5

2.7K 208 12
                                    

Harap-harap bijak dalam menanggapi cerita

Jangan lupakan tinggal jejak, buat support authornya

***

Dua garis hasil dari sebuah testpack yang ia gunakan sudah membayar lunas sebuah fakta yang jelas. Aya menghela nafas, saat melihat dua garis biru pada testpack yang baru saja ia gunakan, itu artinya dia sungguh positif hamil. 

Apa takdirnya memang seburuk ini? Tidak dicintai suaminya, ditinggalkan orang-orang yang ia sayangi, dan sekarang ia tengah mengandung sendiri. Aya sendiri bahkan tidak tahu siapa ayah dari anaknya, tidak. Aya merasa bersalah pada bayi ini. Ia adalah anak pertamanya, yang hadir bukan karena sebuah cinta.

Ceklek

Tak ada angin tak ada hujan, bagai petir datang di siang bolong. Aya tersentak saat pintu kamarnya dibuka, tangannya yang sedang memegangi testpack segera ia sembunyikan dibelakang punggung. 

Ia menelan ludahnya gugup, saat Haekal berjalan mendekatinya, Aya melihat pada jam dinding yang tergantung, dan sekarang sudah jam lima sore, jadi wajar jika Haekal sudah pulang.

Haekal mengangkat sebelah alisnya, ketika melihat gelagat aneh dari Aya dan juga sebelah tangan yang tersembunyi dibelakang.

"Apa yang lo sembunyiin?" Tanya Haekal curiga.

Aya memundurkan langkahnya, saat Haekal semakin dekat,

"G-gak."

Haekal mendengus, ia meraih pergelangan tangan Aya dengan cepat, telapak tangan pria cantik itu terkepal kuat, Haekal berusaha membuka kepalan tangan itu, dan ternyata tidak mendapati apapun, membuat Haekal menghela nafas.

Haekal melepaskan cekalannya, lalu memasukan kedua tangannya pada saku celana, ia menatap Aya yang tengah menunduk.

Haekal berjalan mendekat, hingga sepatu pantofel miliknya bersentuhan dengan kaki telanjang Aya.

Aya mendongak dengan gugup, jantungnya berdegup kencang saat Haekal menatapnya dengan datar. Bersyukur karena testpack yang dipegangnya, berhasil ia masukan pada saku celana bagian belakang tanpa Haekal curigai.

Haekal sudah berdiri di depan wajahnya, ia menarik dagu Aya.

"Jangan pernah sekalipun lo nyoba nutupin apapun dari gue," ucap Haekal terdengar seperti ancaman.

Setelah mengatakan itu, Haekal berbalik melangkah, sebelum menutup kembali pintu kamar Aya, Haekal berkata, "Buatin gue makan malam," tanpa sedikit pun menoleh lagi kebelakang.

Brak!

Aya memejamkan matanya refleks, saat Haekal menutup pintunya dengan kasar. Setelah Haekal pergi, dengan cepat Aya membuang testpack itu pada tempat sampah, lalu keluar dari kamar untuk kedapur

Ketika menuruni anak tangga, entah karena kepalanya yang masih terasa pusing atau ia yang berjalan terlalu buru-buru, kakinya salah menapaki anak tangga, membuatnya terpeleset hampir terguling dari tangga sebelum pinggangnya ditahan dari belakang.

Dengan jantung yang rasanya hampir jatuh keperut, Aya menoleh kebelakang dan mendapati wajah suaminya yang begitu dekat dengannya.

Aya membuka mulutnya, berniat mengatakan terimakasih tapi tertahan saat Haekal melepaskan pelukannya, untungnya Aya sempat berpegang pada pagar pembatas tangga, jadi ia bisa menahan diri.

Haekal mendesis kesal, "Bisa ga kalo jalan ati-ati? Lo bisa ngrepotin gue kalo jatuh dari tangga setinggi ini."

"Maaf," cicit Aya pelan.

Haekal lagi-lagi mendengus, lalu berjalan lebih dulu melewati Aya begitu saja.

Melihat punggung Haekal yang sudah menjauh, Aya tersenyum dengan sendu, ingin sekali ia merasakan bagaimana hangatnya pelukan suaminya.

Karena Aya tidak pernah merasakannya.

Aya menggelengkan kepalanya, ia kembali berjalan menuruni tangga dengan lebih hati-hati, ia juga harus cepat memasak untuk Haekal. Suaminya pasti lapar, setelah bekerja seharian.

***

Haekal menatap dengan bosan, layar televisi didepannya. Terhitung sudah empat puluh lima menit ia meninggalkan Aya, memilih untuk menunggu diruang tengah. Haekal beranjak dari duduknya, pergi ke dapur untuk melihat apakah Aya sudah selesai atau belum dengan pekerjaannya. Perutnya sudah keroncongan sejak tadi minta diisi.

Saat sampai didapur, Haekal melihat punggung sempit Aya yang membelakanginya berkutat dengan kompor didepannya tanpa menyadari keberadaannya.

"Udah selese?" Tanya Haekal, membuat Aya tersentak kecil.

Aya menoleh sekilas, "Sedikit lagi."

Aya mengambil toples kecil berisi garam, menambahkan beberapa sendok lagi, mengingat Haekal ternyata menyukai makanan yang terasa sedikit asin. Karena waktu itu, Haekal pernah mengatakan jika sup yang dibuatnya terasa hambar. Aya juga mencoba resep baru, yang sudah ama Aya ingin sajikan pada sang suami.

Haekal berdecak, "Lama."

"Sebentar ya Haekal.. sedikit lagii", ucap si manis

Mendengar gerutuan Haekal, dengan gerakan terburu-buru Aya mengambil mangkuk besar untuk wadah supnya yang telah matang, ia mematikan kompor, lalu menuang sup yang berada dipanci kedalam mangkuk dengan hati-hati, Aya meringis pelan saat kuah sup itu sedikit menyiprat dan mengenai lengannya, alhasil tangan putih tersebut nampak memerah karena kuah panas sup. Namun luka itu tak Aya hiraukan.

"Haishh..gue makan diluar. Bisa kelaperan gue cuma karena nunggu lo kelamaan masak," ucap Haekal tak sabar, lalu pergi meninggalkan dapur.

Aya berbalik dengan mangkuk sup ditangannya, "Sudah selesai-" senyumnya luntur saat Haekal sudah pergi lebih dulu. Hatinya berdenyut sakit, tidak bisakah Haekal menunggu sebentar saja? Ia hanya perlu memindahkan sup dari panci.

Aya meletakkan mangkuk itu dimeja makan dengan perlahan, lalu melepaskan apron yang dipakainya. Aya duduk pada kursi makan, melipat kedua lengannya diatas meja untuk menyembunyikan wajah pada lipatan tangan.

Ia terisak pelan, ketika hati dan raganya begitu lelah dan sakit. Mereka tinggal satu rumah, Haekal selalu berada disekitarnya, tapi rasanya begitu jauh, begitu menyakitkan ketika rupanya eksistensinya tidak terlalu dipentingkan dan diperhatikan.

Ketika sudah hampir tengah malam, akhirnya Aya bisa menghentikan tangisnya. Ia berdiri, mengambil mangkuk sup yang dimasaknya, lalu meletakkannya pada wastafel tempat cuci piring. Ia menyiramnya dengan air keran. 

Tidak akan ada yang akan memakannya kan? Haekal sudah pergi keluar. Dan Aya tidak memiliki nafsu untuk makan. Menyimpannya sampai pagi pun percuma, sup nya pasti akan basi.

Dengan langkah yang lemah, Aya pergi ke kamarnya, menutup dirinya didalam selimut, mencoba tidur agar tubuhnya bisa berisitirahat, sebentar saja. Aya hanya ingin beristirahat. Ia lelah seharian ini.

Mempersiapkan diri, untuk mencoba setiap luka baru yang lebih menyakitkan ketika ia bangun nanti. Aya usap-usap perutnya yang masih datar sembari mencoba memejamkan matanya. Sampai kini.. ia benar-benar terlelap dalam bunga tidurnya.


TBC.

6929 - Heejay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang