بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
AGAR tercipta sakinah, mawadah, dan warahmah haruslah memiliki enam sikap berikut. Pertama tafahum, saling menghargai. Takaful, saling menanggung beban. Ta'awun, saling tolong-menolong. Taradhi, saling rida. Tarahum, saling mencintai. Dan terakhir tasamuh, saling menghargai.
Sebagai pasangan yang sama-sama mengharap sebuah kelanggengan, haruslah dibarengi dengan tindakan yang menunjang, agar mahligai yang dibina bisa berjalan sesuai dengan harapan yang dicita-citakan. Action itu sangat diperlukan, bukan hanya sebatas wacana dan planning belaka yang justru dinomorsatukan.
Hamzah menoleh ke arah Hamna yang tertangkap basah tengah terkantuk-kantuk, bahkan kepala perempuan itu berulang kali terhuyung ke depan. Dengan sigap, dia merentangkan salah satu tangan, agar Hamna bisa tertidur dengan bertumpu padanya.
Saat ini mereka tengah menghadiri sebuah acara pernikahan, salah satu rekan sesama dosennya yang mengundang. Sebelum berangkat Hamna sempat membuat drama, karena merasa tidak memiliki baju yang pas, padahal satu lemari isinya full pakaian sang istri.
Mau heran, tapi bukankah kebanyakan perempuan memang seperti itu?
Masih teringat dengan jelas bagaimana cara Hamna merajuk. "Saya nggak ada baju, biasakan kalau mau ngadirin acara bilangnya H-1 hari, bukan H-30 menit!"
Hamzah yang saat itu tengah mencari jam tangan, urung dan lebih memilih untuk menyahut lebih dulu, "Lemari empat pintu, isinya baju kamu semua. Masih bilang nggak ada baju? Ayolah, Na, waktu kita nggak banyak. Dimohon untuk nggak drama dulu."
"Baju-baju itu sudah pernah saya pakai, malu dong kalau pake itu-itu terus. Dikira nggak mampu beli baju baru!"
"Hey, Rasulullah aja beli barang kalau sudah benar-benar rusak. Lantas apa kabar dengan kita? Kemarin, kan kita sudah belajar declutturing sekaligus organizing. Seharusnya itu juga bisa diterapkan dalam hal pakaian."
"Aa yang belajar, bukan saya!"
Helaan napas berembus begitu saja.
"Harus banget pake ngehela napas? Biasa aja dong, sampai segitu kesalnya sama saya!"
"Kalau sudah begini, saya napas aja salah di mata kamu, Na. Yuk, buruan dipake bajunya, masuk angin nanti."
Hamna hanya mendelik tak suka.
"Pakai yang ini ya, Sayang, masyaallah cantik banget ini, warnanya juga senada sama batik yang saya kenakan, nah untuk kerudungnya pake yang ini supaya nggak tabrak warna," tutur Hamzah lebih memilih untuk menawarkan sebuah solusi ketimbang ikut mencak-mencak tak jelas.
Dia sadar betul, terkait risiko menikahi perempuan yang usianya jauh lebih muda. Dia harus lebih banyak bersabar karena inner child sang istri yang sewaktu-waktu bisa saja datang.
"Kebiasaan banget sih, Aa kalau lagi ada maunya suka ditambah embel-embel sayang. Semurah itu ya saya sampai bisa dibujuk dengan hal sereceh ini?!" katanya seraya melengos pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
"Receh sih receh, tapi saya tahu kamu senang, kan? Di kamar mandi salting brutal pasti."
"NGGAK!"
Tak sampai di sana saja, dramanya pun berlanjut hingga di dalam mobil. Istri manjanya itu mengeluh ngantuk, karena tidak bisa tidur pulas semalam.
Memasuki usia kehamilan trimester ketiga memang membuat Hamna lebih mudah lelah dan mengantuk. Walau pada dasarnya dari sebelum hamil pun Hamna memang terkenal dengan julukan 'pelor'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Kedua
SpiritualSEQUEL RINTIK SENDU || SELESAI PART MASIH LENGKAP Disatukan bukan karena sama-sama menginginkan, melainkan karena keadaan yang membuat keduanya harus hidup saling berdampingan. Dua kepala yang pada hakikatnya saling bertolak belakang, dipaksa haru...