11

40 4 0
                                    

Senja demi senja berlalu hingga kini, waktu yang sama sekali tidak ditunggu oleh seorang Stevy itu-pun datang. Sebuah keadaan yang memaksa dia harus menerima pernikahan dengan lelaki yang tidak dia inginkan, namun coba untuk ia ikhlaskan.

Pernikahan itu terlaksana dengan sangat sederhana dan juga tidak banyak orang yang tahu. Hanya tetangga dekat dan beberapa kenalan dari Orion—yaitu Dicky, Leo dan Anna.

Stevy duduk di dalam kamarnya dengan perasaan resah gelisah yang tidak bisa dia gambarkan dengan kata-kata. Perasaannya campur aduk bagai es campur yang disatukan dalam sebuah wadah dan sama sekali tidak mampu memberikan penolakan.

Dia juga sama sekali tidak berani untuk menyampaikan soal ini pada Amani, Ziva, Adibah dan Kayla—sahabat-sahabatnya itu pasti tidak akan menyetujui keputusannya ini. Terutama Amani yang sempat pernah di dekati oleh Orion.

“Lo gugup, ya?” tegur Anna. Dia masuk ke dalam kamar Stevy dengan santainya sambil memegang rokok yang belum dinyalakannya.

“Sedikit.” Stevy menjawab seraya tersenyum tipis sambil menatap nikotin di tangan Anna yang juga balik membalas tatapannya.

“Lo enggak suka bau rokok?”

“Iya. Maaf, ya.”

“Oke.” Anna menyimpan kembali rokok yang ada di tangannya ke saku celana gaulnya yang penuh dengan garis-garis khatulistiwa itu. “Tapi emang Lo bisa ngehalangin Orion yang bakal ngerokok nanti? Dia pecandu lho.”

Tidak ada jawaban yang dapat Stevy berikan. Dia hanya menelan saliva beberapa kali untuk menenangkan perasaannya. Hingga jantungnya kembali berdetak kala salah satu tetangganya yang sangat baik dan juga menjadi tamu undangan pernikahannya itu datang menyampaikan keadaan padanya.

“Pernikahannya udah mau dimulai, Nak. Ibu nemenin kamu di sini juga, ya.”

“Baik, Bu. Terima kasih.” Stevy mengangguk seraya tersenyum. Dia mengambil posisi duduk yang tenang di dalam kamarnya. Suara Orion dan sang ayah juga beberapa tamu undangan, saksi pernikahan dan sebagainya itu  terdengar dari luar kamarnya.

Suasana mendadak tegang dalam beberapa saat. Anwar mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Orion sesuai perintah pihak KUA yang juga datang untuk menyaksikan pernikahan tersebut seraya membawa buku nikah yang akan ditanda tangani oleh Orion dan Stevy nantinya setelah sah menjadi suami istri.

“Apa pengantin wanitanya di dalam sudah siap?” tanya pak penghulu yang diberikan kode oleh ibu tetangga itu dengan menganggukkan kepalanya.

Jantung Stevy kian berdegup dengan sangat kencangnya. Keringat dingin juga mulai mengalir dan membasahi sedikit wajah dan tubuhnya. Dia benar-benar sangat gugup. Terlebih kala suara sang ayah mulai terdengar menyebutkan namanya setelah khutbah nikah dan nasihat pernikahan yang sangat membosankan bagi Orion itu dilakukan.

“Orion Aithan Dewandra,” panggil Anwar bersama suaranya yang sedikit serak. Dia mulai merasa bersalah karena dirinyalah yang seakan menjual putrinya itu demi membayar hutangnya dan bisa menggunakan uang Orion sesuka hati jika sudah menyerahkan Stevy nanti.

“Ya?”

“A-aku ….”

Orion menelan ludah seraya menatap tajam pada Anwar untuk segera menyelesaikan ucapannya. Dia tidak sabar untuk memiliki Stevy dan menidurinya demi memenuhi tantangan yang Dicky berikan padanya itu.

Tarbiyah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang