Satu bulan sudah berlalu, begitupun dengan Adel yang baru saja lulus dari sekolah dasar. Rencananya Adel akan ku bawa ke Jakarta bersama pak Sean. Dan sudah 2 hari Excel berada di rumah ini. Berkumpul bersama dengan keluarga kecil ku.
Aku tak henti-hentinya muntah-muntah sejak tadi pagi, perutku benar-benar tidak enak. Tubuhku benar-benar lemah. Aku bahkan tidak sanggup untuk melakukan aktivitas. Aku hanya mampu berbaring sambil terus bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perut ku.
Aku meraih ponsel ku dan mengirimkan pesan kepada pak Sean bahwa aku tidak bisa memasak makanan untuk makan siang hari ini. Aku meminta pak Sean untuk membeli nasi bungkus saja di luar dan dibawa pulang.
"Bunda... Bunda gak masak hari ini?" Tanya Adel.
Aku memasak tubuhku agar duduk. "Adel, bunda gak kuat masak, nanti aja nunggu ayah pulang, nanti ayah bawain nasi bungkus," ucap ku.
Adel mengangguk, lalu pergi dari hadapanku. Aku teringat bagaimana dulu saat aku sakit, Tante Sara selalu ada untuk ku dan rela meninggalkan pekerjaannya demi aku. Aku memeluk bantal guling tanpa terasa air mataku mengalir begitu saja.
1 jam berlalu, ku dengar motor pak Sean berhenti didepan rumah. Aku memaksakan diri untuk berjalan keluar dan memeriksa keadaan. Ku lihat pak Sean membawa nasi bungkus.
"Ayo makan!" Ucap pak Sean.
Kami semua duduk di meja makan dan mulai makan. Aku tersenyum sendu saat melihat Adel dan Excel mulai bercerita banyak saat makan. Begitupun pak Sean yang dengan antusias mendengarkan cerita mereka.
Sungguh, mereka sangat beruntung mempunyai ayah seperti pak Sean. Tubuhku benar-benar lemah, sampai pada akhirnya aku sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Semuanya terasa gelap.
*****
Aku terbangun di kamar ku dan pak Sean. Ku lihat sudah ada seorang dokter yang tengah memeriksa ku. Apakah separah itukah aku sampai harus ada dokter?
"Gapapa ini, bawaan adek bayi yang ada di perut. Bilangin sama istrinya ya pak, jangan terlalu capek, jangan terlalu banyak pikiran. Soalnya di usia istri bapak ini sangat rawan," ucap dokter itu.
Jadi aku hamil? Aku belum siap untuk menjadi ibu. Mental ku masih sangat lemah untuk merawat dan membesarkan bayi. Selama ini aku tinggal dengan pak Sean aku hanya menganggap bahwa aku tumbuh akan tumbuh besar bersama Excel dan Adel.
Seperginya dokter itu, pak Sean langsung memeluk tubuhku dengan erat. Pak Sean mengusap punggung ku dengan lembut. "Acha subur banget," ucap pak Sean bangga. Seolah itu adalah hal yang harus di apresiasi.
"Yaudah. Kalau gitu ayah lanjut kerja dulu ya sayang. Dua hari lagi kita bakal berangkat ke Jakarta. Jangan capek-capek," ucap pak Sean pergi meninggalkan ku di dalam kamar itu.
Aku menatap nanar punggung pak Sean yang hilang dari balik pintu. Setelah itu berganti dengan Excel yang datang kekamar ku dengan raut wajah yang menyeramkan.
"Ternyata anda emang gak bisa memegang janji! Anda mengingkari janji! Dasar wanita jahat!" Ucap Excel berteriak dihadapan ku.
"Kemaren janjinya apa? Gak akan pernah berhubungan dengan ayah ku kan? Tapi kenapa? Sekarang anda malah hamil? Hah? Apa yang anda lihat dari ayah aku? Dia gak ganteng, dia bahkan gak kaya. Umur kita bahkan cuma beda 5 tahun!" Ucap Excel membentak ku
Aku hanya menangis merasakan sakit hati. Aku ingin marah, tapi gak tidak bisa. "Excel, bukan aku yang mau..." Ucap ku dengan suara lirih.
"Hah! Gak mungkin! Dasar perempuan rendahan!" Umpat Excel pergi meninggalkan ku didalam kamar sambil menangis.
Hatimu benar-benar hancur. Dadaku sesak. Entah kenapa saat ini aku tidak sanggup untuk sekedar melawan Excel. Dulu bahkan Excel bisa tunduk dengan ku. Dulu bahkan Excel takut dengan ku. Aku dulu bahkan selalu membentak-bentaknya. Tapi sekarang? Aku bahkan sudah tidak mengenal Excel lagi. Aku kehilangan mereka semua.
Aku mencoba menghubungi Tante Sara, tetapi sambungan tak kunjung ia angkat. Aku benar-benar menyesal karena telah membiarkannya pergi. Aku menangis didalam diam.
"Bunda....," Panggil Adel.
Aku segera menghentikan tangisku. Aku masih mempunyai adel yang menjadi tanggung jawabku saat ini. "Iya, Adel?" Tanyaku.
"Bunda nangis? Nangis kenapa?" Tanya Adel dengan tatapan khawatir.
"Enggak kok. Mata bunda berair. Kan bunda lagi sakit," ucap ku berusaha untuk tetap tersenyum.
Adel mengangguk, setelah itu Adel memeluk tubuh ku. "Adel gak mau kehilangan ibu lagi," ucap Adel.
Aku mengusap rambut Adel yang keriting itu. Adel berbaring di samping ku. Ku raih ponselku dan ku perlihatkan kepada Adel foto-foto sebelum aku dan Adel seperti orang yang baru saling mengenal itu.
"Ini pas kita berenang," ucap ku.
Memperlihatkan foto dimana ada pak Sean, aku dan Adel yang berada diatas bebatuan. Kami bertiga bersiap akan melompat kedalam kolam. Gambar itu diambil oleh Bu Nita.
Sampai pada akhirnya Adel tertidur diperlukan ku. Ku usap penuh kasih sayang Adel. Aku benar-benar menyayanginya sekarang. Aku takut kehilangan mereka. Mereka sempurna, tetapi Excel?
Aku berharap semoga suatu saat Excel dapat menerima ku sebagai ibu nya. Bukan lagi sebagai kakak nya yang ia kenal dulu. Karena aku bukan lagi Acha yang kasar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pengganti
Sonstiges18+ Menceritakan tentang seorang gadis SMA yang harus menikahi seorang pria yang jarak umur keduanya sangat jauh. Ham itu terjadi karena istri sang pria meminta agar gadis itu menikah dengan suaminya lantaran sang istri sudah tidak bisa lagi merawat...