamu bertemu laki-laki itu!" bentak si pria.

"Apa masalahmu dia pacarku, hak ku bertemu atau bermesra dengannya!"

Wanita berpakaian seksi itu mendelik tidak suka, enak saja mengatur-atur seperti itu.

Wajah Laki-laki yang masih mengenakan pakaian kerjanya kian memerah padam, setiap hari dia habiskan untuk bekerja mengelola hasil perkebunan sawit milik kedua orang tuanya agar bisa memenuhi semua kebutuhan istri juga sang anak tapi wanita itu justru berselingkuh.

"Aku suamimu!" teriaknya menendang meja rias.

"Berkali-kali aku peringatkan putuskan laki-laki itu! Berhenti berhubungan dengan pria brengsek itu, tapi apa?! Kamu.... kamu bahkan mengandung anak selingkuhanmu, sialan!"

"Sialan! Kamu benar-benar wanita sialan! Murahan! Bangsat!" maki ayah satu anak itu menampar pipi istrinya keras.

Dia tidak menyangka hubungan gelap istrinya sudah sejauh itu bahkan sampai ada anak diantara mereka. Fakta itu benar-benar menampar telak dirinya di ambang batas kesabaran, ia akui tak setampan dan semapan pria itu tetapi itu bukan alasan yang tepat untuk membenarkan suatu perselingkuhan.

"Aku sangat mencintainya jauh lebih besar dari rasa suka yang pernah aku miliki padamu, jadi jikapun di suruh memilih jelas aku tidak akan memilih kamu lagi."

"Kenapa? Kenapa kamu mengatakan itu? Apa kurangnya aku sampai kamu melakukan semua ini? Jika kamu katakan aku akan berusaha memperbaikinya, aku akan berusaha menjadi seperti yang kamu mau." Intonasi laki-laki itu melemah hatinya benar-benar sakit mengetahui wanita yang ia cintai mengkhianatinya berulangkali dengan lelaki yang sama.

"Kamu tidak kurang apapun"

"Lalu kenapa kamu menyakiti aku sedalam ini? Di saat aku menjadikan kamu prioritas, di saat aku menghujani cinta untukmu, dan di saat aku menjadikan kamu duniaku. Kenapa kamu begitu tega menghancurkan hatiku?"

"Aku sudah berusaha! Tapi tetap saja aku tak memiliki alasan untuk terus bersamamu! Aku bosan dan ingin kebebasan dan semua yang tidak bisa aku dapatkan darimu aku dapat dari pria lain! Aku hanya mengikuti apa yang aku tahu inginkan dan kenyataan bukan kamu yang ku inginkan."

Dia tidak bohong jika menikah atas dasar cinta di usia muda dan berpikir pria itulah tahta tertinggi yang memberi gelar permaisuri pada dirinya tetapi setelah satu tahun berjalan dalam biduk rumah tangga ia merasa hambar. Kemudian datanglah sosok laki-laki lain dan berhasil menciptakan kenyamanan dan letupan-letupan bahagia sehingga cinta terlarang pun datang.

"Bohong! Bahkan kamu tidak mencoba, kamu tidak berusaha mengembalikan perasaan cinta itu. Kamu biarkan begitu saja kebosanan dan perasaan yang kamu sangka hambar mematikan semua hal tentang kita, sekalipun kamu tidak berjuang mempertahankan rumah tangga ini. Tidakkah kamu memikirkan ku? Memikirkan anak kita?" cecar pria itu bernada penuntutan berharap masih ada yang bisa dipertahankan atas rumah tangga yang baru seumur jagung.

Seolah kehabisan kata ibu muda itu mengalihkan perhatian membiarkan hening menyelimuti barang beberapa waktu.

"Aku ingin bercerai."

Pada akhirnya tiga kata keramat itu terucap, merobohkan pondasi ikatan suci yang dibangun selama dua tahun lamanya. Janji sehidup semati sudah tidak ada lagi artinya, kalimat itu hanya kiasan roti basi berjamur.

"Semudah itu? Anak kita masih sangat kecil dia bahkan belum bisa berbicara dengan jelas, berjalan pun masih kesusahan dan kamu tega meninggalkannya?"

"Aku cinta dia, aku akan menikah dengannya sehingga anak yang aku kandung bisa hidup bersama dua orang tua kandung" lugas wanita itu pergi mengambil koper.

Dia sudah putuskan untuk bercerai kemudian menyusun kehidupan baru bersama orang yang dicintai. Apapun konsekuensinya dia sudah siap.

Pria 25 tahun itu akhirnya memilih diam karena tidak ada lagi yang bisa dipertahankan, tidak ada lagi yang tersisa. Mahligai itu telah hancur.

Di balik pintu anak berusia 2 tahun duduk berjongkok mendengar percakapan kedua orang tuanya sambil menangis ketakutan karena para orang dewasa itu berteriak, dia tidak mengerti apa yang mereka katakan yang dia tahu mereka berteriak menakutkan.

Sejak hari itu semuanya berbeda.










******

U

pdate ulang soalnya cerita dirombak abis-abisan.

Next gak nih?


Vote sama komen yuk.


gisart, 3 Januari 2024

Tak Tentu Arah [Saka]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang