17

39 4 0
                                    

“Gimana masakannya Stevy, Orion? Apakah enak?” tanya Anwar, mencoba untuk basa-basi agar mengurai keheningan.

“Hm. Biasa aja,” sahut Orion, tidak ingin mengakui.

Stevy melirik kearah Orion dan mencoba untuk tetap bersikap santai. Tidak peduli dengan tanggapan Orion mengenai masakan dirinya.

Meski sebagai seorang istri, dia juga membutuhkan review dari lelaki yang telah menjadi suaminya itu. Agar ke depannya, dia lebih semangat untuk memperbaikinya lagi sesuai selera Orion.

Kendati demikian, Stevy mencoba untuk menyadarkan dirinya. Bahwa pernikahannya dengan Orion hanyalah sebatas suami istri di atas kertas. Setidaknya seperti itulah yang dipikirkan oleh Orion. Dia ingin mengelak dari hal tersebut pun juga percuma saja. Sebab dia perempuan. Dirinya akan langsung menjadi mantan istri, kala satu kata keramat keluar dari mulut pria beralis tebal itu.

“Kayaknya itu enak deh. Enggak mau ngaku aja,” gumam Stevy yang sayangnya masih terdengar di telinga Orion.

“Apa?” Orion mendengus sedikit sinis. Stevy benar-benar sangat percaya diri menurutnya. Gadis itu sama sekali tidak berusaha untuk menjaga image di hadapannya. “Geer banget Lo.”

“Aku cuma mau memuji masakanku sendiri kok. Dan menurutku ini enak.”

“Enggak ada orang se-pede Lo yang Gue temuin selama ini.”

“Berarti aku yang paling spesial.”

Sontak Orion tersedak saat menikmati makanannya. Dia memberikan tatapan tajam tapi terkesan gemas pada Stevy yang malah memalingkan pandangan darinya.

Anwar yang ada di sana hanya bisa mengulum senyum melihat interaksi keduanya. Tidak menyangka jika putrinya akan seberani itu pada Orion yang terkenal sangat kejam itu.

“Enggak usah banyak bacot! Makan sana!”

“Iyaaa.”

Orion mendengus sekali lagi. Merasa heran dengan tingkah Stevy yang menyebalkan tapi juga terkesan ada manis-manisnya.

Suasana mendadak hening dari obrolan unfaedah menurut Orion. Meski Stevy menganggap bahwa itu adalah bagian dari sebuah pengenalan terhadap karakter Orion yang menurutnya cukup sulit untuk ditebak.

Hanya denting sendok yang terdengar saling bersahut-sahutan sejak tadi memenuhi ruangan tersebut. Tapi sesekali Orion mencuri pandang pada Stevy. Dan kala Stevy melirik kearahnya, dia pura-pura membuang muka, seakan tidak suka melihatnya. Padahal tanpa sadar, dia menyukai ekspresi tidak tahu malu Stevy.

Beberapa saat kemudian, kegiatan sarapan pagi pun selesai. Orion bangkit dari duduknya dan menuju ruang tamu untuk kemudian menikmati rokoknya. Merasakan aroma nikotin yang menyelimuti ruang tamu hingga dapur, dengan cepat Stevy bergegas menuju kamarnya untuk kemudian menggunakan masker, membuat Orion terkejut melihatnya.

“Kenapa Lo?” tanyanya saat melihat Stevy keluar dari kamar dalam keadaan memakai masker dan melangkah menuju dapur.

“Asapnya bau,” jawab Stevy jujur. Dan terus melangkahkan kakinya. Tidak ingin terlalu mempedulikan bagaimana tanggapan Orion atas pernyataannya.

Tarbiyah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang