70

1.1K 89 34
                                    

Konsentrasi selama meeting tidak didapatkan sama sekali oleh Deva. Sejak klien menjelaskan tentang yang dia inginkan tidak didengarkan sama sekali olehnya.

Fokus Deva malah tentang suatu hal yang tengah diselidiki oleh sang ayah. Maksud Bella bukan ibunya tidak dimengerti olehnya.

"Terus kalau mama aku bukan Bella, ibu kandungku siapa dong?" monolog Deva dalam hati.

Tepukan di bahu menyadarkan Deva. Dia kembali mendengarkan semua permintaan klien mengenai spesifikasi gedung yang mereka inginkan. Setelah selesai Deva pamit undur diri membiarkan David menyelesaikan meeting.

Pikiran Deva kacau dia tidak fokus sama sekali mengenai meeting hari ini. Deva sengaja pergi menggunakan taksi menuju ke salah satu tempat yang lumayan jauh dari pusat kota.

Pemuda itu mengeluarkan sebatang rokok dari kantong celana lantas menghembuskannya ke langit.

"Kebiasaan burukmu ternyata mirip seperti ayahmu," ujar seseorang.

Deva melirik kearah depan dimana ada sosok sang paman tengah menatap dia remeh. Deva berdiri untuk salim cuma tidak diterima sama sekali olehnya jadi Deva kembali duduk.

"Sejak dulu aku memang membenci ayahmu Mahendra. Wajah dia dipuji sangat tampan oleh kalangan keluarga karena dia mirip seperti kakek sedangkan aku tidak. Padahal kami berdua kembar," ujarnya.

"Om Aldo iri berarti tidak bersyukur akan nikmat yang diberikan sang pencipta padamu. Dibalik ketampanan papa ada kekurangan mengenai itu semua," sahut Deva.

"Benar ayahmu sangat bodoh sekali. Bahkan dia baru bisa membaca saat kelas tiga sekolah dasar berbeda denganku," sahut Aldo sombong.

Deva berdiri menginjak batang rokok yang baru dia hisap sedikit dan langsung memukul perut Aldo sangat kuat. Tubuh Aldo terjatuh seketika akibat pukulan Deva terhadapnya.

"Aturan pertama jangan menghina ayahku di depanku." Deva mendekat kearah Aldo yang malah mundur saat didekati oleh keponakan dia sendiri. "Dan kau tahu kenapa kau gagal om Aldo. Dirimu itu pecundang yang lari dari tanggung jawab, bahkan kau membebankan hutangmu dulu kepada ayahku. Dirimu tidak tahu malunya beberapa bulan terakhir meminta perusahaan ayahku. Jangan harap manusia serakah!" ujar Deva.

"Kau hanya bocah kemarin sore!" pekik Aldo memegang perutnya.

"Heh bocah ini akan mengurungmu di balik jeruji besi kembali. Apabila kau berani mengusik kehidupanku," ujar Deva dengan seringainya.

"Aku tidak takut ancamanmu!" pekik Aldo.

Deva menyeringai kearah Aldo. "Aku tidak suka mengancam karena diriku lebih suka bertindak," ujar Deva.

Pemuda itu semakin mendekat kearah Aldo yang malah sedikit takut akan wajah Deva. Wajah Deva mirip seperti seorang pemburu yang menemukan mangsa buruan. Deva menendang tubuh Aldo cukup keras karena Aldo belum juga beranjak berdiri.

Aldo berusaha berdiri walaupun tubuhnya sangat sakit akibat perbuatan Deva. Pria itu berlari kearah Deva ingin membalas perbuatan Deva, namun dengan cepat Deva memelintir tangan kanan Aldo yang berniat menghajar wajahnya. Tanpa ekspresi Deva memutarkan tangan kanan Aldo tidak peduli suara teriakan kesakitan Aldo.

"Heh segini sakit," remeh Deva.

Suasana gang sempit memudahkan Deva untuk leluasa menghajar saudara dari ayahnya sendiri. Di kejauhan ada kedua sosok pria dewasa menatap dalam diam aksi brutal Deva menghajar Aldo tanpa ampun.

"Anak lu bisa bunuh kembaran laknat lu tuh," celetuk Rey.

"Aldo saja tidak mengganggap gua ada jadi anggap saja itu balasan dari gua," sahut Fahri santai.

Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang