7. Rencana Lilly

1.8K 95 0
                                    

Dengan langkah yang pasti, Lilly berjalan menuju ruang makan. Langkah Lilly sempat terhenti sewaktu melihat keberadaan Ian di sana.

"Kamu udah bangun?"

Sembari menarik kursi meja makan, Lilly menjawab, "Bibi Parvita bakalan khawatir kalau aku telat sarapan." Lilly tersenyum tipis pada Ian. "Semalam, aku lupa kasih hadiah yang udah aku siapin untuk Nenek. Jadi rencananya, siang ini aku mau datang ke sana."

"Kita pergi--"

"Ah, aku bakalan pergi sama Ella," Lilly menginterupsi, sengaja. "Ian ga keberatan kalau aku pergi sama Ella, 'kan?"

Ian berdeham, lalu mengangguk. "Minta anterin Liam aja," ujarnya.

"Baik."

Percakapan berakhir, dan dilanjutkan dengan keheningan yang seakan memenuhi tempat itu.

Setelah membuat kekacauan di pesta ulang tahun Nenek, Lilly dengan tidak tahu malunya malah membawa pulang suaminya. Yang mana, suaminya merupakan cucu dari si pemilik pesta.

Lilly harus mengakui, bahwa semalam ia bertindak cukup bodoh. Jika Madam Tessa melihat langsung apa yang telah diperbuat, Lilly pasti akan dihukum habis-habisan.

Tetapi, Lilly dapat bernapas dengan lega. Karena di kediaman Archandra, tidak ada Madam Tessa. Juga tidak ada Mommy yang selalu menuntut Lilly untuk menjadi putri yang sempurna dalam segala hal.

"Tapi karena kejadiannya baru semalam, kalau aku datang hari ini, Nenek pasti ...."

"Nenek pasti suka kalau kamu datang," ucap Ian. "Jadi pergi aja kalau memang mau pergi."

Lilly terdiam. Sepertinya, Lilly harus memikirkan kembali keputusannya.

Well, Lilly akan menyelesaikan sarapan dengan cepat. Setelah itu, Lilly harus memikirkan solusi terbaik atas kekacauan yang telah diperbuat. Setidaknya, meski Ian tidak memiliki rasa tertarik pada Lilly, Lilly tidak ingin membuat nenek dan mamanya Ian berpaling dari Lilly. Tapi setelah dipikirkan lagi, memangnya Lilly pernah dianggap oleh keluarganya Ian?

•••

"Nyonya Lilly. Nyonya Besar terus menelepon. Apa saya angkat saja?"

Beberapa menit setelah Ian pergi dari rumah, Lilly kembali masuk ke kamar. "Jangan diangkat." Dan semenjak artikel tentang kejadian semalam dipublikasikan, Mommy terus saja menelepon. Padahal, selama ini Mommy hanya peduli pada pekerjaannya.

Lilly melepas ikatan rambutnya. Lalu menjatuhkan tubuh ke kasur. Terserah. Lagi pula, Mommy hanya akan mengomelinya saja.

"Ella."

"Ya, Nyonya."

"Menurut kamu, pekerjaan apa yang paling menjanjikan?"

Ella menautkan alis menatap Lilly. "Em, mungkin tenaga medis? Atau mungkin pekerjaan yang berkaitan dengan pemerintah," jawab Ella. "Tapi, untuk apa Nyonya menanyakan soal ini? Maksud saya, kenapa tiba-tiba ...."

Lilly tertawa pelan. Ia sendiri juga tidak tahu mengapa baru sekarang ia terpikirkan cara itu. Cara agar Lilly bisa terlepas dari Madam Tessa, Mommy, dan juga Ian.

Selama satu tahun ini, menurut Lilly tidak ada hal khusus yang telah diperbuat olehnya. Lilly hanya terus menetap di kediaman, menanti kepulangan sang suami yang seakan melarikan diri tepat setelah sehari usia pernikahan.

"Nyonya baik-baik saja?" Ella menghampiri Lilly yang terbaring di kasur. Sebenarnya, Ella cukup tahu bahwa pertanyaan yang baru saja diajukan merupakan pertanyaan yang paling konyol. Pada kenyataannya, berada dalam posisi Nyonya Lilly-nya bukanlah hal yang menyenangkan. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?"

Lilly; Her Past, Her Life, and Her Lover (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang