kota padang

1.8K 28 2
                                    

Hari ini adalah hari dimana kami sekeluarga akan kembali mengantarkan Excel ke pondok pesantrennya yang ada di Padang. Aku sudah mempersiapkan semuanya. Mulai dari perbekalan Excel selama 6 bulan disana.

"Yang rajin belajarnya!" Ucap pak Sean mengacak rambut putra semata wayangnya itu.

Sampai pad akhirnya Excel meraih tangan ku dan menciumnya. "Kalau ada apa-apa kabarin ya, nak," ucap ku. Ku lihat Excel tertegun mendengarnya.

Excel mengangguk dan masuk kedalam asramanya. Selagi menunggu pak Sean menyelesaikan administrasi, aku dan Adel sudah lebih dulu masuk kedalam mobil orang tua Bu Nita. Hubungan ku dengan keluarga Bu Nita semakin lama semakin dekat. Aku begitu nyaman dengan keluarga Bu Nita.

Malam ini kami akan bermalam di rumah orang tua pak Sean. Ini adalah kali pertama ku mengunjungi rumah keluarga pak Sean selama aku menikah dengannya. Aku teringat dengan tatapan keluarga pak Sean yang menatap ku dengan tatapan tidak suka nya.

Saat sudah sampai dirumah pak Sean, aku benar-benar merasa canggung. Aku meraih tangan wanita paruh baya itu dan menyalaminya. Walaupun ibu pak Sean terlihat baik kepadaku, tapi tatapannya mengisyaratkan bahwa dia tidak menyukaiku.

"Ini istri baru Sean? Masih anak-anak sekali?" Tanya seorang wanita paruh baya yang ku ketahui bahwa itu adalah adik dari ibunya pak Sean.

"Anak kecil kayak gini bisanya apa? Paling cuma ngabisin uang suami. Masak aja belum tentu bisa pastikan." Ucapnya.

"Alhamdulillah Acha bisa semua kok, Tante. Malah sekarang Acha sedang hamil," ucap pak Sean mencoba untuk membela ku didepan keluarganya.

"Hamil? Ya jelas lah. Jaman sekarang mana ada anak muda yang gak tau cara bikin anak?" Sindirnya.

"Udah-udah. Sean. Bawa Acha makan sana," ucap ibu pak Sean menyudahi perdebatan kami. Sejujurnya aku sedikit kesal dengan ucapan tante pak Sean. Membuat aku benar-benar tidak selera makan saat ini.

"Ayah... Acha gak makan ya. Lagi gak ada mood," ucap ku

Pak Sean mengerti keadaan ku saat ini. Pak Sean membawa ku masuk kedalam kamar nya. "Nanti kalau pengen apa-apa bilang ya sayang. Kita order aja," ucap pak Sean.

Suamiku ini benar-benar mengerti keadaan ku. Aku benar-benar beruntung punya suami seperti pak Sean. "Kalau ada apa-apa telfon aja ya. Pasti Acha canggung untuk manggil ayah." Aku peluk tubuh pak Sean dengan erat. Kurasakan wangi parfumnya yang menjadi canduku. Entah kenapa aku benar-benar mencintainya. Aku tidak ingin kehilangannya.

Tidak lama Adel masuk kedalam kamar pak Sean. "Ayah. Adel ngantuk," ucap Adel

Ku lepaskan pelukanku pada pak Sean. "Ayo sayang, kita bobok berdua disini," ucap ku. Adel mulai tertidur dengan memunggungi ku.

*****

Keesokan harinya, aku meminta pak Sean bergegas membawaku pergi dari tempat ini. Aku benar-benar tidak betah. Mertuaku benar-benar tidak sesuai dengan ekspektasi ku. Aku sangat tidak nyaman berada dirumah suamiku sendiri.

Jam menunjukkan pukul 07.00 dimana pesawat kami akan landing jam 13.40. aku merengek pada pak Sean untuk membawaku pergi kemana saja.

Akhirnya pak Sean mengajakku untuk kerumah keluarga Bu Nita. Sambil membawaku jalan-jalan ke pantai dan berbelanja apapun yang aku dan Adel inginkan.

sesampainya dirumah keluarga Bu Nita. Kami disambut dengan hangat. Mereka semua begitu antusias dengan kedatangan aku dan keluargaku.

"Kalian pulang hari ini juga? Kok cepet banget? Gak tinggal disini dulu beberapa hari?" Tanya ibunya Bu Nita.

"Iya, Sean, Acha. Jakarta itu jauh loh. Kasian Acha dan Adel. Pasti capek banget," ucap ayah Bu Nita

"Oh iya, Ayah, ibu. Ada yang mau kita sampaikan. Kalau sebenarnya Acha udah ngisi," ucap pak Sean.

Tampak wajah ibu Bu Nita dan semua orang yang ada disana terkejut. Beberapa detik kemudian mereka tersenyum. Dapat ku lihat kebahagiaan dari mata mereka.

"Tapi tunggu. Kalau dilihat-lihat Acha sama Adel, kayaknya lebih mudaan Acha gak sih?" Ucap Anggun.

Pak Sean tertawa. "Iya nih, Acha emang badannya kecil. Trus wajahnya masih kayak anak SMP," ucap pak Sean mengacak rambut ku.

"Bukannya dulu Acha adek nya Adel ya?" Ucap ku dan semua orang yang ada disana tertawa terbahak-bahak.

Ya. Saking kekanak-kanakannya aku dulu, sampai-sampai banyak yang mengira kalau aku adalah adiknya Adel. Bahkan disaat kami jalan berdua pun, orang-orang lebih senang menggoda Adel.

"Jaga kesehatan ya, Acha. Soalnya kamu masih terlalu muda untuk punya anak," ucap Ayah Bu Nita.

Aku yang mendengar itu hanya bisa tersenyum. Semua orang yang ada disana sepertinya tidak ada yang tidak menyukaiku. Walaupun di keluarga pak Sean tidak menerima aku, tapi di keluarga Bu Nita mereka masih mau menerima ku.

Akhirnya kami berpamitan dan kembali ke Jakarta. Aku benar-benar sedih meninggalkan kota ini. Kota tempat 6 tahun aku bersekolah dikota ini. 6 tahun aku mengenal Tante Sara sebagai ibuku.

Aku menatap kearah jendela, aku sungguh-sungguh bersedih akan itu. Aku merindukan Tante Sara. Entah dimana dirinya sekarang. Namun uang direkeningku terus bertambah.

"Bunda... Tukeran yok! Adel pengen duduk didekat jendela," ucap Adel

"Boleh," ucap ku. Adel pindah duduk ditempat dudukku sebelumnya. Sedangkan aku kini duduk di tengah-tengah. Aku bersandar dibahu pak Sean.

"I love, sayang," ucap ku

Istri Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang