Langit yang biru, angin yang berembus, serta cicitan burung yang saling bersambut, adalah hal yang terlalu klise untuk dibahas.
Namun mau berapa kali pun Lilly merasakan suasana yang seperti itu, perasaan Lilly selalu berhasil membaik. Well, meski tidak seluruhnya baik.
"Cuacanya bagus, ya." Lilly bergumam. Itu lebih seperti kalimat yang ditujukan untuk dirinya sendiri.
Sementara itu, Ella, pelayan pribadi Lilly berdiri sedikit jauh dari tempat Lilly duduk. Di mata Ella, Lilly seolah menyatu dengan taman bunga itu sendiri. Bunga yang berwarna-warni itu seakan refleksi dari Lilly. Dan di antara semua bunga yang ada di taman, menurut Ella, bunga aster ungulah yang paling menyerupai Lilly.
"Ella."
"Ya, Nyonya." Dengan langkah terburu-buru, Ella berjalan menghampiri Lilly.
"Hari ini, ada berita apa tentang Ian?"
Ella bergegas mengeluarkan handphone dari sakunya. Memberitahukan artikel terbaru tentang Ian merupakan salah satu hal yang dilakukan oleh Ella hampir setiap hari.
Sembari menikmati pemandangan yang menjernihkan mata, Lilly terus mendengarkan Ella yang tengah membacakan berita tentang suaminya.
Pagi tadi, usai sarapan, Ian kembali pergi. Dan Lilly sama sekali tidak bertanya ke tempat apa suaminya itu akan pergi. Bukan karena tidak penasaran, Lilly hanya merasa tidak siap untuk mendengar jawaban dari Ian langsung. Well, meski ada juga kemungkinan bahwa Ian tidak akan menjawabnya.
"Apa ga ada berita terbaru terkait perempuan itu?"
Ella tersentak. Alih-alih menjawab langsung, Ella lebih dulu memastikan raut wajah Lilly saat ini.
"Bacain headline-nya aja."
Padahal, Ella sengaja melewati tiap headline yang mengarah ke perempuan itu. Tapi, tetap saja Ella tidak dapat membantah perintah Lilly.
"Alasan Ian Austin Archandra kembali, apakah--"
"Nyonya!"
Tidak tahu dengan Lilly, tapi yang pasti, Ella merasa sangat lega. Bibi Parvita secara tidak sengaja telah membantunya.
"Kenapa Nyonya masih di sini? Nanti malam Nyonya akan pergi ke pesta. Banyak hal yang harus disiapkan. Ayo, Nyonya! Saya akan membuat Nyonya berubah menjadi peri tak bersayap."
Lilly tertawa pelan. Jika bisa menjadi peri, Lilly tentu saja ingin memiliki sayap. Mungkin dengan begitu, Lilly bisa benar-benar terbang bebas ke manapun.
"Tapi, sinar mataharinya masih ada," ucap Lilly sembari menoleh ke arah langit.
"Nyonya 'kan belum pilih gaun. Jadi, Nyonya harus--sebentar, Ella."
"Ya, Madam."
"Panggil pelayan yang lain ke kamar Nyonya dan siapkan semua peralatannya."
Lilly menghela napas dengan berat. Baru saja tadi pagi ia dijadikan boneka oleh Bibi Parvita dan pelayan yang lainnya. Dan sekarang, Lilly harus mengalaminya lagi.
•••
Melihat betapa bersinarnya malam ini, Lilly tidak bisa tidak merasa gugup. Setelah menikah, ini merupakan pertama kalinya Lilly menghadiri acara megah seperti itu.
"Nyonya, kita sudah sampai."
Bukan dengan suara, Lilly dikejutkan dengan Ella yang tiba-tiba menepuk tangannya.
"Maaf, saya sudah lancang."
Lilly hanya sekadar tersenyum. Tanpa diberitahu, Lilly yakin bahwa Ella pasti--
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilly; Her Past, Her Life, and Her Lover (SELESAI)
RomantizmMelarikan diri dari rumah, itu adalah satu-satunya tujuan Lilly untuk tetap bertahan hidup. Akan tetapi demi ketenangan hidupnya, Lilly harus pergi dengan izin dari mommy-nya. Dan syarat yang harus dipenuhi Lilly adalah menikah. Dengan pria pilihan...