18

74 9 5
                                    

“Ayah,” panggil Stevy, dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan sang ayah yang sebentar lagi akan segera dia tinggalkan sendirian di rumah tersebut. Rumah yang menjadi tempat dirinya selama ini hidup. “Aku pamit, ya.”

Mata Stevy berkaca-kaca. Tubuhnya diraih oleh sang ayah dan dipeluknya dengan erat. Kalau saja bisa, dia tidak ingin meninggalkan Anwar sendirian di sana. Terlebih kala ayahnya yang masih suka mabuk-mabukan itu. Bukan tidak mungkin jika semuanya akan sangat berantakkan.

Bukan hanya Stevy yang dipenuhi derai air mata. Netra Anwar juga basah. Suaranya seakan tercekat dan tidak sanggup untuk mengatakan apapun. Padahal dia ingin sekali menahan Stevy. Sayangnya, dia tidak bisa. Saat ini, Orion bahkan tengah menatapnya tajam dari dalam mobilnya.

Bip

Bip

Bip

Bahkan tanpa perasaan, Orion sangat berisik membunyikkan klakson agar Stevy bersegera menyelesaikan acara pamitannya pada Anwar. Orion malas berlama-lama di daerah yang menurutnya sangat menyebalkan itu.

“Woe! Buruan!” teriak Orion dari dalam mobil, membuat Stevy kesal tapi juga tidak bisa untuk meluahkannya. “Gue tinggal Lo nanti! Buruan enggak?!”

“Iyaa. Bentar.” Stevy mengurai peluk dengan sang ayah. Kemudian menatap pria itu penuh kasih. “Uangnya ada aku simpan di lemari ayah untuk kehidupan Ayah selama sebulan. Jadi, tolong Ayah jangan mabuk-mabukan dan judi lagi. Aku enggak bisa terus balik ke sini jika tidak diberikan izin oleh suamiku. Tolong ya Ayah, jaga diri baik-baik. Kalau mau, Ayah juga bisa menikah dengan wanita baik-baik untuk menjaga Ayah.”

Seulas senyum manis namun sendu terbit di wajah Anwar. Dia mengusap lembut pucuk kepala putrinya yang ditutupi hijab itu.

“Jangan khawatirin, Ayah. Justru Ayah yang khawatir sama kamu. Ayah harap, kamu bisa menjaga diri dan tidak lemah terhadap gertakan Orion. Maafkan Ayah karena kamu harus menikah dengan laki-laki yang tidak mencintai kamu dan tidak kamu cintai.”

Stevy menanggapi dengan senyuman sumbang. Dia tidak bisa mengatakan apapun untuk membela diri sekarang. Karena nyatanya, dia memang tidak mencintai Orion. Pernikahan itu hanya terjadi sesuai takdirnya saja.

“Dan … Ayah tidak ingin menikah lagi. Bagi Ayah, semua wanita sama saja kecuali kamu.”

“Meski demikian, aku yakin, Ayah pasti akan menjadi lebih baik jika menikah. Itu hanya saran. Jangan cari Ibu tiri jahat ya, Ayah. Soalnya aku malas kalau ditindas,” kata Stevy yang menghadirkan tawa di bibir sang ayah.

Melihat interaksi tersebut, Orion semakin kesal. Dia kembali berulang kali membunyikan klakson sehingga akhirnya, Stevy bersegera pamit dari sana dan masuk ke dalam mobil.

Sebelumnya, Stevy membuka bagasi mobil untuk menyimpan barang-barangnya. Sementara Orion sama sekali tidak peduli. Dia membiarkan Stevy untuk mengerjakan segalanya sendiri. Dan setelahnya, ia bergabung dengan Orion dan duduk di samping kemudi.

“Lama banget sih!” bentak Orion yang cukup membuat Stevy sedikit terkejut. Namun mencoba untuk lebih bersabar lagi. “Kayak orang mau pamit pergi mati aja!”

Stevy tidak menanggapi, dia menurunkan kaca jendela mobil dan melambaikan tangannya pada sang ayah. Hanya dalam beberapa detik, Orion langsung menurunkan kaca tersebut dengan tatapan kesal memancang Stevy.

Tarbiyah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang