pernikahan

4.2K 56 0
                                    

"saya terima nikah dan kawinnya Arasya Meylinda Michael binti Michael Adrian dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap pak Sean lantang.

Aku tertunduk tidak berani menatap sekitar. Aku merasa menjadi wanita yang sangat rendah sekarang ini. apa yang akan ku katakan kepada keluarga ku saat mereka tau aku menikah dengan pria yang sudah ku anggap seperti ayah ku sendiri.

"Sah!"

"Alfatihah,"

Pak Sean menyerahkan tangannya untuk aku cium. Dengan ragu aku meraih tangan pria itu lalu menciumnya. Pak Sean mengecup singkat keningku. Aku dibuat gemetaran karena tingkah pak Sean yang membuat jantungku berdegup kencang.

Kami semua melirik kearah Bu Nita yang tersenyum. Aku dan pak Sean berjalan menuju Bu Nita, aku mencium tangan yang sedang di infus itu. Aku menangis sambil menggenggam tangannya. Bu Nita mengusap pucuk kepalaku dengan lembut.

"Maafin ibu ya, Acha. Ibu udah buat kamu mengorbankan masa depan kamu," ucap Bu Nita.

Aku menangis terisak. Sampai pada akhirnya mesin EKG memperlihatkan garis lurus. Ku lihat bahwa nafas Bu Nita sudah sangat sesak. Sampai pad akhirnya pak Sean menggenggam tangan Bu Nita yang tidak di infus.

"Uda... Aku pergi dulu yaa." Ucap Bu Nita

Pak Sean menuntun buk Nita untuk mengucapkan kalimat tauhid. Sampai pada akhirnya Bu Nita tertidur untuk selamanya.

Aku tak henti-hentinya menangis. Merutuki diri karena telah menjadi penyebab kematian Bu Nita. Aku adalah wanita yang jahat. Ku bunuh istrinya lalu ku nikahi suaminya.

Adel tak kalah histeris dari ku. Aku bahkan tidak berani untuk sekedar memeluk tubuh Adel. Aku merasa sangat bersalah karena kepergian Bu Nita.

*****

Setelah kepergian Bu Nita pak Satria mengajak ku dan anak-anaknya untuk pindah rumah. Karena rumah yang mereka tinggali selama ini adalah rumah dinas Bu Nita.

Ini adalah hari ketiga ku hidup menjadi istri pak Sean. Setelah kemaren menghabiskan tenaga karena pemakaman Bu Nita. jangan tanya aku tidur dimana, aku pulang kerumah ku untuk tidur dan kembali lagi untuk membantu Adel mengurus semua keperluannya.

Dan sekarang kami berada disebuah rumah minimalis yang hanya ada 2 kamar tidur. Pak Sean menjual mobil yang ia beli saat masih bersama Bu Nita. aku kembali dibuat merasa bersalah dengan pak Sean.

setelah selesai menyusun barang-barang di rumah baru kami, aku menyerahkan remot motor ku kepada pak Sean. Pak Sean menatap ku heran.

"Mulai sekarang motor ini jadi milik bapak. Maaf kalau Acha belum bisa ganti mobil bapak. Tapi setidaknya motor ini bisa bapak pakai untuk mengantar jemput Excel ke pesantren," ucap ku.

Pak Sean menolak remot motor itu. "Acha..., Itu udah tanggung jawab seorang suami, Cha." Ucap Pak Sean

Aku terdiam mematung. "Jadi gimana pembagian kamarnya?" Tanya Excel

"Pak, Acha boleh tidurnya dirumah Tante Sara aja gak? Acha belum siap," ucap ku jujur.

"Kenapa? Kakak gak mau tinggal sama kita?" Tanya Adel menatap ku.

Aku masih belum siap untuk berkeluarga. Aku merasa bayang-bayang Bu Nita masih ada disini. Aku merindukan wanita itu.

"Malam ini tidur disini aja, kak. Temenin Adel," ucap Adel merengek kepada ku.

Akhirnya aku meraih ponsel ku dan mengirimkan chat pada Tante ku yaitu Tante Sara.

'tante Acha gak bisa pulang malam ini, Acha nginap dirumah Mia,'

Ketik ku. Akhirnya aku dan Adel masuk kedalam kamar Adel. Dan membiarkan pak Sean dan Excel tidur di 1 kamar yang sama.

*****

Paginya aku tetap berangkat kesekolah. Pak Sean mengantarku ke sekolah hari ini. Aku tidak membawa motor karena motor ku akan dibawa pak Sean untuk mengantar Excel kembali ke pondok pesantren.

Aku teringat akan kata-kata Excel pagi tadi sebelum aku pulang untuk mengganti pakaian ku dengan seragam sekolah.

"Aku udah nganggap kakak sebagai kakak ku. Jadi aku harap kamu jangan berhubungan dengan ayahku. Bukan berarti aku tidak menerima kakak masuk kedalam keluarga ini. Tapi tolong, jangan pernah melakukan hubungan suami-istri dengan ayahku,"

Aku tersadar. Saat teman ku menepuk punggung ku. "Acha kenapa?" Tanya Mia

Aku memeluk tubuh Mia dan mulai menceritakan semuanya disepanjang perjalanan menuju kelas. Mia menutup mulutnya tidak percaya. "Jangan bilang lo udah ehem-ehem sama suami Bu Nita?" Tanya Mia sembari menyipitkan matanya.

Aku memukul kepala Mia. Teman ku itu sangat vulgar. Hingga sampai pada akhirnya kami sampai didalam kelas dan mengikuti pembelajaran seperti biasanya.

Jam istirahat telah tiba. Ponsel ku tiba-tiba berdering. Menampilkan nomor yang tidak ku kenali. Aku mengangkat panggilkan itu tanpa rasa curiga sedikitpun.

"Halo," ucap ku

"Acha, gimana sekolahnya hari ini?" Suara bariton pria yang 4 hari lalu menikahi ku

"Acha baik, kok," jawab ku

'nanti pulangnya jam berapa?'

"Jam set 3 sore," ucap ku

'oke nanti Saya jemput,'

Panggilan pun terputus. Kulihat Mia tersenyum seolah meledekku. Aku memanyunkan bibirku dan beranjak pergi meninggalkan Mia yang masih dengan senyum mengejeknya.

Istri Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang