29. Rencana Rosa

780 55 0
                                    

"Nona?" Rosa terus menggeledah seisi rumah kontrakan yang tak luas itu, mencari keberadaan Lilly yang takkunjung ditemukan. Namun, meski sudah menggeledah ke seluruh tempat, jejak Lilly tidak juga terlihat.

Kaki Rosa mendadak terasa lemas. Rosa merasa bersalah karena telah meninggalkan Lilly sendirian di rumah. Yang mana pada kenyataannya, Rosa cukup tahu bahwa rumahnya pun bukan tempat yang aman bagi Lilly.

Seharusnya, setelah keadaan Lilly sedikit membaik, Rosa langsung membawa Lilly keluar dari sana. Membawa Lilly ke tempat paling jauh--yang tidak dapat digapai oleh Madam Tessa.

Madam Tessa
Ibu tidak menyangka kamu menyembunyikan Nyonya Lilly yang kabur dengan cara seperti itu.

Rosa terduduk usai membaca pesan yang baru saja masuk, air matanya kembali mengalir. Ia merasa, segala usahanya jadi sia-sia. Padahal, susah payah Rosa mengubah pola pikir Lilly yang pesimis terhadap masalah ini. Lebih dari apapun, Rosa tidak ingin Lilly kenapa-napa lagi.

Tidak ingin menyerah begitu saja, Rosa langsung menyeka air matanya, menampar pipinya--menyadarkan diri bahwa meratapi nasib bukanlah prioritas untuk saat ini.

Rosa bergegas berlari ke kamar. Dilihatnya, kardigan milik Lilly yang digantung di belakang pintu taklagi ada. Keadaan kamarnya juga dalam kondisi rapi--sama sekali tidak ada tanda-tanda perlawanan dari Lilly. Tidak heran, mungkin jika ada di posisi Lilly pun, Rosa tidak akan pernah bisa melawan. Satu-satunya pilihan terbaik hanyalah mengikuti perintah Madam Tessa.

Kemudian, Rosa menyalakan kembali ponselnya. Rosa mengetuk ikon kontak, menghubungi seseorang yang mungkin saja dapat mengakhiri segala penderitaan yang telah mereka alami selama ini.

•••

Rosa membukakan pintu rumahnya dengan cepat sewaktu mendengar ketukan dari luar.

Melihat kedatangan tiga orang asing yang belum pernah dilihat, membuat Rosa sempat terkejut. Itu karena tatapan yang mengarah padanya amat mengintimidasi. Akan tetapi, Rosa dengan segera mempersilakan para tamunya untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

"Selama beberapa hari ini, Nona Lilly tinggal di sini, sama saya. Karena kondisi Nona kurang baik, saya baru tanya kemarin, soal apa yang terjadi. Selama tiga hari, saya ga pernah keluar dan terus jagain Nona. Tapi karena persediaan makanan sudah habis, saya terpaksa keluar. Pas saya balik, Nona udah ga ada. Madam Tessa bawa Nona pergi," jelas Rosa.

"Madam Tessa? Bukannya udah balik ke Aarhus?" Ian menatap Rosa dengan skeptis.

Beberapa menit yang lalu, Ian tiba-tiba saja mendapat panggilan telepon dari seseorang yang mengatasnamakan teman mengobrol Lilly selama di Aarhus. Ia juga memberitahu bahwa ia merupakan putri dari Madam Tessa--seperti apa yang orang lain tahu tentangnya. Yang mana sudah jelas bahwa orang itu adalah Rosa.

Karena Ian memang berada di daerah yang sama, meski tidak begitu yakin, Ian tetap datang menemui seseorang bernama Rosalina. 

Beberapa hari sudah berlalu, petunjuk keberadaan Lilly juga tidak kelihatan. Awalnya, Ian berusaha menyembunyikan fakta kaburnya Lilly dari Mama, Nenek, dan juga Mommy. Namun karena itu bukan hanya masalah Ian saja, Ian pun memberitahukan pada anggota keluarga--dalam batasan, publik tetap tidak boleh tahu. Sebab, hal itu akan menjadi pemicu masalah pada masa yang akan datang.

"Semenjak Nona menikah, Madam Tessa memang kadang-kadang balik ke Indonesia. Karena Madam Tessa baru aja balik, saya ga nyangka Madam bakalan balik secepat ini," jawab Rosa. Oleh sebab itu, Rosa tidak membawa Lilly pergi dari rumahnya. "Sebenarnya, saya bukan anak Madam Tessa. Yang saya tahu, Madam Tessa memang pernah menikah. Tapi ga pernah punya anak."

Lilly; Her Past, Her Life, and Her Lover (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang