31. Kecemasan yang Belum Berakhir

885 59 0
                                    

Setelah mengetahui bahwa Madam Tessa juga mengeksploitasi anak, Ian memutuskan untuk melaporkan kasus itu ke pihak polisi. Itu usulan dari Nenek, dan Mama yang menjadi pihak pelapor.

"Pak Ian!!!"

Dari kejauhan, Ian melihat Liam yang sedang berlari ke arahnya, berdesakan dengan banyaknya orang di jalanan.

"Ada apa?"

Dengan napas yang masih tak beraturan, Liam menyodorkan ponselnya pada Ian. "Nyonya ...."

Ian membelalak menatap Liam, lalu menatap layar ponsel Liam yang menyala, dan ada panggilan tersambung dengan nomor yang tidak dikenal.

Ian langsung mengambilnya, menempatkan ponsel itu ke dekat telinga, lalu--

"Ian?"

Lilly. Itu Lilly, istrinya!

"Lilly. Kamu di mana? Aku--"

"Ian, Motel Hana House. I'll wait in--"

Sambungan telepon mendadak terputus. Raut wajah Ian kelihatan begitu tegang. Suara Lilly yang didengar barusan, seakan terdesak oleh sesuatu.

"Liam. Ke motel Hana House sekarang!" seru Ian. Ia bergegas ke tempat mobilnya diparkir.

Bersamaan dengan itu, Liam dengan segera menyusul Ian.

•••

Untuk keluar dari ruang bawah tanah, Lilly terpikirkan beberapa cara. Namun cara terakhir yang dipilih Lilly usai merundingkannya dengan Isela, adalah Lilly menggantikan tugas Isela.

Sewaktu seseorang datang menjemput Isela, Lilly beranjak menghampiri--menawarkan diri agar orang itu membawanya dan membiarkan Isela yang baru saja melakukan percobaan s*****e--tentu saja ini hanya sebatas akting. Akan tetapi, agar dapat meyakinkan orang tersebut, Isela benar-benar melukai lengannya dengan beberapa sayatan. Dengan begitu, orang tersebut tidak punya pilihan lain selain membawa Lilly pergi.

Itu sengaja mereka lakukan, supaya setidaknya, ada yang menjaga keselamatan anak-anak.

Tepat di depan sebuah bar, Lilly diturunkan di sana. Taklama, seorang wanita datang menjemput, menyuruh Lilly untuk masuk.

Lilly diminta untuk mengganti pakaian dengan pakaian yang telah disediakan. Perlakuan yang diterima Lilly di sana, sangatlah dingin. Well, dari awal pun Lilly tidak berekspektasi apapun. Hanya saja, Lilly tiba-tiba teringat akan kondisi Isela yang harus melakukan hal seperti itu setiap hari.

Hingga beberapa saat setelahnya, Lilly disuruh mengantarkan minuman ke sebuah ruangan. Tanpa membantah sedikit pun, Lilly langsung mengantarkannya. Bagaimanapun juga, jika ingin meraih hasil yang besar, Lilly juga harus mengambil tindakan yang besar.

Bagi Lilly, apa yang dialaminya saat itu adalah tindakan yang benar-benar tidak pernah dibayangkannya. Lilly tidak menduga bahwa di dunia ini, ada tempat yang semenakutkan itu. Pada saat yang sama, Lilly menyadari, mungkin inilah alasan mengapa Mommy selalu memberi batas waktu untuk Lilly keluar malam saat di Aarhus, dan pergaulan Lilly pun amat sangat dibatasi.

"Sayang, ayo masuk."

Lilly berjalan dengan tidak nyaman kala seseorang berkepala botak dan berperut buncit itu memeluk pinggang Lilly. Terlebih, bau alkohol yang sangat menyeruak membuat Lilly terus merasa mual.

Jika dipikirkan lagi, tidak ada hal berguna dari orang yang berada di sebelahnya ini. Padahal, Lilly dengan sengaja mengajaknya untuk menginap di tempat lain, dengan begitu, orang suruhan Madam Tessa tidak akan lagi mengawasinya. Dan juga, tanpa pria itu sadari, Lilly diam-diam mengambil ponsel milik pria tersebut. Namun lagi-lagi, daya baterainya mendadak habis sewaktu Lilly sedang bertelepon dengan Ian.

Lilly; Her Past, Her Life, and Her Lover (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang