Putriku

935 23 1
                                    

Sesampainya dirumah sakit, dokter itu memeriksa ku. Setelahnya dokter itu menyuntikan obat penunda persalinan, sebab anak yang berada di perutku masih belum waktunya untuk lahir.

"Pak Sean udah tau kalau mba Acha ada disini?" Tanya dokter itu kepadaku.

Aku menggeleng, dokter itu keluar dari ruangan dan menyuruhku untuk beristirahat dengan cukup. Sedangkan Adel masih setia berada disampingku.

30 menit berlalu, ku lihat pak Sean datang dengan wajah panik. Aku marah? Benar, tapi aku rasa ini terlalu berlebihan. Aku masih belum dewasa menerima semua ini.

"Acha. Kamu kenapa pergi dari pesta gitu aja? Kamu bikin saya malu tau gak!" Ucap pak Sean.

Aku tidak berniat untuk menatap pak Sean, hatiku hancur mengingat pak Sean bergandengan dengan Vita. "Maafin Acha ya... Acha gak mau gangguin Uda sama Vita, perut Acha udah sesakit itu," ucapku.

Aku tidak mendengar apapun, pak Sean meraih tanganku. "Maaf, sayang." Ucap pak Sean mencium tanganku.

Aku mengangguk. "Masih kuat gak? Kita kembali kekantor yuk, Uda bakal jelasin semuanya," ucap pak Sean.

"Iya, Acha kuat," ucapku.

Adel dan pak Sean membantuku berdiri, aku merasakan bahwa perutku sudah agak membaik. Rasa sakit itu semakin lama semakin mereda, ditambah dengan pak Sean yang menggenggam tanganku dengan erat selama perjalanan menuju kantornya.

"Jadi, tadi itu Vita ga jatuh karena kedorong sama Uda." Ucap Pak Sean.

"Kok bisa kedorong?" Tanya ku.

"Uda buru-buru, sayang. Uda ga sadar kalau ada Vita yang lagi berdiri," ucap pak Sean.

Aku percaya dengan suamiku, tapi aku tidak percaya jika Vita benar-benar sakit. Aku hanya beroh ria, aku tidak ingin permasalahan ini menjadi panjang.

"Uda minta maaf kalau bikin kamu sakit hati, Uda bakal coba pindahin Vita ke perusahaan lain supaya dia gak bisa ketemu Uda," ucap Sean.

Senyumku kembali merekah, "terimakasih," ucapku.

Sesampainya kami di kantor pak Sean, pak Sean langsung saja memperkenalkanku dan Adel kepada rekan-rekannya. Kebanyakan dari mereka memuji penampilan ku yang sederhana, tetapi terlihat elegan.

Pandanganku tertuju pada seorang wanita yang sangat familiar. Jantungku berdegup kencang, aku menarik pak Sean untuk mendekat wanita yang tengah memegang gelas berisikan wine itu.

"T-tante Sara?" Panggil ku saat jarak kami semakin dekat.

"Acha?" Pangginya.

"Sayang? Kamu kenal sama istrinya Sean?" Tanya seorang pria yang sudah berumur.

Tante Sara tersenyum, "dia putriku," ucap Tante Sara membuat aku benar-benar terharu. "Acha, ini adalah mr Roni. CEO perusahaan ini sekaligus suami mama," ucap Tante Sara.

"Oh... Jadi ini anak kamu? Cantik ya, gak salah Nemunya Sean, cocok soalnya," ucap mr Roni.

"Terimakasih, pak," ucap pak Sean tampak canggung saat di puji.

Acara segera dimulai, aku berdecak kagum saat pak Roni mengumumkan identitas Tante Sara sebagai istrinya. Aku ikut senang sekarang, aku bahagia untuk Tante Sara.

"Dan disebelah sana, putri saya yang didampingi oleh suaminya tengah terdiri dengan anggun," ucap pak Roni membuat aku tersipu malu.

Semua orang memandang ke arah ku, aku tersenyum sebisaku. Pasti sekarang pada karyawan di kantor ini tengah membicarakan aku dan pak Sean, pria itu menggenggam erat tanganku.

Acara itu berlangsung dengan lancar. Aku sama sekali tidak melihat keberadaan Vita, entah kemana perempuan itu berada.

*****

Aku bernafas lega saat kini kami sudah sampai dirumah. Aku segera membersihkan diriku dan merebahkan tubuhku di atas ranjang. semakin hari kaki ku terasa semakin susah untuk dibawa berjalan.

"Kenapa? Sakit ya kakinya?" Ucap Pak Sean meraih kakiku dan memijatnya dengan lembut.

pijatan pak Sean terasa nyaman, tanpa sadar aku menutup mataku. dan meninggalkan pak Sean yang masih memijat kakiku dengan tulus.

Aku terbangun dari tidurku. Ku lihat pak Sean sudah tidak ada di tempat tidur. Aku tertatih-tatih berjalan menuju gorden lalu membukanya.

"Sebentar lagi kamu bakalan ngerasain gimana rasanya terkena sinar matahari pagi," ucap ku mengusap perutku yang sudah membesar ini.

Tidak lama sebuah pelukan hangat terasa di tubuhku. Siapa lagi kalau bukan pak Sean, pria itu menghirup aroma kecut dari leherku.

"Gelii," rengek ku.

Pak Sean semakin menghirup aroma tubuhku semakin dalam. "Kangen," ucap pak Sean.

Seperti biasa, setiap pagi aku akan melakukan senam ibu hamil yang dibantu oleh pak Sean. Pria itu sangat mengerti dengan kondisiku, pak Sean membantu setiap apapun yang membuatku kesusahan.

Kini aku berada di posisi menungging dengan balon besae berada di dadaku. Pak Sean membantu menggoyangkan pinggulku, selama beberapa menit sampai akhirnya aku memilih untuk ganti gaya.

Gaya berikutnya dimana aku duduk mengangkang diatas balon, pak Sean memegangi punggungku agar aku tidak terjatuh. Aku kembali menggoyangkan pinggangku diatas balon itu.

Entah mengapa aku merasakan perutku kembali mengalami kontraksi. "Sakitt," ucap ku.

Kami menyudahi aktivitas, pak Sean membantu ku untuk mandi. Setelah mandi, pak Sean membantu ku untuk sarapan didapur. Disana sudah ada Adel yang melirik kedatanganku dengan senyum hangatnya.

"Sakit ya bun?" Tanya Adel dengan wajah khawatirnya.

Aku tersenyum. "Nikmat." Ucapku.

Pak Sean yang berada disampingku memeluk tubuhku dari samping. "Adel pengen punya adek cewek, boleh gak Bun?" Tanya Adel.

"Semoga aja ya sayang, bunda juga pengen anak cewek," ucapku.

Istri Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang