Aku tidak tahan dengan rasa sakit diperutku. Rasanya sangat mules, berulang kali aku ke kamar mandi untuk membuang hajat. tapi ini terasa seperti bukan membuang hajat.
Aku melirik jam di dinding, sudah menunjukkan pukul 02.55. ku lirik pak Sean, pria itu masih nyenyak dengan tidurnya. Perutku terasa sangat tidak nyaman, aku berusaha untuk tiduran di samping pak Sean.
Namun perutku terasa semakin sakit. Aku raih tangan pak Sean, aku kecup tangannya. Pak Sean terbangun, "maafin Acha kalau ada salah. Mungkin Acha belum bisa jadi istri yang baik untuk Uda," ucapku.
"Kenapa. Hmm?" Tanya pak Sean panik melihat air mataku yang menetes di sudut mata.
Pak Sean memeluk tubuhku dengan sangat erat. Rasanya sangat nyaman, tetapi rasa sakit diperutku semakin menjadi. "AHHHHHH!" Teriakku.
Pak Sean yang sadar bergegas menggendong tubuhku. Pintu kamar terbuka, memperlihatkan Adel yang tengah berdiri dengan wajah yang panik.
"Kenapa yah?" Tanya Adel.
"Adel siapkan semua pakaian bunda. Kita kerumah sakit sekarang, bunda kayaknya mau melahirkan," ucap pak Sean
Adel mengangguk, gadis itu segera mengemasi seluruh perlengkapan yang harus dibawa. Setelah semuanya beres, kami bertiga pun bergegas menuju rumah sakit terdekat.
Sesampainya dirumah sakit, aku segera dibawa keruang persalinan. Dokter menyarankan agar aku tidak memakai pakaianku. Baik itu celana dalam maupun bra.
"Ini udah membukaan sembilan, sebentar lagi bayinya bakal keluar," ucap dokter itu.
Perutku terasa sangat sakit, aku berusaha untuk tetap tersenyum. Kali ini aku melihat pak Sean juga ikut menangis, pak Sean menggenggam tanganku dengan erat. Sembari pak Sean mengecupnya.
"Udah pembukaan sepuluh. Ayok bunda ngeden," ucap dokter itu.
"Tarik nafas, buang," ucap dokter itu membantu ku mengeluarkan bayi didalam perutku.
Rasanya sangat luar biasa, aku tidak pernah merasakan sesuatu yang sesakit ini. Namun aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan pak Sean, hal itu berhasil menguatkan ku.
"Ahhhhhhh," erangku.
"Ayok tarik nafas dari hidung, keluarkan dari mulut," titah sang dokter.
"Sayang... Bertahan sayang, Acha harus bisa. Demi anak kita," ucap pak Sean.
"Kepalanya udah kelihatan ini, ayok buk," ucap dokter menyemangatiku.
Aku merasa ingin menyerah, aku sudah tidak sanggup lagi. Namun aku melihat buk Nita tengah menatapku sembari tersenyum, seketika segala memori bersama bu Nita kembali berputar di ingatanku.
"Ayok Acha kamu pasti bisa," ucapnya.
Acha pokoknya gak mau punya anak
Yang bener aja gak mau punya anak, kayaknya gak mungkin sih.
Acha nanti kalau punya anak kayaknya cuma 1
Ibu gak percaya
Nanti kalau Acha melahirkan ibu datangkan? Ibu jangan mati dulu, ibu belum liat Acha jadi wanita karir.
Ya ibu gak tau, kan umur gak ada yang tau.
"Arghhhhhh!" Teriak ku.
Owekk owekk
Aku lemah, inginku menutup mata. Namun pak Sean menahan ku agar tidak tertidur, "jangan tidur sayang," bisik pak Sean ditelingaku.
"Acha ngantuk," ucapku.
"Gak mau liat anak kita?" Tanya pak Sean dengan suara bergetar.
Ku lihat pria yang sudah berumur ini meneteskan air matanya. Ku usap wajah pak Sean, lalu ku cium pipinya. Begitupun dengan pak Sean yang mencium keningku.
"Wah selamat ya, pak, Bu. Anaknya perempuan. Cantik banget, Masya Allah. Kaya ibunya," ucap sang dokter menyerahkan bayi kecil itu didadaku.
Aku tersenyum saat melihat bayi itu mengendus-endus mencari letak puting payudaraku. Tubuh bayi yang awalnya dingin itu kini berusah menjadi hangat karena dekapan ku.
Begitupun dengan pak Sean. Pria itu memeluk tubuh kami, "terimakasih sayang," ucap pak Sean.
Setelah beberapa menit, sang dokter pun mengambil bayiku untuk di dibersihkan dan diberi bedong. Begitupun aku, pak Sean membantuku untuk memakai dasterku dan celana dalam.
Adel pun masuk kedalam ruangan, "bundaa.." panggil Adel.
Aku tersenyum menatap anak sambungku itu. "Adeknya mana bunda?" Tanya Adel antusias.
"Lagi dibersihkan," jawab pak Sean.
Aku masih belum sanggup untuk banyak bergerak, aku masih sangat pusing untuk sekedar memutar kepalaku.
*****
Kini kami sudah berada didalam mobil untuk pulang kerumah. Pak Sean mengambil cuti selama 2 Minggu dirumah untuk mengurus ku dan anak-anak.
"Adel, Minggu depan Adel balik lagi kepondok ya?" Tanya ku agak sedikit sedih.
Pasalnya aku tidak lagi kesepian jika ada Adel dirumah. "Iya bunda... Adel pengen lama-lama dirumah, Adel pindah ke SMP aja ya bun," ucap Adel memelas.
"Gak bisa! Adel harus sampai tamat. Nanti kalau udah lulus, baru ayah pindahkan ke SMA negeri," ucap pak Sean.
Terlihat raut wajah kecewa dari Adel. "Gapapa sayang, kan ini demi kebaikan Adel juga,"
Akhirnya sampailah kami dirumah. Adel menggandeng tanganku, sedangkan bayi ku di gendong oleh Art yang berada dirumah. Total art dirumah ini ada 3, mereka sudah memiliki tugasnya masing-masing.
Tetapi mereka tidak diperkenankan untuk menginap. Sebab, pak Sean kurang setuju jika didalam rumah ini bercampur dengan orang lain. Asisten rumah tangga disini pun juga sudah pada berumur.
*****
Malam pun tiba, pak Sean meraih tanganku lalu menciumnya. "Terimakasih sayang, maaf karena pernah nyakitin Acha," ucap pak Sean.
"Uda gak nyangka kalau melahirkan itu sesakit itu. Karena dulu pas sams Bu Nita, beliau cesar," ucap pak Sean.
Aku tersenyum sembari memeluk pak Sean. Aku tidak menyangka, kini aku sudah benar-benar menjadi seorang ibu. Hatiku begitu gembira. Jika saja pada saat itu aku menolak memberikan hak pak Sean, mungkin sampai saat ini aku masih belum merasakan kejantanan pak Sean hingga membuatku melahirkan bayi lucu.
"Nama anak kita siapa?" Tanya ku.
"Faradisya Arasyean," ucap pak Sean mengeja suatu nama.
"Faradisya Arasyean ," ulangku.
"Fara," ucap pak Sean.
"Bagus banget," ucapku.
Aku hanya menerima segala keputusan pak Sean. Dia adalah suamiku, aku yakin dia tau yang terbaik untukku dan anak-anakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pengganti
Random18+ Menceritakan tentang seorang gadis SMA yang harus menikahi seorang pria yang jarak umur keduanya sangat jauh. Ham itu terjadi karena istri sang pria meminta agar gadis itu menikah dengan suaminya lantaran sang istri sudah tidak bisa lagi merawat...