deru nafasmu

4.6K 51 0
                                    

1 bulan setelah sudah berlalu, itu artinya 2 Minggu lagi menjelang kelulusan ku. Malam ini kegiatan kami seperti biasanya, aku yang sibuk dengan urusan belajar sekaligus menjadi ibu rumah tangga, dan Adel yang sedang menonton tv bersama pak Sean di ruang keluarga.

keluarga Bu Nita datang kerumah kami tanpa memberi kabar terlebih dahulu. "Assalamu'alaikum," ucap seorang wanita paruh baya yang ku yakini adalah ibu kandung Bu Nita.

Serta seorang gadis yang pernah Bu Nita kenalkan kepadaku, tetapi hanya lewat fotonya saja. Dia adalah keponakan Bu Nita, namanya Anggun. Anggun tersenyum manis kepadaku, sedangkan aku hanya tersenyum canggung.

"Ibu, kenapa gak ngasih kabar dulu kalau mau datang?" Tanya pak Sean kepada ibu mertuanya itu.

"Enggak apa-apa, Sean. Ibu sama Anggun kesini cuma mau jemput Adel aja kesini, soalnya kan Adel bentar lagi mau ujian. Kasian kalau kamu ngantar jemput Adel yang sekolahnya jauh. Jadi maksud ibu, biar selama 1 bulan ini Adel tinggal sama ibu dulu," ucap ibu mertua suamiku.

"Kalau gitu tergantung Adel nya aja, bu. Sean gak bisa maksa Adel." Ucap pak Sean.

"Adel gimana? Mau tinggal sama Oma?" Tanya pak Sean kepada anak sambungku itu.

"Iya! Adel mau!" Ucap Adel girang.

Sudah sangat lama aku tidak melihat senyuman Adel yang begitu gembira. Aku merasa bersalah kepadanya. Teringat oleh ku betapa dulu Adel begitu leluasa saat bersama Bu Nita. Namun, saat bersama ku Adel tampak lebih canggung dan pendiam.

"Yaudah. Kalau gitu Adel siap-siap ya sekarang, biar kak Anggun bantu," ucap Anggun.

akhirnya setelah menunggu Adek siap-siap, dan aku juga berbincang banyak sedikitnya dengan orang tua Bu Nita, ternyata Bu Nita juga sering menceritakan tentang aku kepada orang tuanya. Sehingga orang tua Bu Nita sudah tau betul bagaimana aku.

"Acha.... Kalau ada apa-apa jangan sungkan ya, Acha bisa cerita ke ibu. Anggap aja ibu ini adalah ibu Acha juga," ucap ibu mertua suamiku.

Aku tersenyum canggung, sampai pada akhirnya Adel dan Anggun sudah siap. "yaudah, kalau gitu kami pamit dulu ya," ucap ibu mertua suamiku.

"Kami pamit ya, om, Tante," ucap Anggun menyalami aku dan pak Sean.

Aku merasa aneh saat Anggun memanggilku dengan sebutan itu, karena umur Anggun lebih tua dari ku 2 tahun. Begitupun dengan Adel yang tiba-tiba saja merubah panggilannya terhadap ku.

"Adel pergi dulu ya, bunda," ucap Adel memeluk tubuh ramping ku.

Aku terkejut sekaligus terharu, itu artinya Adel sudah benar-benar menganggap ku sebagai ibunya. Sampai pada akhirnya mereka pergi dan menyisakan aku dan pak Sean berdua dirumah.

Terasa sangat canggung saat berada didalam rumah ini. Aku yang berumur 18 tahun tinggal satu atap dengan pria yang sudah berumur 40 tahun. Sungguh jarak umur yang sangat jauh.

"Acha masuk ke kamar dulu ya, pak." Ucap ku.

Pak Sean menarik tanganku hingga membuatku kehilangan keseimbangan dan terjatuh kedalam pangkuan pak Sean. Seketika pandangan kami bertemu. Jarak kami sangat dekat hingga aku dapat merasakan hembusan nafas pak Sean diwajahku.

Pak Sean semakin mempertipis jarak wajah kami. Hingga hidungnya kening kami menyatu. Dapat ku lihat mata pak Sean sudah memerah akibat menahan hasratnya.

Ketika pak Sean hendak mencium bibirku. Tiba-tiba saja pintu rumah terbuka. Aku dan pak Sean terkejut sampai membuat ku berdiri secara spontan. Ku lihat ibu mertua suamiku sudah berdiri di depan pintu.

"Ibu?" Panggil pak Sean

"Sean, Acha. Maaf... Ibu ganggu kalian ya? Ibu cuma mau minta ponsel Adel," ucap ibu mertua suamiku merasa canggung.

Pak Sean beranjak dari duduknya dan mengambil ponsel Adel yang hanya kami katakan selama hari libur saja. Aturan itu tidak pernah berubah sejak masih ada Bu Nita disini.

"Ini Bu." Ucap pak Sean.

"Oke deh kalau gitu, kalian lanjutin aja. Mumpung Adel lagi sama ibu. Jadi kalian bebas ngapain aja," ucap ibu mertua suamiku.

"Eh.. iya, Bu," ucap pak Sean merasa canggung.

Orang tua Bu Nita akhirnya pergi meninggalkan kami berdua dirumah itu. Aku beralih menatap pak Sean dengan tatapan canggung. Pak Sean tersenyum dan kembali berjalan kearah ku.

Jantung ku benar-benar tidak normal saat ini, aku yakin pasti wajahku sudah memerah saat ini. Aku benar-benar sudah rela jika harus melepaskan keperawanan ku untuk suamiku ini.

Pak Sean berdiri didepan ku, aku tidak berani menatap pak Sean. Tubuhku jauh lebih pendek dibanding tubuh pak Sean. Aku hanya sebatas dadanya saja. Tubuhku sangat kecil, tetapi tenagaku tidaklah kecil.

Aku adalah seorang pelatih karate, sehingga teman-temanku tidak ada yang berani membully ku. Aku dan pak Sean percis seperti ayah dan anak. Tapi memang harusnya seperti itu.

Pak Sean memeluk tubuh ku dengan erat, aku membalas pelukan itu. Terasa begitu hangat dan nyaman. "Terimakasih ya, Cha." Ucap pak Sean mencium kepalaku.

"Makasih untuk apa?" Tanya ku kepada pak Sean.

"Untuk semuanya. Kamu sangat berubah, Cha." Ucapan pak Sean yang terakhir membuat air mataku lolos begitu saja. Jujur, aku sangat merindukan sifaf kekanak-kanakan ku yang dulu. Keadaan memaksaku untuk berubah.

Pak Sean mengecup singkat pipiku dan pergi meninggalkan ku seorang diri diruangan itu. Aku menghembuskan nafas panjang, sampai akhirnya ku matikan TV dan mematikan lampu. Aku kembali masuk kedalam kamar ku dan Adel.

Aku kembali membayangkan ucapan pak Sean dan hembusan nafas pak Sean yang menyapu wajahku. Sepertinya aku sudah benar-benar mencintai suamiku itu. Aku tersenyum dan akhirnya aku ketiduran.

Istri Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang