1. Setelah Satu Tahun

5.9K 205 7
                                    

Satu tahun telah berlalu, semenjak Amaryllis menetap di kediaman suaminya. Bagi Amaryllis, perempuan yang lebih akrab dengan nama panggilan Lilly itu tidak ada yang benar-benar berubah dari hidupnya. Baik sebelum menikah, maupun setelah menikah, Lilly masih saja merasa ada bagian yang hampa dari dalam dirinya.

"Waktu benar-benar cepat berlalu." Lilly, perempuan berambut panjang dan tebal itu, berdiri di dekat jendela kamar. Perawakan tubuh Lilly yang ramping, membuat Lilly terlihat cocok dengan pakaian apapun yang dikenakan oleh Lilly. Bahkan hanya dengan gaun tidur putih polos itu pun, Lilly terlihat menarik.

Bagi Lilly yang seperti itu, kegelapan sangatlah cocok untuknya. Akan tetapi, alih-alih merasa senang dengan tempat yang gelap, Lilly malah begitu ingin menghindar dari segala hal yang mengandung unsur gelap. Terutama, pada waktu malam hari seperti sekarang ini. 

Segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Seperti Lilly yang tidak suka dengan kegelapan, Lilly memiliki alasan kuat dibalik ketidaksukaannya tersebut. Bagi Lilly, kegelapan merupakan salah satu akar dari mimpi buruk yang tertanam dalam diri Lilly.

"Nyonya? Apa Nyonya sudah tidur?"

Spontan, Lilly berbalik dan menatap ke arah pintu kamar. Suara ketukan serta suara seseorang yang tidak lagi asing bagi Lilly, membuat sudut bibir Lilly terangkat.

"Ada apa, Bi? Masuk aja."

Deritan pintu yang terbuka secara perlahan membuat senyuman di bibir Lilly kian merekah.

"Lihat? Sudah selarut ini, tapi Nyonya masih saja belum tidur."

Lilly terkekeh pelan. "Bibi bakalan cepat tua kalau omelin aku terus."

"Bibi memang sudah tua," sahut Bibi, kepala pelayan yang telah bekerja di kediaman sang suami selama dua puluh tahun lebih lamanya. Selain itu, Bibi Parvita juga merupakan pengasuh suaminya. "Em, apa Nyonya khawatir soal Tuan Ian?"

Lilly tak langsung menjawab.

Ian, ya?

Jika diingat-ingat lagi, setelah acara resepsi pernikahan satu tahun yang lalu, apa Lilly pernah bertemu lagi dengan suaminya itu?

"Menurut Bibi, apa Ian punya perasaan ke aku?"

Bibi Parvita, wanita yang sedikit lebih pendek dari Lilly sempat tertegun.

Selama satu tahun hidup terpisah dengan sang suami, ini merupakan yang pertama kalinya Lilly mengajukan pertanyaan itu pada Bibi Parvita yang telah mengasuh Ian, suaminya Lilly.

"Karena udah malam banget, kayaknya aku harus langsung tidur," ujar Lilly.

"Kalau begitu, saya rapikan tempat tidur Nyonya dulu sekali lagi." Seraya beranjak menjauhi Lilly, Bibi Parvita menahan rasa pilu yang menyentil hatinya.

Bagaimana bisa, perempuan sebaik Nyonya Lilly-nya, hidup dengan menyedihkan seperti itu?

"Bibi, kira-kira jam berapa besok Ian pulang?" Lilly ikut beranjak ke arah tempat tidur. Begitu Bibi Parvita selesai merapikan, Lilly langsung duduk di sana. Sembari memijat pelan tengkuknya yang terasa sedikit nyeri, Lilly kembali berujar, "Maksudku, Ian sampai ke rumah jam berapa?"

Kali ini pun, Bibi Parvita terdiam cukup lama.

Dan diamnya Bibi Parvita, Lilly dapat menyimpulkan satu hal.

"Apa ini kali pertamanya Ian pergi dalam jangka waktu selama ini?"

"Sebenarnya ...." Bibi Parvita menghela napas berat. "Biar saya pijitin, ya, Nyonya."

Lilly mengangguk, membiarkan tangan yang mulai menua itu memijit bagian pundak dan lehernya.

"Kalau Nyonya belum mengantuk, apa saya boleh menceritakan beberapa hal tentang Tuan Ian?"

Lilly; Her Past, Her Life, and Her Lover (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang