بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
HAMNA menggigit bibir bawahnya saat baru saja keluar dari kamar mandi. Dia mendadak malu untuk bertemu Hamzah, hanya karena hal sepele dia sampai menangis tersedu-sedu.
Yang tadi itu bukan dia banget!
"Aa," panggilnya meminta perhatian Hamzah yang tengah men-setting kamera.
"Kulan, Geulis," sahutnya seraya menoleh ke sumber suara.
Tungkai Hamna semakin terkunci rapat, terlebih saat mendengar sahutan lembut nan halus dari suaminya. Biasanya dia akan kegelian atau merinding, tapi kenapa sekarang malah blushing.
Jika di Jawa punya 'dalem' yang bisa membuat kaum hawa menjerit kesemsem. Maka di Sunda pun ada 'kulan' yang bisa berdampak serupa. Setiap daerah memang memiliki ciri khas tersendiri, bukan?
"Muat dressnya? Nyaman? Nggak buat perut kamu sakit, kan? Napasnya lancar? Nggak engap lagi?" tanya Hamzah beruntun.
"Satu-satu atuh kalau nanya, bingung saya mau jawab yang mana dulu!"
Hamzah terkekeh lalu menarik tangan istrinya. "Coba kamu duduk di tengah ranjang, kepala kamu bersandar di headboard."
Hamna menurut tanpa banyak protes.
Hamzah hanya mengambil dua gambar sebagai uji coba, lalu dia menghampiri Hamna. "Rambutnya kalau diikat bagus kayaknya, Na. Kuncir kuda ya kayak Haleeza."
Hamna menyerahkan sisir serta ikat rambut yang ada di nakas samping tempat tidur, dan dengan telaten Hamzah menata apik rambutnya.
"Saya mendadak curiga sama Aa, cosplay jadi MUA bisa, jadi fotografer apalagi, nggak usah ditanya itu, terus sekarang mendadak jadi hair do juga. Ada berapa perempuan yang jadi bahan uji coba?"
Hamzah tertawa terpingkal-pingkal. "Kamu ini, Na, ya nggak ada, lha. Kalau soal ngiket rambut doang sih gampang. Lupa kamu, saya ini punya anak perempuan, ya wajar kalau saya bisa melakukannya."
"Haleeza, kan lebih suka pake kerudung. Jangan coba-coba ngibulin saya deh!"
"Saat usia Haleeza dua atau tiga tahun gitu, dia lebih suka kunciran daripada kerudungan. Jadi, saya belajar pelan-pelan dan ngikutin tutorial dari Mama."
"Iya, deh, iya. Ngomong-ngomong kapan Haleeza pulang? Perasaan sekarang sering banget nginep di rumah Mama."
"Haleeza lagi aktif-aktifnya, Na, Mama khawatir kalau terlalu lepas tangan dan biarin kamu handle Haleeza sendirian. Mama takut kamu kecapekan, mana kamu hamil kembar, jadi kayaknya emang Haleeza akan stay lebih lama di rumah Mama."
"Padahal saya nggak papa, saya kesepian tahu. Biasanya pulang ngampus main sama Haleeza, akhir-akhir ini udah nggak. Aa juga sibuk banget di kampus, pulangnya telat mulu. Baru sekarang nih dapet jatah libur."
"Maaf ya, Na, saya coba atur waktu lagi supaya punya banyak waktu sama kamu. Nanti Haleeza juga kita jemput ya," sahut Hamzah menghibur.
Hamna pun mengangguk singkat.
"Hasil USG minggu lalu jenis kelaminnya perempuan semua, beda sama waktu pertama kali kita USG jenis kelamin dua bulan lalu."
"Mau sepasang ataupun satu gender ya harus disyukuri. Yang penting itu kalian sehat sampai lahiran nanti," sahutnya menenangkan.
"Mama gimana? Kalau saya gagal memberikan beliau cucu laki-laki apa nggak marah?"
Hamzah merangkul pundak Hamna. "Mau perempuan, mau laki-laki sama aja, Na. Mereka adalah darah daging kita, cucu Mama. Kamu nggak usah mengkhawatirkannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Kedua
SpiritualSEQUEL RINTIK SENDU || SELESAI PART MASIH LENGKAP Disatukan bukan karena sama-sama menginginkan, melainkan karena keadaan yang membuat keduanya harus hidup saling berdampingan. Dua kepala yang pada hakikatnya saling bertolak belakang, dipaksa haru...