17. Matthew, Bukan Matthy

1K 78 0
                                    

Matthew menghembus napas lega setelah melihat tumpukan di meja kerja itu berkurang. Tidak hanya satu atau dua, tapi lebih dari itu. Setengah tumpukan dokumen yang sudah begitu muak dilihat Matthew telah diselesaikan dengan sempurna oleh nyonya rumah Archandra.

Sembari terus memperhatikan Lilly dengan senyuman yang tak kunjung luntur di bibirnya, Matthew terus mengucapkan kalimat pujian.

"Berhenti melihat ke arahku, Matthy. Aku istri dari tuanmu," celetuk Lilly.

"Ya, saya tahu. Karena itu, saya sangat bersyukur karena Nyonya Lilly menjadi Nyonya rumah ini. Kalau bukan Nyonya orangnya, mungkin saya akan mengundurkan diri bulan depan."

Lilly meletakkan pena yang dipegang ke meja, menatap Matthew dengan tatapan skeptis.

"Nyonya, saya sedang pencitraan di hadapan pemilik Archandra yang baru."

Lilly sedikit terperanjat. Seingatnya, Lilly belum memberitahukan siapapun bahwa saat ini surat kediaman Archandra ada padanya. Bahkan pada Ian sekalipun.

"Nyonya belum tahu? Bagi kami para pelayan yang rendahan ini, Nyonya Lilly adalah prioritas paling utama."

Lilly bernapas lega. Syukurlah, karena Matthew tidak mengetahuinya.

"Matthy--"

"Lilly!!!"

Matthew dengan cepat langsung berdiri dari duduknya. Sementara Lilly, kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Ian sudah pulang?"

Ian, dengan tatapannya yang tajam, menatap Matthew yang berani-beraninya menghirup udara di ruangan yang sama dengan sang istri.

"Kamu, keluar!" tegas Ian.

"Matthy, tolong sekalian minta Ella untuk membawakan teh," ucap Lilly. "Ah, ke kamar, ya."

"Baik, Nyonya."

Setelah berpamitan, Matthew pun keluar dari sana.

Ian menghampiri Lilly yang masih duduk di kursi.

Akan tetapi, Lilly seakan tidak peduli akan keberadaan Ian.

Alhasil, Ian menarik dokumen yang sedang diperiksa Lilly. Hal itu membuat kertas bersih tersebut jadi tercoreng tinta pena.

"Ian!" Dengan raut wajah masam, Lilly berdiri dari duduknya. Berusaha mengambil kembali dokumen itu dari tangan Ian.

"Ini tugas Matthew. Kenapa kamu yang kerjain?"

"Ian kasih tugas ke Matthy terlalu banyak. Selama seminggu lebih ini, Matthew jadi ga bisa keluar dari ruang kerja Ian. Aku cuma mau bantu Matthy--"

"Matthew, bukan Matthy." Mendengar Lilly yang menyebutkan nama pria lain dengan bibir Lilly yang manis itu, Ian jadi ingin mengakhiri kontrak kerja dengan Matthew sekarang juga. Ian tidak peduli, meski Matthew adalah pekerja keras yang sangat dapat diandalkan, tapi tetap saja ... Ian tidak ingin ada pria lain di hati Lilly selain dirinya. Sebenarnya, Ian sendiri tidak yakin apakah ia benar-benar memiliki tempat di hati Lilly. Mengingat hal itu, Ian jadi tambah kesal.

"Matthew ataupun Matthy ... dua-duanya sama aja. Lagian, apa pentingnya itu sekarang?"

Ian menyugar rambutnya dengan kasar. Berdecak pelan, lalu kembali menyerahkan dokumen tersebut pada Lilly.

"Mungkin bagi kamu, itu bukan apa-apa. Tapi aku cemburu, Lilly. Aku cemburu."

"Kenapa cemburu?" Lilly mengernyit. Takpaham mengapa Ian harus memasang raut wajah seperti itu hanya karena nama panggilan saja. "Selama satu minggu ini, yang tidur sama aku 'kan cuma Ian. Yah, ke depannya pun selalu begitu. Jadi--Ian?"

Lilly; Her Past, Her Life, and Her Lover (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang