Bab 12 - Pergi

269 16 0
                                    

Saat-saat di mana semua orang tengah tertidur, Florencia dan Erion mengendap pergi ke gerbang belakang istana dengan ditemani Edzard serta Diana.

"Kalian yakin akan pergi ?.."

"Yakin !!!"

"Aku ikut Ren saja,"

"Kalian tega meninggalkan ibu kalian yang cantik jelita ini?"

Diana dan Edzard tentu menanyakan beberapa hal sebelum anak mereka benar-benar pergi meninggalkan istana. Bagaimana pendidikan mereka, bagaimana teman-teman mereka, bagaimana kalau mereka tidak segera kembali, bagaimana bila mereka akan berpulang terlebih dahulu, dan kenapa Erion ikut Florencia.

"Aku tidak bisa jauh-jauh dari Ren," jawabnya.

"Di kehidupan nyata tidak begitu."

Setelah berlama mengobrol akhirnya percakapan antara orang tua dan bersaudara Fraye itupun selesai. Florencia mengubah penampilan Erion, juga penampilannya sendiri.

"Kami pergi ..!" pamit Florencia.

Setelah kepergian anaknya, Edzard dikelilingi rasa sedih dan khawatir. Begitupula Diana, namun bedanya rasa sedih dan khawatir Diana lebih besar. Tidak ada seorang ibu yang tidak menangis ketika ditinggal oleh anaknya.

—###—

Florencia dan Erion sampai ditempat kereta gerobak tepat waktu. Tepat saat kereta gerobak kkembali ke Eleeroslandia. Tentunya bertujuan ke negeri Tiuma.

disepanjang perjalanan mereka terus berbincang tentang bagaimana risiko jika mereka pergi ke Tiuma.

"Ah, Er— Kak, apa kau sudah menyiapkan nama samaran?" bisik Florencia.

"Eh? Belum. Kau bagaimana?" jawab Erion dengan berbisik.

"Aku, Anne Aleid, panggilannya Anne. Kau, Hendra Agatta saja ya, Panggilannya Hendra," balas Florencia sambil memainkan jari-jemari nya. Erion mengangguk sebagai jawaban. Daripada harus memperpanjang percakapan, dia malas berbicara.

Florencia tersenyum riang, "Bersyukur banget nyasar ke dunia ini terus dapet abang yang gak emosian dan tenang begini, tampan pula, andai kakak beradik boleh menikah,"

—###—

Hari demi hari berlalu, tak butuh jangka panjang. Dalam sekitar 5 hari mereka sudah sampai ke Tiuma.

"!?"

"Waah ...!!!"

Anne menatap semringah pada Hendra. Hendra mengelus pucuk kepala Anne, tersenyum tipis-tipis pada Anne. Hembusan angin menusuk mata Anne membuatnya berkedip. Suara ramai orang-orang di Tiuma terdengar bergembira. Anak-anak berlari ke sana-ke mari. Hendra membuka topi jubah nya, menampakkan wajah tampannya.

Tampak sinar bagi Anne. Merasa digenggam Anne menengok ke arah tangannya.

"Segera cari tempat tinggal," ujar Hendra.

Tak lama mengelilingi Tiuma ke sana-ke mari akhirnya, mereka mendapat sebuah rumah yang tak mewah namun juga tak kecil. Mereka mendapat sebuah rumah luas tetapi tak besar, yang dinding nya berwarna cokelat. Seharga 600 koin emas.

Dari jendela rumah itu Anne dan Hendra bisa melihat ke luar rumah, ada pula jendela yang hanya menjadi bahan untuk penerangan pada siang hari. "Tidak sesuai ekspetasi, aku pikir akan tinggal di rumah mewah," pikir Anne.

"Flo—"

Belum sempat Hendra memanggil tetapi, mulut nya sudah ditutup oleh Anne.

"Mulai sekarang panggil aku Anne," ujar Anne.

Hendra mengerjapkan mata nya, mulai paham dengan kedipan mata Anne. "Anne, sampai kapan kita akan di sini?" tanya Hendra.

Anne memudarkan senyumnya, dibuat berpikir oleh Hendra, "Aku akan menetap, tidak peduli apa yang akan terjadi." Anne berujar.

Hendra dibuat membulatkan mata, ingin mengikuti Anne untuk menjaganya, tetapi juga tidak ingin jika harus selamanya meninggalkan negeri lahir nya. "Tidak perlu harus selalu denganku, kan?" tanya Anne membuat Hendra tersentak.

Hendra menatap Anne, bingung saat itu juga.

"Bagaimana jika aku sesekali mendatangi Ayahanda dan Ibunda?"

-oOo-

Maaf kelupaan up, lagi demam😞
Terimakasih sudah mampir ;>

Aku Menjadi si Antagonis di Sebuah Novel!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang